Langsung ke konten utama

Tips Sukses Pubertas, Gen Z Ayo Merapat!

                                                              (Pixabay/PublicDomainPicture) Siapa di sini yang udah memasuki masa-masa pubertas? Masa pubertas, merupakan masa dimana semuanya benar-benar berubah.  Ya gimana enggak, masa pubertas merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja. Uniknya, ketika memasuki masa pubertas dibilang masih anak-anak nggak mau tapi dibilang dewasa juga belum siap 🙊 Eits, tapi tenang aja kalau kamu udah ada di masa pubertas ini. Karena aku bakalan spill Tips Sukses Pubertas yang sangat mudah kamu terapkan di dalam keseharianmu ☺ 6 Tips Sukses Pubertas 1. Pahami Perubahan Bentuk Tubuh (fisik) Hal yang bikin kaget dan tentu saja penanda pertama ketika kamu memasuki masa pubertas adalah, perubahan bentuk tubuh. Suara mulai berubah (perempuan cempreng, laki-laki nge-bas), tumbuhnya bulu-bulu di area-area tertentu, jerawat, dada bidang (laki-laki),  haid (perempuan), adanya sperma (laki-laki), dan tumbuhnya payudara (perempuan). Jadi jangan

Pentingnya Mengenal Calon Pasangan Sebelum Melangsungkan Pernikahan



Apa yang pertama kali kebayang kalau denger kata ‘keluarga’ sama ‘pernikahan’? sesuatu hal yang romantiskah? Bahagia? Cinta? Impian? Atau justru bencana, ngerepotin, ribet, banyak masalah, dll. Well, setiap orang punya pandangan yang berbeda-beda mengenai kedua hal ini, makanya jangan heran atau bertanya-tanya kok bisa gitu ada orang yang pengen cepet-cepet menikah alias nekad pisan meski cuman modal dengkul, tapi ada juga yang menunda-nunda hingga beneran siap, hingga ada juga yang menunda-nunda hingga akhirnya malah memilih untuk tidak menikah. Okey, intinya mau menikah atau enggak itu merupakan sebuah pilihan, dan kita harus menghargai pilihan yang ‘mungkin’ enggak sejalan sama kita, memilih untuk tidak menikah misalnya.

Ngomongin pernikahan yang ujung-ujungnya ngomongin keluarga itu tuh kaya semacem topik yang apa ya, bisa dibilang memiliki daya tarik tersendiri (hayo loh ngaku). Dalam pernikahan, pastinya ada kasih sayang dan cinta yang seharusnya enggak ada habisnya, oke kenapa saya bilang seharusnya karena amat sangat langka orang yang hingga akhir hayatnya memiliki perasaan cinta yang memiliki kadar yang sama persis ketika pertama kali berjumpa dan jatuh cinta. Nah tapi sebelum menggiring ke topik yang LEBIH seru lagi saya pengen membawa dulu ke masa-masa indah ketika cinta mulai berbunga-bunga (ekhemh) yap apa lagi kalau bukan masa-masa lagi pengen deket-deketnya dengan orang yang dirasa ‘spesial’ yang membuat kita benar-benar jatuh cinta.

Setiap individu pastinya punya peran sosial yang berbeda-beda, meski misalnya ia seorang mahasiswa ia aktif juga di organisasi-organisasi lain, dan organisasi yang ia ikuti enggak menutup kemungkinan cuman satu kan, nah jadi disadari atau enggak dia kenal dengan berbagai individu lain yang latarnya juga berbeda-beda. Makin luas pergaulan kita tentunya ngasih kita berbagai pilihan-pilihan yang banyak atas ‘kriteria’ apa yang kita mau sebagai pendamping hidup.

Ngomongin pendamping hidup (temanya udah mulai romantis nih)emang udah ditakdirkan siapa yang akan berjodoh dengan siapa, tapi FAKTANYA sebenernya pendamping hidup kita itu enggak bakalan jauh-jauh dari kita. Belibet? Oke jadi gini, ada beberapa kemungkinan besar siapa-siapa aja yang memiliki peluang besar yang nantinya bakalan jadi ‘jodoh’ kita yang saya ramu dari beberapa informasi dan pengamatan kecil-kecilan yang saya lakukan (hehehe). Oke kita mulai dari yang pertama:
1.       Geografis
Kenapa geografis, soalnya secara enggak langsung ligkungan rumah juga jadi penentu lho. Geografis jadi urutan pertama soalnya interaksi yang kita lakukan biasanya sih enggak jauh dari lingkungan pertetanggaan rumah. Meski kalau aku pikir-pikir sih, BT juga kali ya nikah sama tetangga, lha masa iya enggak ada cerita mudik lebaran, ahahaha.
2.       Sekolah/kampus
Nah lho sekolah atau kampus ini emang jadi tempat yang top markotop ketemunya jodoh, makanya jadi urutan ke dua. Di sekolah/kampus udah bukan rahasia lagi banyak banget orang yang cinlok karena intensitas ketemunya SERING BANGET. Selain itu kemampuan(baik akademik maupun non akademik), cara kita berkomunikasi, dll itu keliatan banget di sini. Makanya enggak heran, utamanya di kampus banyak banget orang yang akhirnya memutuskan untuk menikahi temannya sewaktu masa-masa studi.
3.       Kantor
Nah..kantor ini urutannya di bawah kampus, soalnya kantor atau bisa dibilang tempat kerja ini ya mirip-mirip sekolah/kampus lah, cuman biasanya kalau orang yang cinlok di kantor ada pertimbangan-pertimbangan lain seperti misalnya posisi jabatan, pola interaksi yang mungkin antara atasan dan bawahan, dsb.
4.       Organisasi
Meski persentasenya kecil tapi ada juga yang karena organisasi (meski poin 1-3 dilampaui)dan jarang ketemu, atau bahkan lumayan sering ketemu menimbulkan benih-benih cinta (aih) yang tiada duanya. Dengan seseorang berorganisasi maka pastinya jaringan dia bakalan luas dong, nah biasanya kan organisasi itu suka ada pertemuan-pertemuan gitu kan, nah bisa juga tuh mulai kecintrong-cintrong. Entah itu kecintrong sama wawasan/pengetahuannya, pengalaman, pembawaan (wibawa), sifatnya yang unik yang justru malah bikin menarik, kepribadian, dll.
5.       Enggak terprediksi
Kenapa enggak terprediksi, soalnya poin 1-4 enggak terlalui alias cuman takdir Tuhan aja yang mempertemukan. Contoh kasusnya temen saya yang satu angkatan dan satu departemen yang baru aja merit beberapa hari yang lalu. Jadi ceritanya dia itu ketemu sama suaminya itu di bis, pas bis lagi penuh-penuhnya dan cuman ada satu tempat duduk yang kosong dan dari sanalah cerita berawal. Atau ada juga temennya ibunya temen yang ketemu istrinya itu di angkot, jadi ceritanyanya itu mobil dia tiba-tiba mogok gitu terus ya udah akhirnya pulang pake angkot, lha diangkot terjadilah pertemuan yang ujungnya menjadi sebuah pernikahan. Atau bisa juga dijodohkan, karena alasan tertentu.
Nah..mulai deh kepikiran atau mulai nebak-nebak kira-kira siapa ya (hehehe) yang bakalan jadi pendamping hidup kita buat nantinya.

Tadi kan ngomongin tempat pertemuan, nah sekarang kita ngomongin tentang masa-masa pendekatan, entah itu orang mau namain pacaran kek, PDKT, atau ta’aruf ya intinya mengenal lebih dekatlah siapa calon pasangan kita.

Pendekatan untuk mengenali siapa sesungguhnya calon pasangan hidup kita itu hukumnya WAJIB bin HARUS tau pisan sedetail-detailnya, kenapa? Soalnya masa-masa ini akan memberikan banyak informasi pun agar kita lebih siap untuk melakukan penyesuaian diri setelah kita emang bener-bener telah memasuki babak baru dalam kehidupan kita alias pernikahan. Banyak orang yang bilang enggak usahlah pacaran-pacaran nanti pacarannya setelah merit aja, okey dulu sih saya juga mikirnya kaya gitu tapi setelah saya mempelajari family life cycle itu ampun deh bayak banget pertimbangan yang harus bener-bener mateng dipertimbangkan sebelum akhirnya memutuskan YA untuk melangsungkan pernikahan.

Jadi maksud saya di sini pacarannya itu enggak mengumbar ke gembelan ke gembelan kaya di film-film roman, tapi lebih ke matengin atau cek and ricek setelah menikah itu mau gimana, entah itu masalah pembagian peran (domestik & publik), parenting, finansial, pola interaksi dan komunikasi, menyelesaikan permasalahan, hingga habit-habit berbeda  yang harus di pahami oleh suami dan istri, ya pokoknya hal-hal sekecil apapun harus beneran tranparan dibilangin sejujur-jujurnya enggak ada yang ditutup-tutupi, dan juga latar belakang keluarga dan status sosial juga penting banget tuh dipelajari dan dipahami lebih dalem karena ketika menikah itu bukan hanya menikahkan dua individu tetapi menikahkan juga dua keluarga yang berbeda.
Oleh karena itu untuk mempersingkat waktu makanya PDKT-nya itu sama orang yang udah bener-bener kita kenal (poin 1-4 mungkin sedikit membantu). Enggak ada manis-manis di depan tapi asem bin kecut di belakang, ya main jujur-jujuran aja misalnya kalau salah satu punya kebiasaan ngupil pake jempol kaki ya bilang aja, atau sekali kentut bisa bikin kecoa-kecoa tiarap ya udah bilang aja, utamanya nih cewe kalau makannya porsi tukang bangunan ya jujur aja gak usah so jaim jaga berat badan, atau apalah toh kalau udah merit ketahuan juga kan aslinya kaya gimana, ya..bisa dibilang ‘pacaran’ ini merupakan langkah awal buat syok terapi atas keganjilan-keganjilan yang tidak biasanya ditampakan (whuehehehe). Ya..sekali-kali romantis-romantisan boleh lah ya, tapi lebih baik entar aja keinginan beromantis-romantis ria-nya pas udah beneran resmi tercatat di KUA, apan kita tahu setan pinter pisan nyelap-nyelip di celah-celah kecil, ya kalau udah kenal deket ya waktu ‘pacaran’ bisa di persingkat kan jadi 3 bulan aja.

Langsung aja nih ya, jadi ceritanya misalnya kita udah ketemu nih sama ‘calon idaman’ nah tahap selanjutnya sebelum melangsungkan suatu pernikahan kalau katanya mbah Duvall kita harus bisa memprediksi (beuh bahasanya kaya Deny Darko ye, prediksi)kerentanan-kerentanan apa yang bakalan terjadi dan berpotensi mengguncang kehidupan rumah tangga. Sayangnya banyak orang (calon-calon pasangan muda)berasa so-so’an siap gitu, padahal belum beneran siap dan mengerti keluarga itu sebenaernya kayak gimana. Beda dong kalau orang udah tahu, dia bakalan lebih siap mental untuk menghadapi guncangan-guncangan seperti apa yang sekiranya bakalan ia hadapi sehingga dengan itu (dengan prediksinya) ia bisa mengantisipasi agar guncangan-guncangan itu tidak sampai kejadian atau kalaupun kejadian ya sikonnya enggak buruk-buruk amat. Jangan sampai nih ya ada learning cost besar yang berujung pada ketidak puasan dalam berbagai hal hingga berujung pada perceraian.

                                                                        Yusie Craft

Menurut Duvall (1957)terdapat 6 hal yang dapat dengan mudah diprediksi yang dapat mengganggu family life cycle.
1.       Bagaimana keluarga dapat memiliki keterikatan dengan komunitas.
Maksudnya di sini, seberapa bisa sih keluarga bisa survive dan beradaptasi dengan baik dengan lingkungannya (masyarakat sekitar) dan keluarga mengetahui bagaimana menyelesaikan permasalahan-permasalahan menurut masyarakat setempat.
2.       Kepemilikan rumah
Nah ini hal yang PENTING PISAN apakah keluarga setelah menikah bakalan nebeng rumah ortu, ngontrak, atau nyicil rumah. Begitupun dengan luas rumah yang memenuhi kebutuhan keluarga. Idealnya luas rumah itu bisa menyediakan tiap individunya itu minimal 10m2 jadi ya luas rumah keseluruhan itu berapa terus kira-kira tiap individu kebagian enggak buat kawasan pribadinya ya idealnya 10m2 dan palin-paling minimnya itu 8 m2. Begitupun dengan lingkunga sosial di mana rumah di bangun, karena mau enggak mau sebenernya dengan kita meninggali suatu tempat itu berarti kita telah membeli lingkungan sosial sekitar.
3.       Tekanan finansial
Uang...whouoo...lagi-lagi uang kalau katanya Nick Astria sih gitu, yupsz uang ini emang sifatnya sensitif bin vital banget apalagi buat orang yang udah merit. Karena biasanya family life cycle 1 itu karir suami maupun istri ‘biasanya’ belum memasuki posisi puncak alias masih dalam tahap pertumbuhan, di mana penghasilannya pun belum hebring, hal ini saya omongin secara umum ya, meski ada juga yang emang pas merit karir dia atau penghasilannya udah top markotop alias udah enggak usah diragukan lagi.
Tekanan finansial itu bakalan kerasa banget pas keluarga baru melahirkan anak pertama, beuh yang dulunya penghasilan bisa dipake buat makan yang duile enak banget lha ya, nah dengan hadirnya buah hati ini kita HARUS mengalokasikan penghasilan yang tentunya enggak sedikit buat keperluan buah hati tercinta ini utamanya kalau masih bayi kecukupan gizinya itu perlu diperhatikan dengan sangat baik. Beranjak usia prasekolah kita mulai nih musti mikirin TK dimana, permainan stimulasi yang mendukung tumbuh kembangnya, asupan gizi, dll. Begitupun ketika anak mulai masuk SD, nah oleh karena itu enggak ada salahnya sebelum buah hati lahir kita sudah mulai menganggarkan untuk asuransi pendidikannya dan benar-benar memperhitungkan akumulasi biaya yang dibutuhkan hingga ia masuk Pergutuan Tinggi. Karena ternyata alasan perceraian yang paling tinggi di Indonesia karena alesan ekonomi. So...mumpung masih lajang nih ya mulai sering-sering ngumpulin (nabung) uang bahkan kalau bisa ternak uang aja sekalian (minjem bahasanya Pak Tung Dasem Waringin) maksudnya selain kita punya aktif income tapi kita juga punya pasif income yang enggak kalau besar sama aktif income kita.
4.       Istri bekerja
Nah lho kok bisa ya???
Jadi keputusan boleh enggaknya seorang istri itu bekerja ya WAJIB dibicarakan sebelum menikah, udah bukan rahasia lagi dong perempuan itu punya peran domestik yang luar biasa besar utamanya pengasuhan. Tentunya jenis pekerjaan istri pun jadi pertimbangan yang harus dipikirkan mateng-mateng, apalagi kalau tahapnya masih tahap family life cycle 1 yang mana masih ada anak bayi atau prasekolah yang membutuhkan kehadiran seorang ibu secara fisik lebih sering. Kalau misalnya istri kerjanya fulltime lha terus anaknya gimana? Sampai pas dosen saya nerangin ini beliau bilang “Kalau pasangan yang dua-duanya bekerja dan mereka bekerjanya fulltime, maka ketika mereka memiliki seorang anak harus dipertanyakan apakah mereka sanggup mengurus anak dengan kepadatan pekerjaan yang menyita waktu banyak? Kalau ke duanya masih orientasi pekerjaan sebaiknya jangan dulu punya keinginan untuk memiliki seorang anak” whuaduh jleb banget nggak sih.
5.       Pembagian peran setelah pernikahan
Maksudnya di sini lebih jelas aja peran masing-masing (suami & istri) itu kaya gimana. Bagian-bagian mana yang bisa di handle oleh istri, dan yang bisa di handle suami, hingga yang bisa di handle oleh keduanya. Pembagian peran ini tentunya harus ada kesepakatan-kesepakatan yang tidak memberatkan ke dua belah pihak, jangan sampai salah satu pihak merasa tertekan dengan perannya yang ia rasa ‘timpang’. Karena hal-hal terkait pembagian peran ini memiliki pengaruh besar terhadap keputusan-keputusan keluarga yang akan diambil.
6.       Beban rasa bersalah dan konflik loyalitas suami dan istri.
Sebenernya ini lebih ke ngomongin hal-hal yang dirasa seharusnya dilakukan tapi justru tidak dilakukan yang pada akhirnya timbul rasa bersalah dan salah satu pihak merasa di rugikan atau timpang, misalnya penghasilan suami yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan istri. Suami menyadari seharusnya yang memenuhi kebutuhan finansial yang lebih besar itu dia tapi ternyata itu belum kunjung terwujud dan suami merasa bersalah dan hal ini tidak ia komunikasikan dengan baik dengan istrinya bagaimana keadaan finansial dia yang sebenarnya, hingga mungkin terjadi kesalah pahaman karena istri merasa terbebani dengan pemenuhan finansial yang sudah seharusnya menjadi tanggung jawab suami dan ia merasa timpang, walhasil istri pun ternyata tidak mengungkapkan kekecewaannya dan merasa memiliki beban yang lambat-laun hal ini akan menjadi konflik tersendiri. Makanya jangan heran banyak pasangan mencari kepuasan ‘di luar’ untuk menghapus beban rasa bersalahnya ini.

Nah 6 hal yang disampaikan Duvall di atas itu ya mau enggak mau harus dibicarakan/dikompromikan sebelum emang memasuki gerbang pernikahan. Oke kelihatannya mungkin sepele atau mungkin terkesan enggak begitu penting, karena toh orang jaman dulu juga menikah ya menikah aja apalagi yang dijodohin karena cinta bakalan datang dengan sendirinya, lha iya alhamdulillah kalau emang cintanya bakalan nyusul setelah menikah, tapi kalau enggak hati-hati lho ketidak puasan-ketidak puasan hubungan bisa terakumulasi dan bisa banget jadi bom waktu suatu saat nanti. Mungkin keluarga (apalagi yang pemahaman agamanya bagus) akan terlihat bahagia dan ngerasa fine aja tapi sebenernya enggak. Pernikahan itu bakalan kerasa hambar yang ujung-ujungnya (meski enggak bercerai) pernikahan yang terjadi bukan pernikahan berkualitas.

Pernikahan yang ‘hambar’ dan enggak ada kualitasnya hati-hati lho, karena situasi ini lambat laun meski anak enggak ngerti dan enggak pernah di kasih tahu tapi anak seiiring dengan kematangan usianya dia bakalan ngerti dan anak akan merasakan kekecewaan terhadap orangtuanya. Ekstrimnya anak enggan untuk menjadikan orangtua mereka sebagai role model atau bahkan mungkin ada keengganan pada anak untuk menikah. Seperti yang udah saya bilang sebelumnya ketika calon pasangan muda benar-benar mengetahui dan memahami hal-hal apa saja yang kemungkinan besar bakalan terjadi maka ia akan lebih SIAP MENTAL dan melakukan antisipasi-antisipasi seperti apa agar guncangan itu dapat ditekan atau bahkan dihilangkan.

Semoga bermanfaat.
11030012

Komentar

  1. we o we, wow...
    udah siap nih... tinggal tunggu jodoh dan tanggal mainnya aja kayaknya ^_^

    BalasHapus
  2. Belum lah ka -_-", masih banyak mimpi yang harus saya wujudkan terlebih dahulu "sebelum" pada akhirnya saya memutuskan untuk menikah.

    BalasHapus
  3. Coret-coretan yang bagus.

    Yang terpenting kedua belah pihak yang bakal jadi pasangan bisa menyatukan masing-masing punya cita-cita hidup menjadi satu jembatan.

    Apa citanya, apa citaku.., dan saling mendukung untuk saling membangun.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Between of 2 Type (INTJ-INFJ)

Kenal sama MBTI itu pas kuliah Pengantar Psikologi, dan hasilnya langsung nunjukin kalau saya tipe INTJ. Hmmmhhh... Dan INTJ ini tetep konsisten ada pada diri saya. Pokoknya pas saya nyoba lagi ngisi tes MBTI, hasilnya PASTI INTJ, hingga entah ada angin apa suatu ketika saya iseng ngisi lagi di tempat yang berbeda dan hasilnya berubah jadi INFJ. Saya di sini nggak akan ngejelasin tetek bengek ciri-ciri INTJ or INFJ itu kayak gimana. Pokoknya kalau penasaran, ya tinggal googling aja. Banyak bangeett ulasan keduanya. Pokoknya di sini saya bakalan ceritain keajaiban menjadi seorang wanita INTJ yang adakalanya berubah jadi INFJ :D. Entah kenapa dari saya kecil, saya suka ngerasa beda sama temen-temen cewe saya. Beda aja, nggak tau kenapa. Beda karena saya doyan manjat-manjat, nggak suka dipanggil "eneng" (panggilan buat anak cewe Sunda) yang emang kedengerannya feminim banget, suka mikir yang aneh-aneh yang nggak pernah orang lain pikirin (jadi waktu saya TK saya berusaha ker

Tips Sukses Pubertas, Gen Z Ayo Merapat!

                                                              (Pixabay/PublicDomainPicture) Siapa di sini yang udah memasuki masa-masa pubertas? Masa pubertas, merupakan masa dimana semuanya benar-benar berubah.  Ya gimana enggak, masa pubertas merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja. Uniknya, ketika memasuki masa pubertas dibilang masih anak-anak nggak mau tapi dibilang dewasa juga belum siap 🙊 Eits, tapi tenang aja kalau kamu udah ada di masa pubertas ini. Karena aku bakalan spill Tips Sukses Pubertas yang sangat mudah kamu terapkan di dalam keseharianmu ☺ 6 Tips Sukses Pubertas 1. Pahami Perubahan Bentuk Tubuh (fisik) Hal yang bikin kaget dan tentu saja penanda pertama ketika kamu memasuki masa pubertas adalah, perubahan bentuk tubuh. Suara mulai berubah (perempuan cempreng, laki-laki nge-bas), tumbuhnya bulu-bulu di area-area tertentu, jerawat, dada bidang (laki-laki),  haid (perempuan), adanya sperma (laki-laki), dan tumbuhnya payudara (perempuan). Jadi jangan

Bahagianya Menjadi Anak IKK (Ilmu Keluaraga dan Konsumen)

Milih jurusan itu udah kaya milih jodoh, karena salah-salah milih malah bikin pengen cepet-cepet pisah. Daaann...inilah aku sekarang, di departemen yang sangat aku cintai IKK =* Masih banyak banget orang di luar sana yang memandang sebelah mata sama jurusanku ini, utamanya ngelihat judulnya yang mungkin ya dirasa sangat simple dan semua orang biasanya melalui tahap itu, keluarga. Eniwei, meski enggak belajar IKK pun banyak yang masih beranggapan kalau keluarga itu bisa banget dipelajari dengan mudah, jadi enggak usahlah buang waktu kuliah buat mempelajari hal yang kayak begini -,-". Ya..namanya juga pendapat orang yang enggak tau, well seenggaknya dengan banyak anggapan seperti itu justru bagiku malah makin penasaran sama jurusan ini, hingga akupun pada akhirnya berpindah haluan dan lebih memilih IKK untuk dipelajari lebih dalam. Di IKK ngapain sih? Mungkin itu pertanyaan klise yang ditanyain banyak orang setelah mendengar jurusan yang rada enggak biasa ini.