Langsung ke konten utama

Postingan

Tips Sukses Pubertas, Gen Z Ayo Merapat!

                                                              (Pixabay/PublicDomainPicture) Siapa di sini yang udah memasuki masa-masa pubertas? Masa pubertas, merupakan masa dimana semuanya benar-benar berubah.  Ya gimana enggak, masa pubertas merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja. Uniknya, ketika memasuki masa pubertas dibilang masih anak-anak nggak mau tapi dibilang dewasa juga belum siap 🙊 Eits, tapi tenang aja kalau kamu udah ada di masa pubertas ini. Karena aku bakalan spill Tips Sukses Pubertas yang sangat mudah kamu terapkan di dalam keseharianmu ☺ 6 Tips Sukses Pubertas 1. Pahami Perubahan Bentuk Tubuh (fisik) Hal yang bikin kaget dan tentu saja penanda pertama ketika kamu memasuki masa pubertas adalah, perubahan bentuk tubuh. Suara mulai berubah (perempuan cempreng, laki-laki nge-bas), tumbuhnya bulu-bulu di area-area tertentu, jerawat, dada bidang (laki-laki),  haid (perempuan), adanya sperma (laki-laki), dan tumbuhnya payudara (perempuan). Jadi jangan

Usia dan Kriteria

Hallo blog... Long time no see yaaa hahaha 🙈 Well, aku sekarang emang lebih rajin nulis buat kerjaan. Selain itu, jadinya lebih sering nulis di medsos. Tapi tenang kok, aku masih menyukaimu :) So, kali ini aku mau cerita tentang teka-teki yang selama ini cukup menghantui pikiran. Teka-teki tentang kriteria dan usia. Dan yang pasti, hal tersebut berkaitan erat dengan pernikahan 💒 Jadi nih jadi, ada sekitar 3 tahun belakangan ini, diriku kerap kali mendapatkan beberapa laporan. Laporan yang bikin pikiran berkata 'Oh jadi gitu'. Oke langsung sajaaaaa pemirsa. Ini berhubungan dengan statusku yang masssihhhh saja melajang hingga detik ini. Jadi kan jadi, sebenarnya ada beberapa orang teman yang berbaik hati membantu untuk mencarikan. Akan tetapi, semuanya hingga saat ini berujung dengan 'penolakan'. Alasan penolakannya itu satu, karena usia hahahaha. Well, emang nggak mudah bagi seorang pria untuk menerima perempuan seperti diriku ini untuk menjadi pasangannya. Utamanya ka

Bagaimana Rasanya?

Bagaimana jika kamu berada di posisiku? Bagaimana jika kamu berada di titik terendah, sama sepertiku? Bagaimana jika kamu merasa tidak berguna, sama sepertiku? Bagaimana jika kamu merasa diabaikan, sama sepertiku? Mungkin bagimu ini terlalu berlebihan. Bahkan kamu berpikir, "Aku tidak bisa berempati, karena aku tidak tahu rasanya." Semudah itukah kamu berbicara seperti itu di depanku? Kamu tahu, tidak ada seorang pun di dunia ini yang ingin merasakan ada di tempatku. Merasa diabaikan Merasa ditolak Merasa sendiri Merasa tidak berguna Merasa bahwa hidup ini hanya sia-sia dan percuma Pernahkah? Kamu tahu, rasanya ingin kuakhiri saja hidup ini. Ingin kusudahi saja semua episode terserak. Ya... Ingin ku sudahi! Walau setelah mati, mungkin akan terasa lebih berat dan menyakitkan karena dosaku lebih banyak dibandingkan amalku. Ah sudahlah Aku muak dengan semuanya Aku muak dengan hidupku Aku muak dengan kehadiran orang-orang di sekitarku Aku mu

Kamu Yakin?

Sore itu, kita bertemu. Membicarakan keputusan terakhir yang akan kita buat. Aku melihatmu datang terlebih dahulu. Kamu mengenakan kaus lengan pendek berwarna putih kesukaanmu. Rambutmu tersisir lebih rapih seperti biasa, dan tentu saja senyum lebar ketika kamu melihat kedatanganku. "Udah lama?" Tanyaku basa-basi membuka obrolan. "Enggak ko. Santai aja." Jawabmu meyakinkanku. Padahal aku yakin, kamu datang dan telah menungguku lebih dari 30 menit lalu. Entah mengapa, sore ini aku sengaja datang terlambat. Perlu usaha besar untukku membuat janji bertemu sore ini. "Ada apa?" Tanyamu memecah berbagai pemikiran yang terus berkecamuk di dalam kepala. "Ada satu hal lagi yang inginku tanyakan, sebelum kamu yakin mengambil keputusan ini." Jelasku berat, dan kamu hanya menatap mataku lekat. "Memangnya mau nanya apa?" Tanyamu penasaran. "Aku minta waktu seminggu." "Waktu seminggu? Maksudnya gimana?"

Efek Belajar Keluarga

Empat tahun selama kuliah, saya belajar tentang keluarga. Soalnya jurusan saya Ilmu Keluarga dan Konsumen.Bahkan konsumen pun belajarnya nggak jauh-jauh dari cara mengelola ekonomi keluarga. Sejujurnya semakin dipelajari, semakin sering mengoreksi. Mengoreksi tentang keluarga sendiri. Ini kok nggak bener, harusnya kayak gitu Kenapa sih kayak gini? Pertanyaan-pertanyaan yang selalu berputar-putar di kepala. Kenapa keluarga yang dijalankan, tidak berjalan sesuai dengan teori yang ada? Jadi ingat ketika saya mengambil kelas Family Therapy, bareng Pak Asep Haerul Gani. Ada salah satu peserta, yang sangat tidak puas dengan keluarganya (Fyi, semua peserta merupakan psikolog kecuali saya yang lulusan Ilmu Keluarga). Dan mengagetkan apa respon Pak Asep terhadap peserta tersebut. "Kamu merasakan ini, karena kamu orang psikologi. Bahkan kamu mendalami psikologi keluarga. Coba kalau kamu anak teknik, maka kamu tidak akan merasa sesakit ini." Kurang lebih, itu yang belia

Tabur Tuai

Saya selalu percaya, apa yang ditabur maka itulah yang akan dituai. Menanam mangga, hasil akhirnya pasti jadi mangga. Tidak mungkin menanam mangga hasil akhirnya jadi petai. Tidak pernah mengerti, kenapa ada aja orang dewasa yang tidak memikirkan dampak dari apa yang telah diperbuatnya. Misal mereka berlaku sewenang-wenang, dan merasa dirinya bakalan aman selamanya. Merasa dirinya lebih "tinggi" dibandingkan orang lain Merasa dirinya punya kuasa lebih untuk bertindak seenak jidat kepada orang-orang di sekitarnya Merasa dirinya lebih hebat, dan tidak takut akan ada yang menjatuhkannya suatu saat Merasa dirinya aman untuk menipu uang rakyat Merasa dirinya "dilindungi" sama orang-orang yang juga punya "kepentingan" Saya jadi inget kata guru bimbel saya dulu. Beliau bilang, "Kalau nanti kalian jadi mahasiswa, berlaku lah sebagaimana mestinya. Jangan terlalu suka demo dan teriak-teriak, yang penting kalau kalian sudah lulus nanti

18 Agustus

Sore ini, sebuah pesan WA masuk. Pesan dari nomer yang tidak dikenal. Sebuah pesan, yang ternyata dikirimkan oleh seseorang yang baru saya kenal. Sebuah pesan, yang pada akhirnya menginformasikan bahwa nanti, 18 Agustus 2019 akan ada pertemuan. Namun, bagiku peduli amat ada pertemuan atau agenda apapun itu. Hanya saja, 18 Agustus. Bagiku merupakan tanggal yang pada akhirnya, membawaku kepada satu titik. Titik dimana aku sangat menyadari, bahwa setinggi apapun, atau bahkan sematang apapun rencana manusia, ia tetaplah manusia. Manusia, yang tidak memilki kuasa untuk mengatur takdirnya Entah dari mana awalnya, aku sangat menyukai tanggal 17 Agustus. Selain memang tanggal bersejarah, yang dapat dipastikan libur, namun entah dengan alasan apa, aku sangat menyukainya. Sangat! Hingga Lima tahun lalu Dimana aku menuliskan mimpi, untuk menjadikan tanggal 18 Agustus (karena tanggal 17 tidak memungkinkan, maka aku menetapkan tanggal 18), menjadi tanggal yang benar-benar bersejarah u