tag:blogger.com,1999:blog-90614173485653140572024-02-21T00:34:40.825+07:00Kelas KeluargaBelajar Keluarga bareng SaniSaniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.comBlogger65125tag:blogger.com,1999:blog-9061417348565314057.post-36914992663576255722024-01-18T14:13:00.003+07:002024-01-18T14:13:24.971+07:00Tips Sukses Pubertas, Gen Z Ayo Merapat!<p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMtcIolBl-IvL9hmkTU1Fzbq8KBBNPxUhyphenhyphenOKV2l1NGwKkrL5vlDyZsts0faSOZUHStTN7C1F3yUjOWq39Lyxlz-aseG4QzbeS7Yk8fcydUjsCj8Psz958m0Vabx36kErgTvzts7DiVJWNBut5-9X-pOR_F9PJGQTkShT0WWHmiNpCWlQ5Rsr0p1ADtBQ8/s1280/classroom-15593_1280.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="960" data-original-width="1280" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMtcIolBl-IvL9hmkTU1Fzbq8KBBNPxUhyphenhyphenOKV2l1NGwKkrL5vlDyZsts0faSOZUHStTN7C1F3yUjOWq39Lyxlz-aseG4QzbeS7Yk8fcydUjsCj8Psz958m0Vabx36kErgTvzts7DiVJWNBut5-9X-pOR_F9PJGQTkShT0WWHmiNpCWlQ5Rsr0p1ADtBQ8/s320/classroom-15593_1280.jpg" width="320" /></a></div><br /><span style="font-family: arial;"> <span style="font-size: xx-small;">(Pixabay/PublicDomainPicture)</span></span><p></p><p><span style="font-family: arial;">Siapa di sini yang udah memasuki masa-masa pubertas?</span></p><p><span style="font-family: arial;">Masa pubertas, merupakan masa dimana semuanya benar-benar berubah. </span></p><p><span style="font-family: arial;">Ya gimana enggak, masa pubertas merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa remaja.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Uniknya, ketika memasuki masa pubertas dibilang masih anak-anak nggak mau tapi dibilang dewasa juga belum siap 🙊</span></p><p><span style="font-family: arial;">Eits, tapi tenang aja kalau kamu udah ada di masa pubertas ini. Karena aku bakalan spill Tips Sukses Pubertas yang sangat mudah kamu terapkan di dalam keseharianmu ☺</span></p><p><span style="font-family: arial;"><b>6 Tips Sukses Pubertas</b></span></p><p><b><span style="font-family: arial;">1. Pahami Perubahan Bentuk Tubuh (fisik)</span></b></p><p><span style="font-family: arial;">Hal yang bikin kaget dan tentu saja penanda pertama ketika kamu memasuki masa pubertas adalah, perubahan bentuk tubuh.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Suara mulai berubah (perempuan cempreng, laki-laki nge-bas), tumbuhnya bulu-bulu di area-area tertentu, jerawat, dada bidang (laki-laki), haid (perempuan), adanya sperma (laki-laki), dan tumbuhnya payudara (perempuan).</span></p><p><span style="font-family: arial;">Jadi jangan kaget, kalau tiba-tiba bentuk tubuh kamu berubah. Karena semua perubahan itu normal kok dan tentunya sangat wajar.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Nah kalau kamu masih bingung dengan perubahan bentuk tubuh kamu yang tiba-tiba, nggak ada salahnya kalau ngobrolin ini sama orang dewasa.</span></p><p><b><span style="font-family: arial;">2. Pola Hidup Sehat</span></b></p><p><span style="font-family: arial;">Ada pepatah yang mengatakan "You are what you eat", yaps bener banget. Kalau kamu itu apa yang kamu makan.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Mungkin nggak kerasa sekarang, tapi percaya deh 10 atau 20 tahun kemudian kamu bakalan ngerasain dampak dari semua makanan yang pernah dikonsumsi.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Curhat dikit, sekarang usiaku 32 dan udah beneran banyak kerasa ini-itu daannn tentunya menyesali makanan-makanan sampah yang banyak ku konsumsi ketika masih berusia belasan tahun lalu 😓</span></p><p><b><span style="font-family: arial;">3. Kebersihan Diri</span></b></p><p><span style="font-family: arial;">Percaya nggak percaya, dulu yang kalau keringetan baunya biasa aja lha tapi sekarang baunya udah kayak mau bikin pingsan 😆</span></p><p><span style="font-family: arial;">Gimana nggak, ketika memasuki usia pubertas kelenjar keringat akan bertambah. Oleh karena itu, mandi aja nggak cukup bagi kamu yang keteknya suka banjir dan mengundang bau yang tak syedap.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Yok ah daripada mendzolimi orang lain dengan aroma ketek yang tak sedap, cobain deh pake deodorant atau produk yang bisa mengatasi keringat ketekmu yang berlebih. Apalagi kalau ternyata kamu tipe orang yang suka banget beraktifitas di luar ruangan.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Selain ketek, tentunya yang harus kita perhatikan adalah kebersihan mulut.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Sebel banget kan kalau misalnya pas lagi ngobrol, eh ternyata orang yang diajak ngobrol mulutnya bau banget. Duh bikin pusing pala Barbie 😩</span></p><p><span style="font-family: arial;">Jadi daripada bikin males orang buat ngobrol sama kita, mendingan rajin-rajin deh bersihin mulut. Ya minimal banget gosok gigi dua kali sehari.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Terus kalau mulut kamu busuknya kebangetan, mendingan cek deh ke dokter gigi biar langsung ditangani dengan baik.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Nggak ada salahnya dan ini sangat menguntungkan, scaling gigi. Seriusan, kalau udah scaling tuh ya rasanya gigi jadi super bersih, keset, dan tentunya terbebas dari bau yang tidak sedap.</span></p><p><b><span style="font-family: arial;">4. Pendidikan Seksual</span></b></p><p><span style="font-family: arial;">Masalah seksual tentu sangat berkaitan dengan perubahan bentuk fisik yang terjadi di masa pubertas.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Tidak ada salahnya kamu mempelajari terkait seksual, tapi dari sumber yang bener biar nggak kebablasan.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Ketika kamu memahami seksual dengan baik dan benar, tentunya kamu akan lebih bisa membuat keputusan yang baik dan bertanggung jawab untuk hidupmu.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Nggak ada salahnya juga, kalau kamu berdiskusi masalah ini dengan orang dewasa yang kompeten seperti guru BK, psikolog, konselor, dll.</span></p><p><b><span style="font-family: arial;">5. Percaya Diri</span></b></p><p><span style="font-family: arial;">Masa-masa pubertas, menjadi salah satu fase di mana individu mulai mencari jati dirinya.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Jadi jangan heran, kalau remaja punya 'sosok' atau 'model' panutan untuk hidupnya.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Apalagi zamannya medsos, banyak berseliweran konten-konten gaya hidup yang bisa jadi sangat jauh dengan apa yang kita alami.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Namun jangan khawatir dan minder, setiap orang itu unik dan berbeda.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Kamu harus ingat, sebahagia apapun kehidupan seseorang yang terlihat (utamanya di sosial media) mereka juga pasti punya masalahnya masing-masing.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Jadi, cintai dirimu apa adanya tanpa syarat apa-apa ☺</span></p><p><b><span style="font-family: arial;">6. Ekspresikan Apa yang Kamu Rasakan</span></b></p><p><span style="font-family: arial;">Perubahan hormon yang terjadi di dalam tubuhmu, tentunya menyebabkan perubahan emosi yang kuat.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Jadi jangan heran kalau kamu melihat aa orang-orang yang suka '<i>mood swing</i>'. Nah, biar emosi kamu terkendali dengan baik, coba deh disalurkan ke berbagai hal yang positif.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Misalnya ke hobi kamu, menulis jurnal, bernyanyi, bahkan teriak di alam terbuka pun nggak masalah.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Pokoknya, jangan sampai kamu memendam emosi negatifmu begitu saja, karena percaya nggak percaya ya bisa meledak sewaktu-waktu.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Gimana, menantang banget kan masa-masa pubertas?</span></p><p><span style="font-family: arial;">Ingat, masa-masa pubertas merupakan perjalanan yang pasti dilewati oleh semua orang.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Agar sukses menjalani masa pubertas, tentunya perbanyak ilmu dan pahami apa yang harus dilakukan dalam fase ini.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Jadikan masa-masa pubertasmu menjadi masa-masa yang indah.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Masa di mana kamu menjadi dirimu sendiri dan mengukir prestasi yang bisa membanggakan kamu suatu hari nanti.</span></p><p><span style="font-family: arial;">Selaman menjalani masa pubertas :)</span></p><p><span style="font-family: arial;"><br /></span></p><p><span style="font-family: arial;"><br /></span></p><p><br /></p>Saniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9061417348565314057.post-18081782776887610892023-11-28T13:50:00.003+07:002023-11-28T13:50:38.124+07:00Tips Cara Menghilangkan Noda Hitam atau Jamur pada Pakaian<div><br /></div><div><br /></div><div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzGOjm4NH8-QH0TpW6bJByg-jhBhIuasLXyTYhLMeD9QsplO5xtjayJgUBqXpdDWZfTR-yX9SjnTpOipdCdWV3EpciXVcLb5ejBHSUjDi1qVTHI3zGIY_kRYiAK9hU6Gj8d0VXc1yOlm_VQ46EmmcF1U_afUQEu9czsomJts7J3PEGPS8CyfLjXoNS3vQ/s1521/Screenshot_20231128_134802.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1023" data-original-width="1521" height="269" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzGOjm4NH8-QH0TpW6bJByg-jhBhIuasLXyTYhLMeD9QsplO5xtjayJgUBqXpdDWZfTR-yX9SjnTpOipdCdWV3EpciXVcLb5ejBHSUjDi1qVTHI3zGIY_kRYiAK9hU6Gj8d0VXc1yOlm_VQ46EmmcF1U_afUQEu9czsomJts7J3PEGPS8CyfLjXoNS3vQ/w400-h269/Screenshot_20231128_134802.jpg" width="400" /></a></div><br /></div><div style="text-align: center;">(Pexels/Pixabay)</div><br /><p>Siapa di sini yang jengkel atau kesal dengan noda hitam atau jamur yang menempel pada pakaian?</p><p>Jika ya, tenang saja. Karena di sini, saya akan membagikan tips bagaimana menghilangkan noda hitam atau jamur pada pakaian.</p><p>Namun sebelum memberikan tipsnya, alangkah lebih baik jika kamu mengetahui apa penyebab adya noda hitam atau jamur pada pakaian.</p><p><b>Penyebab Munculnya Noda Hitam atau Jamur pada Pakaian</b></p><p>Noda hitam atau jamu pada pakaian, muncul karena adanya kelembaban pada kain.</p><p>Kelembaban yang menimpulkan noda hitam atau jamur tersut, disebabkan karena kondisi pakaian yang basah, tempat penyimpanan yang lembab, hingga menyimpan kain dalam keranjang cucian untuk waktu yang lama.</p><p>Alhasil, jika hal npemicu tersebut terjadi maka sudah bisa dipastikan jika noda hitam atau jamur pada pakain akan muncul dan terlihat sangat jelas.</p><p>Tentu, noda hitam atau jamur tersebut sangat mengganggu kebersihan pada pakaian.</p><p>Lantas apa yang harus dilakukan agar noda hitam atau jamur pada pakaian bisa hilang?</p><p>Melansir dari berbagai sumber, berikut enam cara ampuh untuk menghilangkan noda hitam atau jamur pada pakaian:</p><p><b>5 Tips Menghilangkan Noda Hitam atau Jamur pada Pakaian</b></p><p>1. Lemon dan garam</p><p>Ternyata, menggunakan lemon dan garam disinyalir ampuh menghilangkan noda hitam atau jamur pada pakaian.</p><p>Caranya, campurkan perasan lemon dan garam dengan air hangat. </p><p>Setelah itu, rendam baju dengan campuran tersebut kurang lebih minimal 30 menit.</p><p>Jika sudah merendam selama minimal 30 menit, kucek-kucek pakaian hingga noda hitam menghilang.</p><p>2. Cuka</p><p>Jika tidak ada lemon, bisa juga menggunakan cuka.</p><p>Sifat asam pada cuka, rupanya bisa membantu kita untuk menghilangkan noda hitam atau jamur yang ada pada pakaian.</p><p>Tidak hanya itu, kandungan asam yang terdapat pada cuka rupanya bisa membuat warna baju semakin cerah.</p><p>Ada pun cara penggunaannya, masukan cuka ke dalam ember yang berisi air.</p><p>Masukan pakaian ke dalam air rendaman cuka, selama satu jam.</p><p>Setelah satu jam, cuci pakaian seperti biasa dan gunakan detergent agar wangi cuka yang menempel hilang.</p><p>3. Baking soda</p><p>Tidak hanya digunakan untuk membuat kue, rupanya baking soda sangat membantu untuk menghilangkan noda hitam atau jamur pada pakaian.</p><p>Cara penggunaannya pun sangat mudah, cukup campurkan baking soda ke dalam air dan rendam pakaian selama satu jam.</p><p>Setelah itu, cuci kembali bakaian menggunakan detergent seperti biasa.</p><p>4. Pemutih pakaian</p><p>Cara ini, memang sangat umum digunakan untuk menghilangkan noda hitam atau jamur pada pakaian.</p><p>Namun yang harus diingat adalah, penggunaan pemutih pakaian hanya bisa digunakan untuk pakaian yang berwarna putih saja.</p><p>Campurkan pemutih pakaian ke dalam rendaman baju.</p><p>Biarkan baju terendam dengan pemutih pakaian, kurang lebih selama 15 menit. </p><p>Apabila sudah direndam selama 15 menit, kucek bagian hitam hingga hilang dari pakaian dan bersihkan atau bilas dengan air mengalir.</p><p>5. Air panas</p><p>Penggunaan campuran air panas dan detergent, akan cocok untuk noda hitam atau jamur yang masih sedikit (baru).</p><p>Namun harus ingat, perhatikan suhu air agar jangan terlalu panas. Pasalnya, suhu yang terlalu panas akan membuat pakaian menjadi cepat rusak.</p><p>Bagaimana, mudah bukan caranya?</p><p>Selamat mencoba. </p><p><br /></p><p><br /></p>Saniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9061417348565314057.post-20536371312874416122021-12-31T14:07:00.001+07:002021-12-31T14:07:38.684+07:00Mimpi<p>Entah mengapa, bertemu denganmu membuat ku berpikir bahwa ada banyak impian yang bisa kita wujudkan bersama.</p><p>Nb: Masih tanda tanya. Kamukah orangnya?</p><p><br /></p><p><br /></p>Saniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9061417348565314057.post-11956738588625099442021-12-30T23:31:00.000+07:002021-12-30T23:31:50.379+07:00Usia dan Kriteria<p>Hallo blog...</p><p>Long time no see yaaa hahaha 🙈</p><p>Well, aku sekarang emang lebih rajin nulis buat kerjaan.</p><p>Selain itu, jadinya lebih sering nulis di medsos.</p><p>Tapi tenang kok, aku masih menyukaimu :)</p><p>So, kali ini aku mau cerita tentang teka-teki yang selama ini cukup menghantui pikiran.</p><p>Teka-teki tentang kriteria dan usia.</p><p>Dan yang pasti, hal tersebut berkaitan erat dengan pernikahan 💒</p><p>Jadi nih jadi, ada sekitar 3 tahun belakangan ini, diriku kerap kali mendapatkan beberapa laporan.</p><p>Laporan yang bikin pikiran berkata 'Oh jadi gitu'.</p><p>Oke langsung sajaaaaa pemirsa.</p><p>Ini berhubungan dengan statusku yang masssihhhh saja melajang hingga detik ini.</p><p>Jadi kan jadi, sebenarnya ada beberapa orang teman yang berbaik hati membantu untuk mencarikan.</p><p>Akan tetapi, semuanya hingga saat ini berujung dengan 'penolakan'.</p><p>Alasan penolakannya itu satu, karena usia hahahaha.</p><p>Well, emang nggak mudah bagi seorang pria untuk menerima perempuan seperti diriku ini untuk menjadi pasangannya.</p><p>Utamanya karena faktor usia.</p><p>Soalnya kan, usiaku saat ini udah 30, bahkan tahun 2022 genap 31.</p><p>Maka secara otomatis, itu bikin seorang pria mikir keras untuk menjadikanku sebagai pasangannya.</p><p>Ya nggak salah sih. Hal tersebut sah-sah aja dan tentu saja lumrah.</p><p>Namun dari rangkaian penolakan tersebut, aku jadi belajar bahwa lelaki itu mencari perempuan yang:</p><p>- Muda</p><p>- Gampang diatur alias nurut</p><p>- Umumnya secara karier, nggak lebih tinggi dari itu lelaki</p><p>Yups, untuk saat ini itu yang aku simpulkan.</p><p>Alesannya sebenarnya cuman satu, lelaki ada kekhawatiran kalau dalam hubungan dia menjadi inferior.</p><p>Lelaki nggak mau terdiskriminasi, makanya nyari pasangan yang lebih muda dan mau diatur.</p><p>Ada kecenderungan, jika memiliki pasangan yang lebih tua itu otoritas sebagai lelaki justru tak terwadahi.</p><p>Bukan hanya lelaki, bahkan ibunya pun ada kalanya berpikir demikian.</p><p>Dia tak mau anak lelakinya justru didominasi oleh wanita, yang usianya lebih senior daripada sang anak (well ada aja ketakutan seperti itu).</p><p>So jangan heran, dari beberapa kejadian yang aku analisis, ceritanya selalu berujung demikian.</p><p>Lelaki cenderung lebih suka wanita yang usianya lebih muda.</p><p>Karena wanita yang usianya lebih muda cenderung lebih mudah diatur.</p><p>Selain itu, lelaki juga butuh wanita yang secara biologis masih 'fresh', I don't know bisa saja ini berkaitan dengan reproduksi.</p><p>Oleh karena itu, aku terbersit berpikir, mungkin harus nyari om om aja kali ya, yang usianya udah 40an 😆</p><p>Soale yang usianya 30an, tetep aja masih ngincer daun muda yg usianya masih dibawah 25 🤣</p><p>Udah ah, segitu aja curhatnya hahaha...</p><p>Takutnya kalau terus dilanjutin, nanti otaknya makin eror lagi.</p><p>Wassalam</p><p><br /></p><p>Karawang, 30 Desember 2021</p><p>Ketik nengok Fatma yang habis melahirkan bayi lucuk yang diberinama 'Fathiya'.</p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p><p><br /></p>Saniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9061417348565314057.post-73151234777123968172020-04-13T20:48:00.004+07:002020-04-13T20:49:45.643+07:00Bagaimana Rasanya?Bagaimana jika kamu berada di posisiku?<br />
Bagaimana jika kamu berada di titik terendah, sama sepertiku?<br />
Bagaimana jika kamu merasa tidak berguna, sama sepertiku?<br />
Bagaimana jika kamu merasa diabaikan, sama sepertiku?<br />
<br />
Mungkin bagimu ini terlalu berlebihan.<br />
<br />
Bahkan kamu berpikir,<br />
<br />
"Aku tidak bisa berempati, karena aku tidak tahu rasanya."<br />
<br />
Semudah itukah kamu berbicara seperti itu di depanku?<br />
<br />
Kamu tahu, tidak ada seorang pun di dunia ini yang ingin merasakan ada di tempatku.<br />
<br />
Merasa diabaikan<br />
Merasa ditolak<br />
Merasa sendiri<br />
Merasa tidak berguna<br />
Merasa bahwa hidup ini hanya sia-sia dan percuma<br />
<br />
Pernahkah?<br />
<br />
Kamu tahu, rasanya ingin kuakhiri saja hidup ini. Ingin kusudahi saja semua episode terserak.<br />
<br />
Ya...<br />
<br />
Ingin ku sudahi!<br />
<br />
Walau setelah mati, mungkin akan terasa lebih berat dan menyakitkan karena dosaku lebih banyak dibandingkan amalku.<br />
<br />
Ah sudahlah<br />
<br />
Aku muak dengan semuanya<br />
<br />
Aku muak dengan hidupku<br />
<br />
Aku muak dengan kehadiran orang-orang di sekitarku<br />
<br />
Aku muak dengan semua ocehan yang terus-menerus mendorongku kepada titik ketidak berdayaan<br />
<br />
Aku muak<br />
<br />
Camkan itu!<br />
<br />
Dan kamu,<br />
<br />
Berhenti memandang rendah diriku!<br />
<br />
<br />
_________<br />
<br />
Nb: untuk jiwa-jiwa yang terlukaSaniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9061417348565314057.post-80207706657806503172020-04-13T06:34:00.000+07:002020-04-13T09:30:56.305+07:00Kamu Yakin?Sore itu, kita bertemu. Membicarakan keputusan terakhir yang akan kita buat.<br />
<br />
Aku melihatmu datang terlebih dahulu. Kamu mengenakan kaus lengan pendek berwarna putih kesukaanmu. Rambutmu tersisir lebih rapih seperti biasa, dan tentu saja senyum lebar ketika kamu melihat kedatanganku.<br />
<br />
"Udah lama?"<br />
<br />
Tanyaku basa-basi membuka obrolan.<br />
<br />
"Enggak ko. Santai aja."<br />
<br />
Jawabmu meyakinkanku. Padahal aku yakin, kamu datang dan telah menungguku lebih dari 30 menit lalu.<br />
<br />
Entah mengapa, sore ini aku sengaja datang terlambat. Perlu usaha besar untukku membuat janji bertemu sore ini.<br />
<br />
"Ada apa?"<br />
<br />
Tanyamu memecah berbagai pemikiran yang terus berkecamuk di dalam kepala.<br />
<br />
"Ada satu hal lagi yang inginku tanyakan, sebelum kamu yakin mengambil keputusan ini."<br />
<br />
Jelasku berat, dan kamu hanya menatap mataku lekat.<br />
<br />
"Memangnya mau nanya apa?"<br />
<br />
Tanyamu penasaran.<br />
<br />
"Aku minta waktu seminggu."<br />
<br />
"Waktu seminggu? Maksudnya gimana?"<br />
<br />
"Aku kasih kamu seminggu untuk memikirkan lagi semuanya."<br />
<br />
Kataku lirih. Entah bagaimana, rasanya tenggorokanku kering seketika. Seperti ada yang mengikat, agar kalimat selanjutnya tidak ke luar.<br />
<br />
"Maksudnya? Aku masih belum ngerti?"<br />
<br />
"Aku mau...."<br />
<br />
Kalimatku terputus. Ku sapukan pandanganku ke setiap sudut cafe yang mulai ramai didatangi orang-orang. Orang-orang yang entah memiliki niat apa, untuk datang sama sepertiku sore ini.<br />
<br />
"Aku mau, kamu memikirkan ulang semuanya. Semua keputusan yang pernah kamu buat kepadaku."<br />
<br />
"Maksudnya?"<br />
<br />
Keningmu berkerut.<br />
<br />
"Aku kasih waktu seminggu untukmu memikirkan ulang semuanya. Memikirkan ulang apakah kamu yakin benar-benar ingin menikahiku."<br />
<br />
Ku akhiri kalimatku dengan helaan napas yang berat.<br />
<br />
"Sebelum aku memberikan jawaban, apakah aku akan menikahimu atau tidak."<br />
<br />
Sambungku melengkapi kalimat yang tergantung lima detik, dan kamu cukup sabar menunggu kelanjutan kalimatku.<br />
<br />
"Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu? Kamu ragu denganku?"<br />
<br />
Mendengar pertanyaanmu, aku langsung menggeleng. Tidak, tidak sedikitpun aku meragukan keputusannya untuk menikahiku.<br />
<br />
"Enggak, bukan begitu maksudku. Aku hanya ingin memberimu tambahan waktu untuk memikirkan lagi semuanya. Jika memang kamu masih mencintai seseorang selain diriku, maka perjuangkan lah. Aku tidak mau menikah dengan seseorang yang masih memiliki cinta yang begitu besar kepada wanita lain selain diriku."<br />
<br />
Hening....<br />
<br />
Kamu seperti berpikir.<br />
<br />
"Wanita yang aku cintai, telah menikah dengan lelaki lain."<br />
<br />
Jelasmu.<br />
<br />
"Itu masalahnya. Itu yang aku maksud."<br />
<br />
Ucapku mempertegas apa maksudku.<br />
<br />
"Meski dia telah meninggalkanmu, tapi kamu masih mencintainya, lebih baik kamu urungkan niatmu untuk menikahiku. Karena, aku tidak mau menikahi seseorang yang masih memiliki cinta yang belum selesai."<br />
<br />
"Jadi?"<br />
<br />
Tanyamu lagi.<br />
<br />
"Aku memberimu waktu seminggu. Apakah kamu yakin akan menikahiku? Apakah kamu yakin telah menghilangkan rasa cinta kepadanya."<br />
<br />
"Kenapa kamu tiba-tiba bertanya seperti itu?"<br />
<br />
Mendengar pertanyaanmu, aku menghela napas berat.<br />
<br />
"Aku tidak bisa menjawabnya sekarang. Akan ada waktunya aku menjelaskan semuanya. Menjelaskan, mengapa aku menanyakan ini kepadamu."<br />
<br />
Kamu menatapku dengan ribuan tanya. Aku tahu, kamu sangat bingung akan sikapku ini.<br />
<br />
"Oke. Aku akan memikirkan ulang semuanya."<br />
<br />
Seketika suasana di antara kami berdua semakin canggung.<br />
<br />
Bongkahan es batu yang berada di dalam gelas, bahkan sudah tidak terlihat lagi wujudnya. Melebur, seperti rasa yang entah berkecamuk hebat di dalam hatiku.<br />
<br />
Kamu tahu, aku sangat mencintaimu. Sangat!<br />
<br />
Bahkan ketika kau belum menyatakan perasaanmu kepadaku.<br />
<br />
Aku begitu bahagia ketika kamu mengatakan semuanya. Mengatakan bahwa kamu menyatakan ingin menghabiskan sisa waktu bersamaku selamanya.<br />
<br />
Tapi, ada hal yang selalu menghantui kepalaku.<br />
<br />
Menghantui, yang entah mengapa menjadikan diriku sangat berat untuk memutuskan menikah.<br />
<br />
Bukan...bukan aku ragu kepadamu. Ragu padamu, tiada.<br />
<br />
Namun aku tidak mau mengulang kejadian yang sama.<br />
<br />
Kejadian yang begitu menyakitkan. Sangat.<br />
<br />
Terjebak di dalam hubungan pernikahan tanpa rasa saling cinta.<br />
<br />
Dan bagiku, itu terlalu menyakitkan. Menyakitkan mendapati bahwa kamu mendapati dirimu tumbuh dalam keluarga yang bahkan mereka tidak saling mencintai dari awal.<br />
<br />
Tidak mencintai, karena masih mencintai orang di luar sana. Bahkan meski pernikahan telah terjalin puluhan tahun lamanya.<br />
<br />
Aku tidak mau begitu.<br />
<br />
Ku harap kamu mengerti.<br />
<br />
<br />
_______________<br />
<br />
Nb: untuk seseorang di masa depan, yang entah siapa.<br />
<br />
<br />
<br />Saniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9061417348565314057.post-84494031599910079372020-03-28T11:18:00.001+07:002023-11-23T11:37:11.277+07:00Efek Belajar KeluargaEmpat tahun selama kuliah, saya belajar tentang keluarga. Soalnya jurusan saya Ilmu Keluarga dan Konsumen.Bahkan konsumen pun belajarnya nggak jauh-jauh dari cara mengelola ekonomi keluarga.<br />
<br />
Sejujurnya semakin dipelajari, semakin sering mengoreksi. Mengoreksi tentang keluarga sendiri.<br />
<br />
<i>Ini kok nggak bener, harusnya kayak gitu</i><br />
<i>Kenapa sih kayak gini?</i><br />
<br />
Pertanyaan-pertanyaan yang selalu berputar-putar di kepala. Kenapa keluarga yang dijalankan, tidak berjalan sesuai dengan teori yang ada?<br />
<br />
Jadi ingat ketika saya mengambil kelas Family Therapy, bareng Pak Asep Haerul Gani.<br />
<br />
Ada salah satu peserta, yang sangat tidak puas dengan keluarganya (Fyi, semua peserta merupakan psikolog kecuali saya yang lulusan Ilmu Keluarga).<br />
<br />
Dan mengagetkan apa respon Pak Asep terhadap peserta tersebut.<br />
<br />
"Kamu merasakan ini, karena kamu orang psikologi. Bahkan kamu mendalami psikologi keluarga. Coba kalau kamu anak teknik, maka kamu tidak akan merasa sesakit ini."<br />
<br />
Kurang lebih, itu yang beliau katakan di depan kami para peserta.<br />
<br />
Jleb....<br />
<br />
Tentu saja, semua yang dikatakan Pak Asep benar adanya.<br />
<br />
Bahkan ketika kuliah, saya pernah beberapa kali menangis ketika membahas beberapa teori. Tiba-tiba rasanya dada sesak, dan air mata bercucuran deras. Untungnya waktu itu kelas besar. Mahasiswa yang mengikuti kelas kurang lebih sebanyak 200 orang, jadi isakan tangis saya tidak terlalu terlihat. Ya mungkin, orang yang duduk di samping saya saja yang melihatnya.<br />
<br />
Bahkan setelah kuliah, saya tidak mau berhenti untuk mempelajari keluarga.<br />
<br />
Saya ambil beberapa kelas yang membahas tentang psikologi keluarga. Karena sewaktu kuliah basic ilmu keluarga dari sosiologi, jadi saya wajib melengkapinya dengan ilmu psikologi.<br />
<br />
Namun apa yang terjadi?<br />
<br />
Semakin dipelajari, rasanya semakin dikuliti.<br />
<br />
Sakit...<br />
<br />
Tentu saja iya.<br />
<br />
Gambaran keluarga ideal nan sempurna selalu memenuhi otak saya.<br />
<br />
Sedikit saja anggota keluarga lain menyalahi teori, rasanya gimana gitu.<br />
<br />
Lantas apa mungkin, ini salah satu hal yang menjadikan saya untuk menetapkan standar dalam memilih pasangan.<br />
<br />
Saya sangat super selektif memilih. Saya tidak akan berhenti hanya kepada titik saya cocok dengan individunya, namun saya harus menelusuri juga bagaimana keluarganya.<br />
<br />
Meski individunya oke, tapi keluarganya enggak. Maka lebih baik tidak lanjut, karena itu akan menjadi bibit toxic dalam family relationship.<br />
<br />
Ah sudahlah....<br />
<br />
Apakah mungkin memang lebih baik untuk menyendiri?<br />
<br />
<br />
<br />
<br />Saniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9061417348565314057.post-69137975858725178882020-03-22T23:27:00.001+07:002020-03-22T23:27:50.949+07:00Tabur TuaiSaya selalu percaya, apa yang ditabur maka itulah yang akan dituai.<div>
<br /></div>
<div>
Menanam mangga, hasil akhirnya pasti jadi mangga. Tidak mungkin menanam mangga hasil akhirnya jadi petai.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tidak pernah mengerti, kenapa ada aja orang dewasa yang tidak memikirkan dampak dari apa yang telah diperbuatnya. Misal mereka berlaku sewenang-wenang, dan merasa dirinya bakalan aman selamanya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Merasa dirinya lebih "tinggi" dibandingkan orang lain</div>
<div>
Merasa dirinya punya kuasa lebih untuk bertindak seenak jidat kepada orang-orang di sekitarnya</div>
<div>
Merasa dirinya lebih hebat, dan tidak takut akan ada yang menjatuhkannya suatu saat</div>
<div>
Merasa dirinya aman untuk menipu uang rakyat</div>
<div>
Merasa dirinya "dilindungi" sama orang-orang yang juga punya "kepentingan"</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Saya jadi inget kata guru bimbel saya dulu. Beliau bilang,</div>
<div>
<br /></div>
<div>
"Kalau nanti kalian jadi mahasiswa, berlaku lah sebagaimana mestinya. Jangan terlalu suka demo dan teriak-teriak, yang penting kalau kalian sudah lulus nanti kalian bisa bermanfaat buat rakyat. Saya mengalami itu. Mengalami menjadi mahasiswa dan berteman dengan orang-orang yang menjadi garda terdepan saat demo. Namun kalian tahu? Setelah mereka menjabat menjadi wakil rakyat, ternyata mereka melakukan hal yang sama persis. Hal yang bahkan dulu mereka sangat benci dari pemerintah. Jadi buat kalian, tidak usahlah melakukan hal seperti itu, yang penting tunjukan bahwa kalian bermanfaat buat rakyat."</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Katanya suatu sore ketika jam pelajaran kimia.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Saya bocah SMA, hanya manggut-manggut saja mendengarkan penjelasannya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Saya tidak mengerti betul, apa yang beliau maksud. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
"Ah mana mungkin ada orang sejahat itu " pikir saya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Hingga, saya kuliah. Saya mendapatkan mata kuliah psikologi sosial.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Menariknya, ternyata dosen saya menjelaskan teori mirror effect. Teori yang dengan sangat jelas membenarkan apa yang dipikirkan oleh guru bimbel saya pada waktu itu.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kerja</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Saya masih mengamati dengan sangat jelas, apa-apa yang terjadi dengan teman-teman saya. Terutama teman-teman yang katanya berjuang mati-matian membela rakyat atas nama organisasi.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Menariknya, teori mirror effect menunjukan kebenarannya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Mereka yang dulu berteriak-teriak paling keras membela rakyat, ternyata ketika menjabat malah berlaku sebagai penjilat.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Mereka, menjadikan organisasi sebagai "jalan" untuk memuluskan langkah karir mereka. Karir, terutama yang berbenturan langsung dengan dunia politik.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Pencitraan, istilah yang pas untuk menyimpulkannya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Saya kira ini hanya terjadi untuk segelintir orang saja, namun kenyataannya sama saja. Orang-orang yang dulu berteriak-teriak paling "keras" dalam rangka "membela" rakyat, sekarang malah menjadi penjahat dan penjilat rakyat.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Dan mereka yang berjuang untuk rakyat?</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Saya amati orang-orang yang berjiwa suci menolong rakyat. Bahkan beberapa diantara mereka, menjadi tokoh ternama di tengah-tengah masyarakat.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Saya cari dan pelajari profil mereka, terutama ketika mereka menjadi mahasiswa.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Mengejutkan,</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Karena ternyata, tidak satupun dari mereka yang menjadi garda terdepan berteriak-teriak menjadi "pembela" rakyat. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Mereka "mengkritik" dengan aksi nyata, bukan dengan narasi semata.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sampai detik ini, saya tidak habis pikir apa yang dicari oleh para penjahat rakyat. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Ah sudahlah</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Mungkin mereka sedang amnesia menghadapi kenyataan dunia yang sangat menggiurkan mata, bahkan rela menggadaikan iman untuk menghalalkan segala cara agar tercukupinya nafsu dunia.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<br /></div>
<div>
<div class="amp-wp-7851dbc" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #222222; font-family: -apple-system, ".SFNSText-Regular", "San Francisco", Roboto, "Segoe UI", "Helvetica Neue", "Lucida Grande", sans-serif; font-size: 15px; line-height: 26px; margin-bottom: 26px; text-align: right;">
يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ</div>
<div style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #222222; font-family: -apple-system, ".SFNSText-Regular", "San Francisco", Roboto, "Segoe UI", "Helvetica Neue", "Lucida Grande", sans-serif; font-size: 15px; line-height: 26px; margin-bottom: 26px;">
<em style="box-sizing: border-box;">(Allah berfirman), “Wahai Dawud, Sesungguhnya Kami menjadikan engkau sebagai khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu sehingga akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat siksaan yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” – (Q.S Shad: 26)</em></div>
</div>
<div>
<br /></div>
Saniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9061417348565314057.post-76098725526237276692019-08-05T17:38:00.000+07:002019-08-05T17:38:14.546+07:0018 AgustusSore ini, sebuah pesan WA masuk. Pesan dari nomer yang tidak dikenal. Sebuah pesan, yang ternyata dikirimkan oleh seseorang yang baru saya kenal. Sebuah pesan, yang pada akhirnya menginformasikan bahwa nanti, 18 Agustus 2019 akan ada pertemuan.<br />
<br />
Namun, bagiku peduli amat ada pertemuan atau agenda apapun itu.<br />
<br />
Hanya saja, 18 Agustus. Bagiku merupakan tanggal yang pada akhirnya, membawaku kepada satu titik. Titik dimana aku sangat menyadari, bahwa setinggi apapun, atau bahkan sematang apapun rencana manusia, ia tetaplah manusia.<br />
<br />
Manusia, yang tidak memilki kuasa untuk mengatur takdirnya<br />
<br />
Entah dari mana awalnya, aku sangat menyukai tanggal 17 Agustus. Selain memang tanggal bersejarah, yang dapat dipastikan libur, namun entah dengan alasan apa, aku sangat menyukainya. Sangat!<br />
<br />
Hingga<br />
<br />
Lima tahun lalu<br />
<br />
Dimana aku menuliskan mimpi, untuk menjadikan tanggal 18 Agustus (karena tanggal 17 tidak memungkinkan, maka aku menetapkan tanggal 18), menjadi tanggal yang benar-benar bersejarah untukku.<br />
<br />
Untuk kisah cintaku<br />
<br />
Gemetar jemariku memberikan tanda di aplikasi hp ku. Entah dengan kekuatan apa, lirih dan sangat yakin, aku bermimpi, kelak pada tanggal 18 Agustus 2018, aku akan menggenapkan separuh agamaku.<br />
<br />
Meski, aku belum mengetahui dengan siapa kelak aku akan menggenapkannya.<br />
<br />
Hari terus berganti<br />
<br />
Hingga tibalah tanggal 17 Agustus 2015. Tepat satu tahun, ketika aku bertekad menuliskan bahwa 18 Agustus 2018 nanti, aku akan menggenapkan separuh agamaku.<br />
<br />
Dan, 17 Agustus 2015<br />
Menjadi salah satu hari yang membuatku benar-benar berbunga.<br />
<br />
Hari, dimana aku dan kamu berbincang panjang untuk yang pertama kalinya<br />
<br />
Hari, dimana "sepertinya" aku mulai meyakini, bahkan timbul harapan bahwa kamu lah orangnya.<br />
<br />
Hari berganti hari<br />
Bulan berganti bulan<br />
<br />
Dan aku<br />
<br />
Semakin meyakini, bahwa itu adalah kamu<br />
<br />
Seseorang, yang aku yakini memiliki takdir yang sama.<br />
<br />
Sama-sama bersanding nama, untuk memulai lembaran baru.<br />
<br />
Lembaran, yang dimulai pada tanggal 18 Agustus 2018<br />
<br />
Namun,<br />
<br />
Jawaban Dia berbeda<br />
<br />
Karena ia, lebih memilih menjadikan bulan September 2018, untuk menggenapkan separuh agamanya.<br />
<br />
Menggenapkan separuh agama, dengan salah satu teman baikku.<br />
<br />
Sakit? Tentu saja iya. Di satu sisi, aku sangat bahagia karena teman dekatku menggenapkan separuh agamanya. Namun sisi lain meronta bertanya "Mengapa harus dia?"<br />
<br />
Bukankah, ada milyaran lelaki di muka bumi ini.<br />
<br />
Lantas, mengapa harus dia?<br />
<br />
18 Agustus 2018<br />
<br />
Dia berkehendak lain<br />
<br />
Dia, memilihkan takdir yang lebih indah untukku<br />
<br />
Mengirimkanku, kepada lingkungan yang benar-benar baru. Lingkungan, yang menyadarkanku akan betapa besar cintaNya.<br />
<br />
Hingga aku menyadari<br />
<br />
Bahwa penolakan Allah, sebagai bukti perlindungan cinta kasihNya<br />
<br />
Dan kini<br />
<br />
Setahun telah berlalu<br />
<br />
Hari-hari yang kelam, kini mulai menampakan sinarnya.<br />
<br />
Dan 18 Agustus 2019<br />
<br />
Lagi-lagi, pertemuan dengan lingkungan yang benar-benar baru<br />
<br />
Akankah, pertemuan ini mengantarkan kepada lembaran yang benar-benar baru?<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />Saniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9061417348565314057.post-61505705425623558112019-03-26T00:54:00.001+07:002019-03-27T01:02:35.465+07:00Ditinggal Nikah<div style="text-align: justify;">
Oke, mari kita mulai perjalanan ini dengan </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Is he/she </b><b>the One?</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Suatu hal yang sangat super normal ketika kita memiliki ketertarikan dengan lawan jenis. Justru aneh banget, kalau nggak pernah sedikitpun tertarik dengan lawan jenis. Namun setiap orang reaksinya beda-beda ketika mendapati hal ini. Ada orang yang mewujudkannya dengan pacaran (karena belum siap nikah), cinta diam-diam, hingga menikah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kalau saya pribadi, saya memilih untuk tidak pacaran hingga usia saya yang ke-27 ini, dan bertekad nggak akan pacaran sampai saya nikah. <i>Yess</i>, kalian nggak salah. Saya belum pernah pacaran sama sekali. Karena bagi saya pribadi, pacaran itu nggak ada faedahnya sama sekali. Ya bagi saya sih, terlepas dari agama yang memang tidak memperbolehkan, ya buat apa juga pacaran. Kalau serius, ya nikah aja. Kalau mau kenalan, ya udah tinggal temenan aja. Lebih enak dan lebih bebas kan ya? Ya, itu pandangan subjektif saya aja sih. Tiap orang kan beda-beda ya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi, meski begitu saya pernah ko suka sama orang, saya kan normal juga hahaha. Tapi ya gitu, kalau saya suka ya udah. Palingan deg-degan setiap kali papasan hahahah, atau super ke GRan kalau dia tersenyum (padahal entah siapa yang dia kasih senyum hahaha). Paling berbahaya, kalau ternyata gebetan ngasih lampu hijau. Sueeerrrr deh, ini salah satu godaan iman yang terbesar menurut saya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kenapa godaan terbesar?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Karena ketika 'dia' ngasih lampu hijau, maka timbulah harapan. Harapan indah jika suatu saat nanti dia lah orang yang akan menjadi pasangan hidup selamanya (kan ceritanya nggak mau pacaran, makanya sekalinya dapet lampu hijau pikirannya nikah whuahahah). Apa lagi ketika dia memberikan perhatian yang begitu intens, pun ditambah dengan bumbu kalimat ajaib yang merontokan benteng pertahanan "Aku kagum sama kamu. Kamu itu ......" (isi sendiri, dengan isian yang bikin klepek-klepek hahha). Yesss, kelemahan perempuan itu ketika ia mendapatkan kenyamanan. Udah lah, kalau sekalinya nyaman, urusan wajah jadi nomer sekian hahaha. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hingga</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Aku mau nikah"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Itu kalimatnya suatu hari, dan jlegeerrr, rasanya semua gunung berapi di Indonesia meletus kompakan dalam jiwa dan raga, ditambah lagi dengan topping petir maha dashyat, yang dengan kilatnya berhasil mencabik-cabik hati dan menorehkan luka sedalam-dalamnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Atau skenario lain</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Ini undanganku, dateng ya!"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kata sahabatmu suatu hari, dan terteralah nama gebetanmu dan teman dekatmu itu. Rasanya nggak percaya. Orang yang kemarin-kemarin, dengan super sabar mendengarkan cerita-cerita akan kisah kasihmu, ternyata dia orang yang menikah dengan gebetanmu. Semacem cerita Luna, Rheino, dan Syahrini. Awwww, pedasnya! Satu sisi kamu seneng, karena temen dekatmu akhirnya nikah.. Tapi di sisi lain, "Kenapa musti nikah sama dia sih? Emangnya nggak ada orang lain lagi apa?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lalu, hari-hari yang kamu jalani seakan gelap-gulita. "Mimpiku hancur", katamu dan yang paling serem kalimat "Aku nggak punya harapan hidup lagi. Buat apa aku hidup? Semuanya sudah berakhir."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mau marah, silahkan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mau nangis berabad-abad juga, silahkan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mau baso, ini sih laper kayaknya</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Well, satu hal yang pasti ketika kamu berada dalam kondisi ini adalah, kamu wajib jujur sama diri kamu sendiri. Jujur aja kalau kamu marah, sedih, kecewa, kesal, dll. It's ok, and fine. Kamu nggak usah pura-pura "Aku nggak apa-apa kok", tapi entah gimana ceritanya tiba-tiba air mata kamu netes. Itu sih pertanda, kamu sedang tidak baik-baik saja.<br />
<br />
Saya percaya bahwa, daun yang jatuh pun sudah ada catatannya. Apa lagi dengan kehidupan yang kita jalankan. Ketika saya mendapatkan ujian, saya memutuskan untuk tidak pernah menyalahkan siapapun, tetapi lebih ke menghadirkan pertanyaan "Mengapa hal ini bisa terjadi kepada saya, dan apa maksudNya? Kenapa Dia menghendaki ini terjadi dalam hidup saya?"<br />
<br />
Bagi saya, sekecil atau sebesar apapun masalahnya, yang terpenting bagaimana kita bisa mengambil pelajarannya. Saya selalu berpikir, mengapa saya bisa bertemu dengannya? Kenapa dia musti hadir dalam kehidupan saya? Apa maksud Dia, menghadirkannya dalam kehidupan saya?<br />
<br />
Dan ya .....<br />
<br />
Setiap pertemuan dan perpisahan, bukan hanya meninggalkan kenangan namun juga pelajaran<br />
<br />
Begitu pula dengan patah hati<br />
<br />
Coba pikirkan lagi, hal-hal apa saja yang berubah dari dalam dirimu semenjak kamu bertemu dengannya? Apakah mengantarkan kepada perubahan dirimu yang lebih baik, atau sebaliknya?<br />
<br />
Meski terasa pahit dan sakit, setidaknya saya tidak mau rugi dengan episode patah hati ini. Saya selalu berusaha berpikir, hal-hal positif apa saja yang saya dapatkan dalam skenario bertemu dengannya? Dan ya, bagi saya setiap skenario ada satu pelajaran besar yang dapat diambil. Pelajaran yang hanya bisa kita dapatkan, setelah bertemu dengannya. So, semesta menginginkan kamu untuk mendapatkan satu pelajaran, dan semesta menunjuk dia untuk memberikan kamu pelajaran itu. Mengapa dia? Karena semesta tahu, hanya melalui dia kamu bisa mendapatkan pelajaran tersebut.<br />
<br />
Saya selalu percaya, ketika memang belum waktunya maka akan ada begitu banyak hal yang harus kamu lewati terlebih dahulu. Ada begitu banyak pelajaran hidup yang ingin semesta berikan, untuk mendidik dirimu menjadi versi yang jauh lebih baik dari hari kemarin.<br />
<br />
Ketika kamu memanjatkan do'a<br />
<br />
"Ya Allah, saya serahkan masa depan saya kepadaMu. Saya serahkan semua urusan saya kepadaMu. Engkau Maha Mengetahui, apa-apa saja yang terbaik untukku. Maka, aku menyerahkan semuanya. Aku serahkan masa depanku, jodohku, rezekiku, dan keturunanku kepadaMu. Berikan hamba yang terbaik menurutMu"<br />
<br />
Dan wush....<br />
<br />
Semesta mendengar do'a mu, lalu berkonspirasi untuk mewujudkan rangkaian do'a-do'amu<br />
<br />
Semesta menjawab<br />
<br />
"Baiklah, akan ku kabulkan do'a-do'amu. Ku kabulkan dengan caraku, karena itu lah pintamu"<br />
<br />
Dan ya, rangkaian episode itu hadir. Rangkaian yang merupakan jawaban atas semua do'a-do'a yang kamu panjatkan. Lantas mengapa kamu musti bersedih mendapati semuanya?<br />
<br />
Begini kata semesta<br />
<br />
"Aku tahu, kamu meminta yang terbaik bukan? Makanya, aku mempersiapkan episode ini"<br />
<br />
Maka tugasmu hanya satu<br />
<br />
Menerima, sepenuhnya<br />
<br />
Awalnya berat, bahkan sangat berat. Tetapi, percayalah ini merupakan jalan terbaik. Jalan yang terjadi. Jalan yang merupakan perwujudan semua do'a.<br />
<br />
Lantas, masihkah kamu kecewa menerima semua ketentuanNya?<br />
<br />
Ternyata ketika dijalankan, semuanya memang sesuai dengan do'a. Semesta tidak pernah tidur untuk mewujudkan semua yang kita pinta.<br />
<br />
Berbagai keajaiban terjadi, dan menurutku justru berjalan lebih baik. Bahkan sangat baik. Bonus semesta, dibalik semua kekecewaan.<br />
<br />
Maka sekarang saya berpikir<br />
<br />
"Seandainya aku menikah sekarang, maka semua ini tidak aku dapatkan persis seperti sekarang. Persis dengan semua impian yang bahkan telah jauh-jauh hari ku bangun, bahkan sebelum bertemu dengannya. Oh jadi ini jawabanNya" Pikirku saat ini.<br />
<br />
Karena semesta sangat memahami, bahwa akan ada beberapa episode yang harus kamu lewati terlebih dahulu. Rangkaian episode-episode yang akan mengantarkan kamu kepada versi terbaik dari dirimu. Maka setelah semesta menilai kamu telah menjadi versi terbaik dari dirimu, yakinlah bahwa semesta akan menghadirkan seseorang yang memang merupakan orang yang paling tepat. Orang yang semesta seleksi untuk versi terbaik dari dirimu. Begitupun dengan dirimu. Dirimu merupakan orang yang semesta seleksi untuk menjadi orang yang paling tepat untuknya.<br />
<br />
Dan dia<br />
<br />
Dia hanya mampir<br />
<br />
Namanya juga mampir. Jadi dia datang seperti halnya soal ujian, untuk mengukur kualitas dirimu. Kehadirannya menjadikanmu versi yang lebih baik dari dirimu sebelumnya.<br />
<br />
Begitu pula dengan kebahagiaan<br />
<br />
Jika sebelum bertemu dia saja hidupmu sudah bahagia, lantas mengapa setelah dia pergi kamu memutuskan untuk tidak bahagia?<br />
<br />
Nikmati saja masa-masa sendirimu dan tentu ambil sebanyak-banyaknya pelajaran dalam hidupmu<br />
<br />
Karena jauh di luar sana<br />
<br />
Ada seseorang yang sama denganmu<br />
<br />
Dia berjuang untuk terus menjadi versi terbaik dari dirinya<br />
<br />
Dia pun selalu berdo'a meminta yang terbaik dari semesta<br />
<br />
Ketika semesta menilai kalian sama<br />
<br />
Maka yakinlah, akan ada episode dimana do'a kalian berdua akan menjadi jalinan bersama<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhd7RAZddC_qmSRzy0gKKRNNcecwb_ZnoCN528ziGnU2sY9UWVcuanSDvYlUX8voyVZlT8w_p6WVdc6AVUNvJL1wgJah1ozs22JAHAPNUUqwceM44m8M6fZDH0HCEK9kCRzQDJecGb0dwk/s1600/weddingplanningbouquetshoes_0.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="350" data-original-width="525" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhd7RAZddC_qmSRzy0gKKRNNcecwb_ZnoCN528ziGnU2sY9UWVcuanSDvYlUX8voyVZlT8w_p6WVdc6AVUNvJL1wgJah1ozs22JAHAPNUUqwceM44m8M6fZDH0HCEK9kCRzQDJecGb0dwk/s320/weddingplanningbouquetshoes_0.jpg" width="320" /></a></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-size: xx-small;">source: Google</span></div>
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
Saniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9061417348565314057.post-52006235840093845642019-03-15T13:08:00.000+07:002019-03-15T13:54:33.686+07:00Fenomena Hijrah (Dari ngomongin jilbab, nikah muda, poligami, gender, dll) <span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Waaa berasa udah lamaaa nggak ngomongin hal-hal yang berbau gender di blog. Kenapa sekarang ngomongin ini? Soalnya tadi malem nggak sengaja nyasar ke beberapa account di IG yang intinya mereka tidak suka dengan fenomena hijrah dan menyatakan diri bahwa mereka feminis dan MENOLAK patriarki. Well, diriku mulai lah kepo dengan berapa account ini. Ku amati dan analisis setiap kalimat yang menjadi pemahaman mereka, pun memang bahasan gender merupakan bahasan yang ku perdalam sewaktu kuliah. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang ingin dengan seksama ku bahas di sini. Kenapa di blog? Soalnya kalau di IG nulisnya terbatas wkwkw. Ya semoga penjelasan yang ku berikan nggak bikin blunder dan semoga jadi paham dampak apa saja baik itu negatif dan positifnya terkait gender ini. Dan pastinya ku membahas ini bukan dari sudut subjektif pribadi, karena ku benar-benar memelajari ini pas kuliah. Nama matkulnya Gender dan Keluarga. Pun dosen yang bawakan kuliah itu beliau kuliah masternya ngambil kuliah gender di US. Jadi bahasan kali ini beneran dibahas berdasarkan akademik dan berbagai riset yang sudah dilakukan lebih dari 10 tahun baik itu di luar negri pun di Indonesia.</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Mari kita mulai bahasan ini dengan membahas</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Fenomena Hijrah</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Kenapa membahas ini diawal? Karena beberapa account tersebut sangat super duper anti dengan fenomena hijrah yang identik dengan label akhi dan ukhti pun nggak suka sama account "Indonesia Tanpa Pacaran", hingga pada intinya mereka memiliki kesamaan pemikiran bahwa mereka garda terdepan menolak yang namanya patriarki dan menjungjung tinggi feminis.</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Oke, sejujurnya diriku pribadi sangat bersyukur dengan adanya fenomena hijrah ini, mengapa? Karena sekarang anak muda udah nggak malu-malu lagi buat belajar agama dan menghidupkan masjid. Seperti kita ketahui semua lha ya, zaman dahulu kala masjid selalu identik dengan orang-orang sepuh yang nggak gaul banget. Pun agama seakan-akan dibuat dengan super duper kaku dan "hanya" diperuntukan buat kalangan "tertentu". Diriku juga mengalami masa dimana kerudung belum banyak yang pake. Masa dimana waktu itu di sekolah yang pake kerudung muridnya cuman 2 orang aja, dan karena diriku "katanya" sekolah di sekolah favorit yang mayoritas diisi dengan kaum "elite" maka udah biasa banget diriku dikata-katain. Mulai dari dikata-katain bu haji lah, sampeee kampungan dan udik. Kalau ada acara sekolah, diriku yang memakai kerudung ini suka dipandang nyinyir dannn sangat jelas ku dengar mereka bilang kalau diriku super kampungan. Padahal ya, rumahku sama mall aja jaraknya cuman lima menit dan pinggir rumah berjejer tempat nongkrong nak "gaul" hahahha.</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Tapi hamdalah, sekarang udah nggak kaya gitu. Mayoritas temen-temen yang suka banget nyinyirin diriku hampir semuanya udah berkerudung. Ya akhirnya diriku nggak suka dinyinyirin lagi kalau bertemu dengan mereka.</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">So diriku sangat super bahagia. Karena akhirnya kerudung bukan suatu hal yang musti dinyinyirin lagi, tapiii sekarang meski kerudung udah merebak di mana-mana ku suka sedih, kenapa? Karena seakan-akan yang kerudungan dibagi lagi jadi beberapa kelompok. Ada kelompok kerudung gahull, kerudung ukhti-ukhti, sama cadar. Ku sebenernya nggak masalah sih, ya setiap orang punya prosesnya masing-masing. Namuunn ku PALING NGGAK SUKA kalau satu sama lain saling hujat dan menjudge. Heyyy, kita sesama muslim lho nggak pantes kaya gitu. Harusnya kita bisa saling menguatkan dan bikin Islam ini benar-benar agama yang indah dan damai. Masa sesama muslim saling bermusuhan, idiihh nggak asik banget pokoknya kalau gini.</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Kerudung walau bagaimana pun udah SOP buat wanita Muslimah. Seperti halnya sholat. Jadi ketika dirimu muslimah, udah otomatis WAJIB berkerudung. Nggak pake tapi. Karena yang namanya perintah dalam Al Qur'an nggak bisa dipilih seenaknya. Termasuk dalam hal berkerudung ini. Dan buat sodara-sodara kita yang belum berkerudung, ya kita do'a kan dan kita rangkul bukan malah dijauhin dan dinyinyirin. </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jujur ku sempet risih ketika diriku menyarankan adeku buat ikutan pengajian di kampus, dan jawaban ade ku "Aku males ah, mereka itu maunya hanya bergaul sama yang sejenisnya aja (kerudung gede-gede)" duuhhh sungguh diriku sedih. Iya sih ku sempat mendapati tatapan sinis juga, ketika diriku di kampus berteman dekat dengan nonis yg ke mana-mana bawa salib gede dan kalau kita jalan mereka demen banget bersenandung nyanyian rohani. Tapi apakah diriku masuk agama mereka? Tentu aja enggak. Kita sama-sama paham kalau kita beda. Jadi selama temenan kita nggak bahas agama. Malah diriku belajar banyak dari mereka. Mereka nggak pernah alpa berdoa sebelum makan, dannn setiap shubuh mereka juga ada ritual do'a. Menariknya, mereka udah mandi dong seshubuh itu, sementara diriku nggak pernah seprepare itu kalau sholat shubuh. So selama mereka tidak memaksakan atau merayu untuk masuk agama mereka, ya bagiku sih nggak masalah lha ya. Agama menjadi urusan masing-masing. Tinggal bagaimana seorang muslim bisa jadi teladan buat siapapun dan dimana pun. Hingga karena berhasil menjadi contoh yang baik, yang belum kenal Islam bisa jadi kenal Islam bahkan hamdallah kalau sampe masuk Islam. </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Bukankah Rasul pun tidak pernah memaksa seorang nenek buta yahudi untuk masuk Islam? Padahal nenek tersebut benci banget sama Islam. Tapiii Rasul tetep mau ko berbaik hati nyuapin makan nenek tersebut. Hingga Rasul meninggal, dan ritual nyuapin nenek diteruskan sama sahabatnya. Terus nenek nyadar, orang yang nyuapin beliau beda. Hingga nenek itu bertanya "Kemana orang yang biasa menyuapiku?" Mendengar itu, sahabat malah menangis lalu bilang kalau Rasul lah yang biasa menyuapi nenek tersebut dan bilang kalau Rasul sudah wafat. You know what? Seketika nenek itu langsung nangis dan masuk Islam. Yesss seindah itu lah Islam. Rasul aja sama yang nonis nggak pernah nyinyir. Ini masa sesama muslim nyinyirin saudaranya sendiri?</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Oke balik ke fenomena hijrah (hahha maafkan kalau rada muter ke mana-mana dulu jelasinnya)</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Sejujurnya ku rada risih dengan istilah "jilbab syar'i". Ibaratkan kalau kita nggak pake model kaya gitu, seakan-akan dianggap nggak syar'i. Padahal kan ya, aturannya sangatlah jelas menutup kain kudung ke dada. Jadiii modelnya mah bebas dan kalau udah menutup dada, itu udah syar'i kok. Percayalah 😊. Perkara cadar, kalau yang diriku pahami itu hanya wajib bagi istri-istri Rasul saja. Kalau kita mah kaga wajib. Tapi kalau mau pake sok-sok aja mangga, bebaasss kaga ada yang larang. Tapiiii sejujurnya ku suka risih aja sih sama yang pake cadar tapi masih demeennn selpi di sosmed pun menampakan kalau secara nggak langsung mereka pake makeup juga (terlihat jelas dengan matanya yg penuh dengan polesan pun didukung dengan pose mata genit). Jujur aku pribadi nggak suka sih. Karena gini ya, tujuan pake cadar kan biar lebih menjaga dan terjaga. Tapiiii kalau masih aja berpose dengan tatapan yang penuh polesan sana-sini ya sama aja dong. Hakikat menjaga dan terjaganya malah jadi bias. Malah nih ya, sempet ku denger ada laki-laki yang demen koleksi foto wanita bercadar, katanya sih lebih bikin penasaran aja wajah cantik seperti apa yang berada di baliknya. Seremkan sisss???</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Terusss lucunya ku pernah stalking salah satu selebgram yang cadaran ini. Ku risih sebenernya dengan pose-pose centilnya. Terus ada aja netizen yang komen "Cadaran ko masih kaya gitu?" daaannn ia bantailah dengan seribu satu argumen yang pada intinya "Jangan nilai orang dari covernya. Kita tuh masih punya banyak dosa, dan bla.. Bla... Bla" hemmm dan diriku teringat kalimat dosenku sewaktu kuliah psikologi sosial</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">"Don't judge the book by it's cover. It's banget kaleee"</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Menurut dosenku apa yang kita kenakan semacam komunikasi non verbal. Kita mengenakan suatu model pakaian tertentu karena kita pengen dilihat dan dinilai seperti apa yang kita kenakan. Kaya misal orang pake baju tentara, nggak mungkin dong ia pengen dinilai sebagai pegawai bank? Nah hal ini juga berlaku sama model pakaian sehari-hari yang kita kenakan. Kita memilih suatu model pakaian tertentu karena secara nggak langsung kita ingin dinilai seperti itu. Kalau ke kondangan nggak mungkin dong ya pake daster, pun nggak mungkin juga di rumah pake dress kondangan? Nah makanya don't judge the book by it's cover itu it's banget kaleeee. So harus nyadar bin sadar sesadar-sadarnya bahwa apapun yang melekat bakalan jadi penilaian.</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Mulut netizen mah emang lambe, tapiii kan jadi lambe karena ada faktor pemicu. Okay, poinnya dapet lah ya. Jadi apapun model pilihan kerudungmu yang penting WAJIB menutup dada, dan ketika memang udah berkerudung jangan lupa juga berprilakulah sebagai mana mestinya.</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Selain fenomena hijrah yang identik dengan model pakaian tertentu. Fenomena hijrah juga identik dengan "menikah muda" dan "nggak pacaran". Oke diriku pribadi sih emang belum pernah pacaran, karena pengen pacarannya sama suami aja udah nikah hahaha. Tapi perkara nikah muda, ku setuju dengan pendapatannya ustadz Salim A Fillah. Ku lupa sih redaksi persis kata-katanya seperti apa, tapi intinya beliau bilang</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">"Kita tidak bisa membandingkan apakah seseorang itu menikah diusia yang terlalu muda atau tidak. Misal ada orang yang menikah usia 22 tahun, tapi ia telah menyiapkan pernikahan dari sejak SMA. Jika SMA ia telah menyiapkan ilmu untuk menikah sejak usia 16 tahun dan ia menikah diusia 22, maka ia telah menyiapkan ilmu tentang pernikahan selama 6 tahun. Bandingkan dengan seseorang yang menikah usia 33 tahun tapi ia baru menyiapkan ilmu pernikahan diusianya yang ke 32, berarti ia hanya menyiapkan pernikahan 1 tahun saja. Pertanyaannya, manakah yang sebenarnya lebih siap untuk menikah?"</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Ku sukaaaa sekali dengan pernyataan ini, dan kita semua tau kalau ustadz Salim menikah diawal-alawal kuliah. Karena bahkan beliau telah memersiapkan ilmu pernikahan sejak beliau remaja.</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Namuunnn</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">"Ka aku nggak suka deh sama fenomena hijrah ini. Masa ya kak kalau ada kajian bahas nikah muda jamaahnya sampai banyak banget kak. Tapi kalau lagi nggak bahas nikah muda, jamaah yang datengnya dikit banget lho. Pernah ya kak ku dateng kajian yang bahas nikah muda, itu yang ngaji banyakkk banget kak sampe masjid nggak muat. Pokoknya jamaah sampe ke luar-luar gitu kak. Aku seneng ya awalnya, karena ternyata di daerahku anak muda udah aware sama pengajian. Eh tapi kak pas minggu depannya bahas siroh nabi, ya Allah kak yang dateng dikiiittt banget. Nggak nyampe 30 orang malah. Kenapa sih hijrah musti identik dengan nikah muda? "</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Itulah salah satu curhatan yang pernah ku dengar secara langsung. Sejujurnya ku sedih sih, ya harusnya menuntut ilmu itu apalagi ilmu agama ya nggak dipilih-pilih. Ku coba mikir kenapa fenomena nikah muda ini seakan hits banget dikalangan anak muda, dan ya beberapa kali ku denger kajian bareng ustadz-ustadz yang notabenenya banyak difollow oleh kaum milenial, suka ada aja sisipan "Makanya nikah" gitu katanya, padahal nikah nggak sesederhana itu. Butuh banyak persiapan terutama ilmu dannn ku bepikir optimis, "ilmunya udah mereka siapkan kali dengan sangat matang."</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Namun diriku beberapa kali kecewa</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Ketika diriku hadir di kajian yang bahas nikah muda ini. Apa ya, seakan-akan yang diceritakan itu yang manis-manisnya aja. Terus kalau masih single statusnya, seakan-akan musti segera dibumi hanguskan. Padahal kan nggak kaya gitu ya? Butuh banyakkkk sekali persiapan.</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">"Tapi kan daripada zina mendingan nikah muda aja"</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Iya sih bener, tapiiii apa kamu menikah hanya karena nafsu semata? Apakah dalam pernikahan isinya hanya sebatas hubungan intim? Jawabannya enggak kan ya. Apa lagi kalau dirimu udah punya anak, duuhhh PR kamu bakalan nambah jadi orangtua. Dan heyyyy, didik anak itu nggak semudah membalikan telapak tangan. Banyak banget ilmu yang WAJIB kamu siapkan. </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Pertanyaannya sekarang, jika kamu menikah karena nafsu yang mana setelah menikah kamu memiliki peluang yang sangat besar untuk memiliki anak, maka sejauh mana ilmu parenting yang sudah kamu siapkan?</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jika kamu masih gelagapan jawab pertanyaan diatas, maka coba pikirkan ulang kembali niatmu itu. Karena didik anak dan menjalankan keluarga nggak bisa semengalirnya aja. Nggak boleh asal-asalan, apalagi asal nikah pun asal didik anak.</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">"Tapi nafsu ini sungguh sudah sangat memuncak, dan hanya akan terpuaskan jika sudah melakukan itu. Ya menikah maksudnya, biar halal melakukannya"</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Hemmm ko diriku ngeri ya dengernya. Bahkan Rasul pun memiliki solusi, yaitu berpuasa.</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">"Tapi nggak bisa, puasa udah nggak mempan"</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Oke kalau itu jawabannya, ku mau tanya. Apakah keinginan itu kamu yang mengundang, maksudku kamu belum bisa menjaga pandangan matamu. Apalagi menjaga pandangan dari hal-hal yang haram untuk kamu lihat. Karena apa? Bener banget sih kalau ada pepatah yang mengatakan dari mata jatuh ke hati. Kalau matanya nggak dijaga maka sangat BERPOTENSI BESAR menjadi penyakit hati dan penyakit pikiran. Makanya mikirnya gitu. Kalau kata Aa Gym, jangan salahkan cinta. Karena bisa jadi kamu jatuh cinta karena kamu tidak bisa menjaga pandanganmu. Karena cinta sejati itu ada setelah akad terucap. Kalau akad belum terucap, hemmm waspadalah karena syaitan selalu menjadikan indah apa-apa yang diharamkan.</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jadi kesimpulanku, kamu BEBAS mau nikah diusia berapapun. Ya maksudku minimal telah matang secara psikologis dan biologis. Namun kamu butuh banyak koreksi lagi apa alasanmu menikah. Sejauh mana ilmu yang kamu siapkan untuk mewujudkan suatu pernikahan dan yang nggak kalah penting ilmu parenting. Kalau ilmunya aja belum siap, maka pikirkan ulang kembali deh. Kita kalau mau traveling aja butuh persiapan yang super duper matang, apalagi ini perjalanan pernikahan yang nggak bakalan tuntas dikerjakan 1 atau dua hari saja. Kalau persiapannya nggak mateng, maka secara nggak langsung kamu udah dzolim sama anak. Baik itu anak orang lain (yang jadi pasanganmu) dan dzolim sama anakmu sendiri.</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Pokoknya jangan sampe lagi deh ada anggapan "Daripada zina, mending nikah aja". Heyyy, pernikahan itu ibadah yang sangat suci. Menikah nggak semurahan itu. Pikirkan ulang deh kalau alasannya "hanya" karena ini. Kasian tau istri dan anak-anakmu kelak.</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<b><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Bagaimana dengan ta'aruf?</span></b><br />
<span style="font-size: 12pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: 12pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">Akhir-akhir ini, istilah </span><i style="font-size: 12pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">ta’aruf</i><span style="font-size: 12pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">
bukanlah suatu istilah yang asing didengar di telinga kita. Istilah </span><i style="font-size: 12pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">ta’aruf</i><span style="font-size: 12pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"> biasanya identik dengan cara
seseorang melakukan pendekatan kepada calon pasangannya tanpa melakukan
pacaran, atau tetap memerhatikan norma-norma yang ada dalam agama. Secara
bahasa apabila diartikan, </span><i style="font-size: 12pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">ta’aruf </i><span style="font-size: 12pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">memiliki
arti saling mengenal atau berkenalan.</span></span><br />
<span style="font-size: 12pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: 12pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">Karena memerhatikan norma-norma didalam agama, maka </span><i style="font-size: 12pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">ta’aruf </i><span style="font-size: 12pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">WAJIB melibatkan orang ke-3. Orang ke-3 ini tentu bukanlah
orang yang sembarangan dipilih. Ia merupakan orang yang memiliki pemahaman
agama yang sangat baik, pun ia sudah menikah. Mengapa wajib memilih orang yang
sudah menikah? Hal ini dilakukan untuk menghindari fitnah dan atau hal-hal yang
tidak sesuai dengan norma-norma didalam agama selama proses </span><i style="font-size: 12pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">ta’aruf </i><span style="font-size: 12pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">berlangsung. Orang ke-3 ini
biasanya identik dengan guru ngaji atau pihak keluarga yang memiliki pemahaman
agama yang sangat baik.</span></span><br />
<span style="font-size: 12pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: 12pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">Mengapa WAJIB melibatkan orang ke-3? Agar ketika melakukan proses </span><i style="font-size: 12pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">ta’aruf
</i><span style="font-size: 12pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">ke-2 calon pasangan ini tetap dapat menjaga dari hal-hal yang tidak
dibenarkan didalam agama. Hal-hal yang biasanya dilakukan oleh orang-orang yang
sedang berpacaran, seperti halnya </span><i style="font-size: 12pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">khalwat
</i><span style="font-size: 12pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">atau berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Jadi tidak benar
jika selama proses </span><i style="font-size: 12pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">ta’aruf </i><span style="font-size: 12pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">berdua-duaan
atau pergi berdua layaknya sepasang kekasih yang berpacaran seperti, jalan,
nonton, makan, foto-foto, dll. Bahkan untuk sekedar “</span><i style="font-size: 12pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">chat</i><span style="font-size: 12pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;">” saja, harus melalui orang ke-3 ini atau misal melalui
orangtuanya.</span></span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Lantas bagaimana cara
mengenali calon pasangan kita? Bukankah segalanya dibatasi?</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: 12pt; text-indent: 36pt;">Karena ta’aruf terkesan banyak “membatasi” maka biasanya ta’aruf identik
dengan CV. Namun sebenarnya, CV berlaku hanya jika memang kamu benar-benar
tidak mengenal orang</span><span style="font-size: 12pt; text-indent: 36pt;"> </span><span style="font-size: 12pt; text-indent: 36pt;">tersebut. Jadi
apabila kamu telah mengenal orang tersebut, karena misal dulunya kalian adalah
teman maka tidak usah ada CV. CV hanya sebatas informasi awal saja untuk
mengetahui profil umum calon pasanganmu.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: 12pt; text-indent: 36pt;">Namun faktanya, menurut salah satu psikolog senior yang sangat saya kenal,
kurang lebih sekitar 70% kliennya yang bermasalah didalam hubungan
pernikahannya berasal dari yang dulunya menikah karena melakukan proses </span><i style="font-size: 12pt; text-indent: 36pt;">ta’aruf</i><span style="font-size: 12pt; text-indent: 36pt;">. Jika seperti ini menurutnya permasalahan
terjadi cenderung lebih sulit untuk diselesaikan. Selidik punya selidik,
ternyata ta’aruf yang dilakukan hanya percaya kepada CV saja, tanpa dilakukan
penyelidikan lebih lanjut. Oleh karena itu jika kamu menerima CV jangan
langsung percaya begitu saja dengan informasi yang dia berikan, terutama
informasi mengenai karakteristik dirinya. Logikanya mana ada orang yang akan
sangat jujur mengatakan kekurangan dirinya.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span style="font-size: 12pt; text-indent: 36pt;">Seperti halnya ketika seseorang hendak </span><i style="font-size: 12pt; text-indent: 36pt;">apply</i><span style="font-size: 12pt; text-indent: 36pt;">
suatu pekerjaan, mana ada orang yang sangat jujur menuliskan di dalam CV bahwa
misal dia merupakan tipikal orang yang males, tidak bisa bekerjasama dengan
tim, tidak bisa bekerja dibawah tekanan, dll. Dapat dipastikan ketika seseorang
hendak melamar pekerjaan saja ia menutupi berbagai hal negatif yang terdapat di
dalam dirinya, mengapa? Karena namanya juga masa promosi, pasti lah ya yang
ditunjukan adalah yang baik-baiknya saja. Begitupun dalam CV ta’aruf, saya
sangat yakin tidak ada satu orangpun yang akan sangat jujur dengan siapa
dirinya yang sesungguhnya. Namanya juga masa promosi, tentu saja harapannya
adalah diterima dengan sangat baik bukan untuk ditolak.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-size: 12pt; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Lantas bagaimana jika mendapatkan CV? Layaknya perusahaan, kamu wajib
melakukan tes berikutnya yaitu wawancara dan tes psikologi. Namun bukankah
cukup bertanya kepada orang-orang terdekatnya? Jawaban saya tidak, mengapa?
Karena logikanya mana ada orang yang mau membuka aib orang lain apa lagi itu
merupakan orang terdekatnya. Jadi ketika kamu mendapatkan informasi dari orang
terdekatnya, jangan sampai kamu langsung percaya 100% begitu saja.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jadi apa yang harus
dilakukan ketika melakukan proses <i>ta’aruf</i>?
<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Berikut beberapa tips
yang bisa kamu lakukan ketika melakukan proses <i>ta’aruf </i>:<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">1.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><b><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kepo medsos</span></b><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">! Hal ini hukumnya mutlak
bin wajib. Karena kita akan sangat mudah menilai gambaran umum seseorang
seperti apa melalui media sosialnya. Lihatlah apa postingan yang sering ia
tampilkan, jika ada yang memberikan komentar pada postingannya perhatikan
bahasa yang ia gunakan untuk membalas postingan tersebut. Siapa teman-teman di
media sosialnya, meski tidak menjamin 100% yang berteman dengannya di media
sosial merupakan orang yang benar-benar dia kenal, setidaknya dengan ini
memberikan banyak gambaran dalam lingkungan seperti apa dia bergaul. Selain
itu, kamu juga bisa mengecek <i>account </i>apa
saja yang ia ikuti pun postingan seperti apa yang biasanya ia <i>like</i>, dll <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">2.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><b><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Buatlah genogram keluarga</span></b><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">! Seperti penjelasan
sebelumnya, dengan membuat genogram maka kalian berdua akan mengetahui
asal-usul keluarga kalian seperti apa pun dengan permasalahan-permasalahan
secara turunan itu apa saja, dll. Melalui informasi yang terdapat di dalam
genogram, kita akan mengetahui dan memahami kiranya luka batin seperti apa yang
dimiliki oleh kita dan calon pasangan. Luka batin yang berujung kepada emosi
warisan yang akan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam menjalankan
pernikahan<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">3.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><b><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Datangi psikolog atau
grafolog</span></b><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">! Biarkan mereka menilai secara objektif kejiwaan kalian
berdua. Hal ini dilakukan untuk melihat kiranya potensi masalah seperti apa
yang akan dihadapi jika kalian menikah<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">4.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><b><i><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Emotional healing theraphy</span></i></b><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">. Setelah hasil
konsultasi dengan ahli didapat, lakukan proses terapi melepaskan emosi negatif
atau yang dikenal dengan <i>healing</i> luka
batin yang diakibatkan oleh <i>inner child</i>.
Mengapa hal ini dilakukan? Karena luka batin memiliki pengaruh yang sangat
besar terhadap kondisi pernikahan yang akan kalian jalankan kelak, pun ketika
nanti kalian berdua menjadi orangtua. Singkatnya, perlakuan orangtua kepada
kita akan memberikan rekam jejak terdalam dalam pikiran bawah sadar kita.
Dimana ketika memutuskan untuk menikah dan menjadi pasangan, secara otomatis
tanpa kita sadari kita akan menjadi peniru ulung bagaimana sikap orangtua dulu
ketika menjadi pasangan. Begitu pula ketika kita menjadi anak, maka kita akan
banyak belajar akan sikap orangtua kepada kita selama proses pengasuhan, dan terdapat
kemungkinan besar kitapun akan meniru cara mereka mengasuh kita.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jika memang contoh yang diberikan oleh orangtua kita baik, tentu saja itu
bukanlah suatu masalah. Namun jika sebaliknya, maka itu akan menjadi masalah
terutama terhadap pernikahan yang akan dijalankan. Semakin seorang anak
menyayangi orangtuanya, maka ia akan menjadikan orangtuanya sebagai contoh
terbaik dalam hidupnya. Begitupun sebaliknya, ketika seorang anak semakin
membenci orangtuanya maka ia pun akan meniru sikap orangtuanya tanpa pernah ia
sadari. <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; text-align: justify;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Singkatnya, pernikahan dan pengasuhan yang dijalankan sesederhana
melakukan <i>copy paste</i> terhadap sikap
orantua kita dulu. Oleh karena itu, ketika kita menyadari bahwa kita menerima
perlakuan negatif dari orangtua, maka sebelum menikah kita WAJIB melakukan
proses <i>healing</i>. Proses ini digunakan
agar kita tidak dzalim terhadap pasangan maupun anak. Bukankah didalam Al
Qur’an dijelaskan bahwa kita tidak boleh meninggalkan generasi yang lemah? Oleh
karena itu lakukan lah <i>healing theraphy</i>
sebelum semuanya terjadi. Dengan jiwa yang bersih, jiwa yang terbebas dari luka
batin dimasa lalu maka insya Allah kita akan dapat membangun hubungan
pernikahan yang jauh lebih berkualitas. Bukankah pernikahan berkualitas
merupakan pernikahan impian semua orang? </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">5.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; line-height: normal;">
</span></span><!--[endif]--><b><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Istikharah</span></b><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">. Setelah melakukan
berbagai analisis pun dibarengi dengan ikhtiar yang optimal, maka tugas kita
hanyalah menyerahkan semuanya kepada Allah. Mintalah petunjukNya, apakah benar
ia orang yang tepat dan layak untuk membersamaimu kelak?</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-size: 12pt; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-size: 12pt; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"> Namun, dua orang yang baik belum tentu cocok untuk menikah. Oleh karena
itu, kalian WAJIB melakukan diskusi mengenai hal-hal yang akan kalian jalankan
ketika kalian memutuskan untuk menikah. Seperti diskusi mengenai cita-cita
setelah menikah, pembagian peran didalam keluarga, gaya pengasuhan yang akan
kalian terapkan, dll. Hal ini dilakukan lagi-lagi untuk mempertimbangkan apakah
kalian benar-benar cocok untuk menjalankan pernikahan ke depannya.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif; font-size: 12pt; text-indent: 36pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif; font-size: 12pt; text-indent: 36pt;"> Ko terkesan ribet ya? Bagaimana kalau pacaran saja, pacaran yang lama biar
lebih saling mengenal. Tentunya dalam hal ini pacaran bukanlah solusi yang
tepat, mengapa? Karena tidak ada jaminan meski puluhan tahun pacaran kamu bisa
mengenal dia seutuhnya. Hal ini dikarenakan pacaran dapat dikatakan sebagai
masa promosi. Masa dimana seseorang berusaha seoptimal mungkin mengeluarkan
sisi terbaik dari dirinya. Namanya juga masa promosi, masa iya dia mengeluarkan
sisi buruk dari dirinya. Oleh karena itu, sering kali kita dengar seseorang
berubah setelah menikah. Dengan kata lain, sosok manis yang dikenal selama
pacaran berubah menjadi sosok yang begitu menyebalkan setelah menikah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 14.2pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -14.2pt;">
<span style="font-size: 12pt; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Selama pacaran, jika ada suatu hal yang tidak menyenangkan maka berusaha
ditahan-tahan agar emosi tidak meledak hingga menimbulkan kemarahan. Mengapa
hal ini terjadi? Karena ketika berpacaran terdapat suatu ketakutan apabila
kehilangan orang yang dicintai. Namun ada juga ko yang selama berpacaran kalau
marah ya marah saja, tidak pernah jaim. Nah, jika hal ini terjadi coba pikirkan
kembali karena masa pacaran saja misal level marahnya berada dilevel 5 sangat
besar kemungkinan setelah menikah marahnya menjadi naik ke level 50. Masa
promosi saja sudah tidak mampu menahan emosi, apa lagi sudah tidak promosi.
Jadi masih yakin mau pacaran lama? Dosa iya, jodoh juga belum tentu.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<i><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span><i><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Anyway</span></i><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">, meski semua ikhtiar
telah dilakukan pun pada akhirnya kalian memutuskan untuk menikah, bukan
berarti pernikahan kalian ke depannya akan berjalan tanpa masalah. Badai dalam
pernikahan SELALU ada, pun dalam setiap tahapan perkembangan keluarga yang
ujiannya berbeda-beda. Karena setelah menikah yang dinamakan dengan beradaptasi
itu ya dilakukan setiap hari, mengapa demikian? Karena yang dinikahi merupakan
manusia bukan benda mati, oleh karena itu ujiannya pasti ada saja. Oleh
karenanya, menikah disebut sebagai ibadah dengan durasi yang sangat lama karena
bahkan ujian ibadah didalam pernikahan bahkan terjadi disetiap detik.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-size: 12pt; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-size: 12pt; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Melalui berbagai proses yang mungkin terkesan ribet ini, bukan berarti
mencari sosok yang sempurna. Tidak seperti itu, karena diri kitapun bukanlah
sosok manusia sempurna. Semua proses dilakukan untuk mengukur diri dan calon
pasangan, seberapa besarkah kemungkinan kalian bisa bersama jika menikah.
Dengan kekurangan dan kelebihan baik yang dimiliki oleh pasangan maupun yang
dimiliki oleh diri sendiri, seharusnya justru memang harus jadi semakin saling
menguatkan satu sama lain. Karena menikah hanya dianggap ibadah hanya jika
melalui pernikahan seseorang bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi, baik
secara sosial; emosi; bahkan spiritual.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Well, aku pernah denger beberapa kali ada kasus yang menikah dengan proses "ta'aruf" ini dan dengan begitu aja lamarannya langsung diterima. Jadi seorang laki-laki yang ditemenin ustadznya secara langsung gitu aja nyamperin rumah perempuan dan detik itu juga ngelamar. Entah gimana pemikirannya, pokoknya itu perempuan dan keluarga detik itu juga menerima lamarannya dan mempercepat proses pernikahan. So, jika sikonnya kaya gitu, menurutku ini terlalu beresiko sih mengapa? Karena satu sama lain belum ada proses cross check. Anehnya lagi, itu ustadz yang menceritakan hal tersebut menganggap kalau hal itu sungguh sangat luar biasa dan patut untuk dijadikan contoh. Jujur sejujur-jujurnya, diriku yang menyimak kajian tersebut langsung gemes. Soalnya menikah nggak sesimple itu juga. Menikah butuh banyak banget hal yang dianalisis. Diriku super nggak setuju kalau cek dan ricek aja belum, tapi udah langsung menentukan tanggal menikahnya kapan. Aku tekankan ya, aku emang nggak pacaran dan nggak setuju sama pacaran, tapi nggak kaya gini juga caranya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Aku tuh ibarat kata, udah bosen sebosennya dengerin curhatan ibu-ibu yang nggak betah sama pernikahannya. Efeknya apa? Jelas aja hidupnya nggak bahagia pun hal ini berdampak sama parenting yang diterapkan. Gini lho ya, orang yang nikahnya aja berdalih "Kita udah saling kenal ko", itu aja sering banget ku denger nggak harmonis pas jalanin pernikahannya, lha ini yang sama sekali nggak pake kenalan pun melakukan berbagai analisis dulu sebelum nikah hanya dengan alasan "Menikah itu ibadah, makanya lebih baik disegerakan" iya sih ibadah, tapi apakah bakalan jadi ibadah kalau pas nikah kerjaannya cek-cok mulu, perang dingin, saling menyakiti, dll. Bukankah sholat aja yang bener itu kalau ngejalaninnya tumaninah alias dinikmati gitu. Lha ini ko jadi terkesannya buru-buru ya. Bahkan nih Siti Khadizah aja untuk meyakinkan diri menjadikan Rasul sebagai suaminya, itu beliau melakukan pengamatan dan analisis yang lamaaaaa bangeettt. Beliau menganalisis dan mengamati Rasul itu ada kali sekitar 3 tahun. Hal ini dilakukan bahkan dengan mengirim orang kepercayaan beliau untuk mengamati setiap gerak-gerik Rasul. Baru setelah itu beliau mempertimbangkan, apakah Rasul pantas dijadikan suaminya. See? Nggak semudah dan seinstan itu beliau menilai, bahkan itu sekelas Rasul lho yang nggak ada cacatnya sama sekali. Lantas bagaimana kita yang seujung jari Rasul aja masih dikatakan belum mirip? Jadi masih yakin mau buru-buru memutuskan dengan dalih "Ibadah dan harus disegerakan"</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<i><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></span></i></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><i><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">“Sukses dalam pernikahan tidak selalu karena menemukan
asangan yang terbaik, namun dengan menjadi pasangan terbaik”</span></i><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></span></div>
<br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; text-align: center;">
<b><span lang="EN-US" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">-Barnett R.Brickner-<o:p></o:p></span></span></b></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Oke, sekarang kita beralih ke ngomongin <b>poligami</b></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Well, poligami itu pilihan sih. Mau dilaksanakan silahkan, enggak juga nggak apa-apa. Tapi yang paling berat sebenernya menurutku itu suami sih ya. Soalnya dengan ia memutuskan untuk melakukan poligami, maka ia secara bersamaan akan melaksanakan fase perkembangan keluarga yang berbeda. Jadi misal kalau posisinya ia udah punya anak usia ya remaja lah dari istri yang pertamanya, terus ia nikah lagi. Nah berarti suami ini bakalan ngejalanin fase jadi pengantin baru lagi kan dengan istri barunya, pun disisi lain dia juga menjalankan fase perkembangan keluarga dengan anak usia remaja (saya membahas lebih dalam family life cycle <a href="http://sani-atu.blogspot.com/2013/06/perkembangan-keluarga-kenapa.html" target="_blank">di sini </a>). </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Satu fase perkembangan keluarga itu udah luar biasa tugas dan tantangannya banyak banget, apa lagi misal ini ngerjain 2 atau bahkan 3 atau 4 sekaligus. So, KEREN banget sih kalau bisa jalankan kesemuanya dengan sangat baik. Tapi lebih baik pikirkan lagi deh. Koreksi dulu gitu perjalanan keluarga yang pertama, apakah beneran yakin udah dijalankan dengan baik? Dan satu hal lagi bagi para pria yang ingin poligami, tanyakan ke dalam diri "Apakah kalau kamu punya anak perempuan, kamu siap dan nggak apa-apa kalau anak perempuanmu dipoligami?" </span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b>Gender</b></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b><br /></b></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Beralih ke ngomongin gender. Entah kenapa kalau ngomongin gender selalu identik sama ngomongin feminis, dimana kalau udah ngomongin feminis berarti identik sama ngomongin patriarki. </span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">So, disini ku bakalan mencoba membahas apa dan bagaimana gender yang identik sama feminis itu. Sebenernya kan ya, gender itu nggak melulu ngomongin perempuan lho ya. Termasuk ngomongin gender juga kalau ngangkat kasus misal kekerasan yang didapatkan oleh pria, atau anak (misalnya). Tapi karena kita bakalan bahas gender yang sangat identik dengan feminis ini, maka yang jadi fokusnya hanya itu aja ya.</span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Well, diriku belajar gender lebih dalam pas kuliah sih. Jadi nama mata kuliahnya itu Gender dan Keluarga. Dosennya salah satu dosen favoritku yaitu Dr. Ir. Herien Puspitawati., M.Sc., M.Sc (beliau mengambil S2 dua kali mengenai keluarga dan gender di USA). Selain itu beliau juga merupakan anggota tim pakar Gender nasional di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, tim pakar grand design pembangunan kependudukan 2010-2035 di Kementrian Sosial-RI, dan Ketua Bidang Ketahanan Keluarga di Pusat Kajian Gender dan Anak PKGA) LPPM IPB, dan dari beliau lah diriku banyak belajar. Kenapa ku jeberkan semua ini? Biar nggak ada pemikiran ini hanya subjektif opiniku saja, tanpa ada landasan akademis yang jelas, pun belajar langsung dari ahlinya. </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Uniknya kebanyakan orang yang ngomongin gender ternyata pendapatnya super berbeda dengan beliau yang memang benar-benar mengkaji ini langsung ke negara tempat berkumpulnya para feminis. Bahkan seperti yang udah ku bilang, beliau sampai dua kali ngambil S2 mengenai keluarga dan gender, pun pas di USA sana beliau sering banget terlibat dalam berbagai penelitian mengenai gender ini.</span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Balik lagi ke ngomongin gender. Sebenernya kata beliau, ketika beliau mau membuat mata kuliah gender dan keluarga, itu banyak banget pertentangannya. Karena konsep gender identik dengan teori konflik sosial sementara keluarga identik dengan konsep teori struktural fungsional, dimana dua teori ini merupakan teori yang super duper bertentangan, jadi nggak mungkin bisa disandingkan, namun sebenarnya beliau berpendapat justru gender dan keluarga itu sangatlah tidak bisa dipisahkan. Erat banget kaitannya. Karena sebenernya, setiap orang itu belajar konsep gender pertama kali itu dari keluarga. Jadi sangat mungkin terdapat perbedaan pemikiran mengenai gender pada setiap orang, karena dilatar belakangi keluarga yang berbeda-beda.</span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Mari kita mulai membahas gender ini dengan </span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">1. Nature (kodrat) VS nurture (non kodrat)</span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Ini pemahaman dasar yang harus bener-bener dipahami sebelum ngomongin gender lebih jauh. Soalnya suka lucu aja sih, orang ngomongin gender tapi sebenernya konsep dasar antara kodrat dan non-kodrat aja masih salah. Jadi gini ya, kodrat itu udah bawaan dari lahir dan nggak bisa diutak-atik alias alamiah. Misal kalau perempuan itu udah kodratnya punya rahim, menstruasi, punya payudara yang bisa dipake buat menyusui, hamil, melahirkan, dan dibuahi. Sementara kalau laki-laki itu kodratnya punya sperma makanya bisanya membuahi, punya jakun. </span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Sementara non kodrat itu kaya misal masak, beres-beres, ngasuh anak, dll. Jadi udah SALAH BESAR kalau masih aja ada yang ngomong "Perempuan kan kodratnya di rumah dan ngurusin rumah plus anak. Kodratnya perempuan itu ya gitu. Makanya kalau keluarga nggak bener ya itu salahnya perempuan dong. Ngurus anak dan didik anak juga kodratnya perempuan. Kodratnya laki-laki itu ya cari uang, dll" Hey, itu pendapat yang super SALAH. Iya, SALAH FATAL. Karena gini lho ya, yang namanya kodrat itu nggak bisa dipertukarkan contohnya hamil. Masa iya kalau istri cape hamil terus tukeran gitu hamilnya sama suami? Ya enggak kan. Nah jadi, nature dan nurture itu dua hal yang sangat berbeda. Kalau hal tersebut masih bisa dikerjakan sama lawan jenis, itu namanya non kodrat. Kaya misal beres-beres rumah dan masak, laki-laki juga bisa dong ya ngerjain ini. Nggak dosa kan ya kalau mereka ngerjain pekerjaan rumah. Nah itu, itu namanya nurture alias non kodrat. Paham ya sampai situ.</span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Istilah gender pertama kali dikenalkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan (kodrat) dan yang bersifat bentukan budaya yang dipelajari dan disosialisasikan sejak kecil (non-kodrat). Perbedaan konsep gender inilah yang secara sosial telah melahirkan perbedaan peran antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat. Namun, kebudayaan yang dimotori oleh budaya patriarki lah yang menafsirkan perbedaan biologis ini menjadi indikator kepantasan dalam berprilakuyang akhirnya berujung kepada pembatasan hak, akses, partisipasi, kontrol, dan menikmati manfaat dari sumber daya dan informasi.</span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">2. Apa itu <b>patriarki</b>?</span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Patriarki adalah bentuk kekerabatan dengan keluarga inti yang mengacu kepada keturunan laki-laki. Nah lawannya patriarki ini adalah matriarki, kalau matriarki itu sebaliknya jadi mengacu kepada keturunan perempuan.</span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jadi kalau dikembalikan ke dalam realita keluarga, patriarki ini menempatkan laki-laki sebagai pusat segala pusat. Sementara posisi perempuan sebagai subordinasi. Laki-laki memiliki posisi sebagai kepala keluarga dan diberi label sebagai pemimpin serta pencari nafkah utama. Oleh karena itu, laki-laki identik dengan pengambil keputusan utama baik itu didalam keluarga maupun di dalam masyarakat.</span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Subordinasi ini lah yang menyebabkan perempuan memiliki posisi yang terpinggirkan. Perempuan identik sebagai ibu rumah tangga dan istri yang selalu berada di belakang bayang-bayang suami, berikut beberapa contoh patriarki yang diterapkan didalam keluarga :</span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">1. Peran perempuan di sektor domestik (rumah) dan peran laki-laki di sektor publik</span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">2. Keharmonisan rumah tangga merupakan tanggung jawab perempuan</span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">3. Pendidikan diutamakan untuk anak laki-laki</span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">4. Laki-laki tabu untuk mengerjakan pekerjaan rumah</span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">5. dll</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Kenapa konsep gender banyak dipertentangkan?</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">1. Berasal dari negara barat, sehingga sebagian masyarakat menganggap bahwa gender merupakan propaganda nilai-nilai barat yang sengaja disebarkan untuk mengubah tatanan masyarakat khususnya di Timur</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">2. Merupakan gerakan yang membahayakankarena dapat memutar balikan ajaran agama dan budaya. Karena konsep gender berlawanan dengan kodrati manusia</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">3. Berasal dari kemarahan dan kefrustasian kaum perempuan yang menuntut haknya untuk menyamai laki-laki</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">4. Adanya mindset yang sangat kaku dan konservatif di sebagian masyarakat terkait pembagian peran antara perempuan dan laki-laki seperti : kodrat perempuan adalah mengasuh anak dan kodrat laki-laki adalah mencari nafkah</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Sejararah singkat pergerakan feminisme</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Gerakan feminisme merupakan gerakan konflik sosial yang dimotori oleh para tokoh feminisme dengan tujuan untuk mendobrak nilai-nilai lama (patriarki) yang selalu dilindungi oleh kokohnya tradisi struktural fungsional. Gerakan ini dimulai di Barat sekitar tahun 1960an. Beberapa kali feminis menuduh keluarga sebagai perangkap yang membuat perempuan menjadi budak. Singkatnya, gerakan feminis ingin menghancurkan nilai-nilai patriarki dimana kalau menurut Megawangi (1999) ciri khas gerakan feminis ingin menghilangkan institusi keluarga atau paling tidak mengadakan defungsionalisasi keluarga, atau mengurangi peran institusi keluarga dalam kehidupan masyarakat.</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Gender seperti apa yang cocok diterapkan di Indonesia?</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Sejujurnya ini merupakan salah satu pertanyaan yang ke luar pas ujian sih hahah. Ketika saya menjawab soal ini, saya teringat ketika dosen saya menemui senior-senior feminis yang sudah berumur. Kurang lebih begini ceritanya</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><i>"Saya sewaktu di Amerika menemui orang-orang feminis yang sudah tua, dan kalian tau apa yang mereka bilang kepada saya? Mereka kompak menjawab bahwa mereka menyesal menjadi feminis. Bahkan mereka bilang, bebasnya pergaulan di Amerika merupakan dampak dari adanya gerakan feminis. Mereka sedih karena kini di Amerika kehidupan seakan tidak terkendali. Sangat banyak anak-anak lahir tanpa bapak, free sex merajalela, narkoba, penyalah gunaan senjata tajam, remaja yang hamil di luar nikah, melahirkan diusia dini. Seandainya waktu bisa diputar, mereka tidak akan melakukan itu"</i></span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Yaaa, kurang lebih kaya gitu cerita yang dosen saya sampaikan. See? Separah itu lho dampak dari gerakan feminis yang selalu berusaha untuk menghancurkan nilai-nilai patriarki. Norma-norma dalam keluarga hilang. Permasalahan sosial yang merajalela. Apakah hal itu diinginkan pula apabila terjadi di Indonesia? Diriku sih yakin, kita semua tidak menginginkan hal-hal seperti itu terjadi.</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Well, diriku SANGAT TIDAK SETUJU kalau perempuan tidak diberikan kesempatan yang sama terhadap akses, seperti halnya pendidikan. Diriku juga nggak setuju kalau aktualisasi diri seorang perempuan hanya dibatasi di rumah aja. Perempuan sangat berhak untuk mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya. Perempuan sangat berhak mengaktualisasikan dirinya diranah publik. </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Lantas masalahnya dimana? Bukankah berarti jika seperti itu patriarki wajib dibumi hanguskan?</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Oke, sebelum membahas patriarki yang musti dimusnahkan kita balikin lagi deh bahasan kita ke dalam keluarga. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, individu belajar konsep gender pertama kali itu di dalam keluarga. Nah, kalau dibalikin ke teori maka keluarga itu poisinya ada di teori struktural fungsional. Oleh karena itu, secara otomatis di dalam keluarga bakalan ada yang namanya hirarki, dimana hirarki tertinggi di dalam keluarga adalah kepala keluarga yang otomatis identik dengan laki-laki.</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Kenapa feminis intinya tidak suka dengan patriarki yang berujung pada pemikiran bahwa keluarga harus dihilangkan? Karena jelas, dengan keluaga yang otomatis patriarki maka yang menjadi pimpinan dalam keluarga adalah laki-laki. Mereka nggak suka kalau laki-laki memimpin, karena akan menjadi penghambat akan berkembangnya potensi diri/aktualisasi diri perempuan. Sementara mereka berpikir meski keluarga ya harus setara, maksudnya perempuan dan laki-laki posisinya 50:50. Nggak ada cerita yang lebih tinggi atau yang lebih rendah. Namun coba kamu bayangkan, jika ini diterapkan akan seperti apa jadinya keluarga? Inget lho ya, keluarga itu ibarat perahu yang mana pengemudinya satu orang. Kalau yang mengemudikan dua orang, udah otomatis dong ya perahu nggak bakalan bisa berlayar dengan benar.</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Sederhananya gini, misal yang membuat keputusan dalam keluaraga itu kan satu orang. Jadi udah otomatis harus ada salah satu yang mengalah. Nggak bisa dong, ada dua keputusan berbeda. Kalau kaya gitu bukan keluarga namanya. Terus terkait anak, nggak bisa dong dua-duanya ambisius ngejar karir. Kalau menikah dan punya anak, udah otomatis harus ada salah satu yang mengorbankan karirnya. Nggak bisa masih sama-sama ambisi dan anak diserahkan pengasuhannya ke pihak lain (nany). Maksudku gini, boleh suami-istri dua-duanya kerja. BOLEH BANGET, tapi diperhatikan juga jam kerjanya. Jangan sampai suaminya pulang ke rumah setiap jam 10 malem dan istrinya juga pulang jam segitu. Ya, harus ada yang ngalah dong pulang lebih dulu, atau terkait jabatan. Ya keren sih kalau bisa sampai mentok jabatan tertinggi, tapi yakin keluarga ikhlas dikorbankan? Gini lho ya, keluarga itu ibarat bola kaca dan karir itu ibarat bola karet. Kalau bola kaca pecah, ya bisa sih dilem lagi tapi kan meninggalkan retak alias nggak balik kaya semula. Sementara karir, kalau hancur ya bisa dibangun lagi. Kalau Karir hancur, sangat bisa keluarga menjadi garda terdepan yang memberikan support. Lha kalau keluarga hancur, emang yakin karir bisa jadi garda terdepan buat support, yang ada malahan permasalahan keluarga sangat bisa menjadi penghambat optimalnya menjalankan karir (kinerja).</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Terus misal, ketika institusi keluarga undah dianggap nggak penting, dan free sex itu udah suatu hal yang sangat lumrah. Well, kalau katanya teori Maslow sex itu berada dalam kategori basic needs. Ibarat kata, setara dengan kebutuhan makan dan minum. Tapi pertanyaannya, kalau melegalkan free sex lantas apa bedanya manusia dengan hewan? Oleh karena itu, ku sempet mikir kenapa sih agama sampai mengatur "hubungan ini", kenapa musti menikah baru boleh. Karena ketika menikah, ada tanggung jawab yang mengikat. Kalau udah nikah, hubungan sosial antara suami dan istri nggak bisa seenaknya diputuskan begitu aja (cerai). Malahan ya, proses cerai itu ribeettt banget. Apa lagi kalau di Islam, itu pertimbangannya banyaaakkk. </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Coba bayangin, kalau free sex merajalela. Bakalan berapa banyak lagi anak yang terlahir tanpa bapak? Berapa banyak anak lagi yang mengundang ibunya buat melakukan aborsi? Berapa banyak anak lagi yang pas lahir ditelantarkan gitu aja, berharap ada warga berhati malaikat yang mau ngurus dengan sukarela? Coba bayangin deh, gimana rasanya jadi anak yang nggak tau orangtuanya, sedih kan? Nah makanya, mikirnya harus sampai sana.</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Tapi kan, bisa banget lho seft sex. Ya pake pengaman gitu</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Well, nggak ada yang bisa jamin sih pengaman nggak bocor. Begitu pun dengan berbagai upaya yang dilakukan agar tidak terjadi kehamilan, atau parahnya kalau kepalang hamil berusaha buat aborsi. Bahkan ku sempat mendengar sendiri secara langsung dari salah satu panti kalau ada anak yang berusaha digugurkan, tapi entah mukjikat seperti apa itu anak tetep hidup, dan mungkin karena panik itu anak masih hidup, akhirnya itu anak di simpen di lorong rumah sakit. Apa yang terjadi kemudian? Itu anak meski wujudnya cakep banget, diusia yang masih sangat kecil udah musti pake alat bantu dengar kaya lansia. </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Ada juga cerita sedih lainnya. Jadi pernah kemaleman di salah satu panti. Nah habis sholat anak-anak panti itu dibimbing buat do'a bareng sama ustadznya. Part yang paling berhasil bikin nangis, ketika itu ustadz memandu buat do'a kedua orangtua. Yess, bisa bayangin dong sedihnya mereka kaya apa. Mereka banyak juga yang nangis kejer pas do'a itu. Ya, itu kan do'a buat orantua ya. lha mereka sendiri nggak pernah tau orangtuanya kaya gimana. So, pikirkan dengan matang dan sebaik mungkin. Kita nggak boleh egois dan tunduk karena nafsu yang sebenarnya diciptakan dan diundang sendiri oleh diri kita. Kalau sampe kejadian, deu dosanya udah super dzolim sama generasi ke depan alias anak-anak.. </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Selain itu, kalau anak dilahirkan tanpa sosok bapak maka secara otomatis dia bakalan kehilangan figur bapak. Padahal kan, masa-masa awal sebagai anak-anak itu, salah satunya adalah masa dimana ia melakukan identifikasi gender. Dia belajar bahwa di dunia ini ada dua jenis kelamin yaitu perempuan dan laki-laki. Bahkan sekitar usia 4 tahun terjadi jatuh cinta yang pertama kali (menurut psikoanalisis), yang dikenal dengan istilah oedipus complex (perasaan romantis anak laki-laki terhadap ibunya, dan cemburu kepada bapaknya karena dianggap menjadi saingan dalam memperebutkan "perhatian" ibu) dan electra complex (seperti oedipus, tapi ini antara anak perempuan dan ayahnya). </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Nah apabila anak tidak melewati fase ini secara optimal (fyi, hal ini akan bergeser ketika anak memasuki usia remaja. Ketertarikan awal kepada orangtua akan beralih kepada sosok idola atau teman lawan jenis) maka tangki cinta anak akan kosong. Tangki cinta yang seyogiannya diisi penuh oleh kedua orangtua, namun kosong salah satu. Oleh karena itu, kemungkinan yang terjadi ada dua yaitu : anak akan mencari "cinta lain" agar terpenuhi contohnya kasus play boy atau play girl, dan akan menjadi sosok sebaliknya (maksudku kenapa ada laki-laki yang kemayu dan perempuan yang maskulin). Bahkan seremnya lagi, hal-hal seperti ini bisa banget berujung kepada kasus penyimpangan sexsual (LGBT). Jadi kalau menemukan kasus LGBT ini, hal pertama yang bisa dicross check adalah bagaimana hubungan dia dengan orangtuanya, dan jangan heran pelaku LGBT emang mayoritas memiliki hubungan yang buruk dengan orangtua/keluarga.</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">See?</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Masih yakin mau menambah daftar panjang permasalahan sosial di Indonesia tercinta ini?</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">So balik lagi ke pertanyaan, konsep gender seperti apa yang pantas diterapkan di Indonesia?</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jawabanku pun ini telah divalidasi dosen (penting banget ya hahaha), adalah tetep kita menerapkan budaya patriarki. Namun patriarki yang tidak rigid dan konservatif. Patriarki yang masih memberikan kesempatan kepada perempuan untuk mengembangkan dirinya seoptimal mungkin. Kalau kata mentor saya Bang Ali, mengabdi di dalam keluarga itu kewajiban dan bermanfaat untuk lingkungan sekitar (publik) itu pilihan yang merujuk kepada kewajiban, mengapa? Masa iya diri kita keberadaannya hanya dibatasi agar bermanfaat untuk keluarga saja? Di luar sana ada begitu banyak orang yang membutuhkan potensi diri kita juga. Singkatnya, kita bukan hanya manfaat buat keluarga aja tapi masyarakat juga.</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Bukankah Islam pun mengajarkan hal demikian?</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Bagaimana seorang Siti Khadizah yang super duper sukses menjalankan bisnisnya, Siti Aisyah yang dengan kecerdasannya bahkan menjadi guru juga untuk para sahabat Rasul. Hal ini bahkan Islam ajarkan sebelum lahir gerakan feminis. So, saya rasa kebebasan perempuan untuk mengaktualisasikan diri di ranah publik bukan berarti dengan cara menghancurkan patriarki atau membumi hanguskan keluarga dan mengaburkan nilai-nilai didalamnya. Justru keluarga bagi saya seperti aset masa depan, yang bisa banget dijadikan wadah pendidikan berkualitas untuk melahirkan dan membentuk generasi-generasi emas pembangun peradaban. </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Jadi, saya nggak setuju pake banget kalau patriarki dihancurkan. Namun memang dalam penerapan patriarki konservatif udah jadi PR bersama buat memerbaiki hal-hal yang emang membatasi aktualisasi diri perempuan. Pun juga kalau dibalikin ke keluarga, yang namanya keluarga itu udah otomatis jadi tanggung jawab suami dan istri. Kaya misal mendidik anak, ya bukan tugas ibu aja tapi bapak juga wajib mengambil peran selama proses berlangsung. Jadi kalau anak bandel, nggak bisa menyalahkan 100% perempuan (ibu) ya introspeksi juga sebagai bapak apakah udah memberikan peran optimal dalam pengasuhan?</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">So lagi-lagi sih saya bilang, memersiapkan diri sebelum nikah itu emang rada-rada ribet sih. karena ketika berkeluarga udah otomatis tanggung jawabnya jadi banyak. Ketika kita mencintai seseorang dan mengukuhkan diri dalam ikatan pernikahan, jangan lupa suatu saat nanti ketika Allah mempercayakan anak maka kita juga wajib udah siap jadi orangtua, nggak pake tapi. Oleh karena itu, pikirin lagi alasan kamu kalau masih berpikiran "buru-buru nikah". Iya sih nikah itu ibadah, tapi apa bakalan jadi ibadah kalau pas jalanin justru malah saling menyakiti?</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Ya begitulah kira-kira beberapa hal yang pengen saya sampaikan (maap nih ye suka nggak konsisten pake kata "saya" terus jadi "Aku" hahaha). Nulis ini bukan apa-apa sih, karena suka ade aje yang nanyain masalah ini. Masalah yang berkaitan sama fenomena hijrah ini. Fenomena hijrah yang juga merembet ke hal-hal seperti nikah muda bahkan poligami (sebagian sih, btw di IG sampe ada accountnya boleh dicek dan dipelajari). So, balik lagi sih menurutku ya namanya hidup ya pilihan. Kita semua udah dewasa dan tau bagaimana konsekuensi atas semua keputusan yang kita ambil.</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Nb : Ini ditulis awalnya ada kali 2 minggu yang lalu pas masih di Bandung. Terus selama perjalanan ke Tasik di kereta nulis ini, nyampe rumah ke skip karena beberapa kerjaan (alesan hahaha) dan mentok (ini sih yang paling bener) mau nulis apaan lagi. Hamdallah, akhirnya kelar juga pas har Jum'at berkah. Ambil manfaatnya buang yang jeleknya. So seperti slogan warung Nasi Padang "Kalau bagus ceritakan ke teman, tapi kalau jelek hubungi kami" hahahaha. </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: left;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
Saniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9061417348565314057.post-23275678779793590112019-01-15T15:39:00.002+07:002019-01-15T16:13:13.596+07:00Masuk Kriteria 😱 #cumanpengencurhat🙎🏻: Me<br />
👩🏻: Fatma<br />
<br />
Suatu siang menuju sore<br />
👩🏻: Eh masa kata kak Rian (bukan nama sebenarnya), ada 4 orang wanita di IPB yang layak untuk dinikahi<br />
🙎🏻: Waahhh masa? Siapa aja Ma<br />
👩🏻: Aku, kak Sani, kak Meli (bukan nama sebenarnya), dan satu lagi aku lupa haha<br />
🙎🏻: Ah serius?<br />
👩🏻: Iyaaaa, dia ngomong kaya gitu coba hahaha<br />
🙎🏻: (sambil mikir, secara ya neeee kak Rian merupakan salah satu pejabat BEM yang supeerrr keren. Gimana eyke kaga terharu dibilang kaya gitu 😂)<br />
👩🏻 : Tapi akhirnya dia milih kak Meli untuk dinikahi hahahha<br />
🙎🏻: Hahahha iya Ma, nggak nyangka ya masuk kategori itu wkwkw<br />
<br />
Dan sama-sama balik mikir<br />
Kita berdua diusia segini masih single 🤣<br />
Tapi nggak apa-apa ya kaannn, karena yang paling tepat telah dipersiapkan olehNya. Cuman belum tau kapan 😂<br />
<br />
Perbaiki Diri Lakukan yang Terbaik<br />
<br />
👌🏻😆Saniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9061417348565314057.post-39028099073413311412018-12-28T13:46:00.001+07:002019-01-03T05:15:53.881+07:00Perbincangan Dua Perempuan Di dalam sebuah garasi<br />
<div>
"Nanti mau ikut kajian nggak di TSB?"</div>
<div>
"Boleh, kajian apa?"</div>
<div>
"Sianida"</div>
<div>
"Sianida?" mengerutkan kening</div>
<div>
"Iya, siap nikah muda hahhaha"</div>
<div>
"Oalah. Iya.. Iya, aku juga tau dari temen. Eh katanya boleh sekalian bawa CV"</div>
<div>
"Waahh, masa?"</div>
<div>
"Iya teh"</div>
<div>
"Ya udah, kamu bawa CV"</div>
<div>
Terkekeh "Hehehe, adanya juga CV kerjaan"</div>
<div>
"Aku nggak mau kalau bawa CV"</div>
<div>
"Lho kenapa?"</div>
<div>
"Pasti isinya yang muda-muda. Emang ada yang mau sama aku"</div>
<div>
Glek, menelan ludah dan tertohok. Sosok wanita di depanku yang sedang menurunkan barang dari bagasi mobil merahnya berparas sangat cantik, ya sangat cantik tanpa terkecuali sedikitpun. Kini usianya menginjak 37 dan tahun depan sudah lah pasti menginjak usia 38, namun meski begitu ia nampak sangat awet muda seperti berusia 29, dan usia selalu menjadi salah satu faktor yang membuat seorang perempuan cemas terutama jika dihubungkan dengan pernikahan. </div>
<div>
"Mmhh.. Aku punya kenalan, ya belum lama sih kenalnya. Dia cocok ko sama teteh, dia keren. Dia peneliti dan teteh dosen, ya cocok lah. Usianya 34, gimana?" </div>
<div>
"Memang dia mau sama aku? Aku kan lebih tua" Terdengar nada pasrah ketika menyinggung usia dan tentu saja aku terdiam mematung. Sulit untuk menyangkal. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Setelah semua barang di dalam bagasi diturunkan semua, kami pergi ke arah berbeda. Masing-masing mempersiapkan diri untuk ikut kajian nanti sore. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sore... </div>
<div>
<br /></div>
<div>
"Yu" ajaknya dan aku mengangguk. Berjalan ke arah garasi membuka pintu gerbang lalu menutupnya kembali dan masuk ke dalam mobil merahnya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kami terdiam, terutama diriku. Aku merasa sangat segan untuk memulai percakapan. Otakku berpikir sangat keras, mengapa wanita secantik dia belum menikah, dan apa yang salah? Tingginya bagaikan model-model majalah, kulitnya putih bersih tanpa noda bahkan jerawat sedikitpun, dia pintar bahkan sangat pintar bahkan sekarang ia menjadi dosen tetap di salah satu universitas ternama, agamanya baik, keturunan baik-baik, dan ia mapan. Lantas mengapa? Mengapa ia belum menikah diusianya kini? </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kami terdiam. Aku sibuk dengan berbagai pertanyaan di dalam kepalaku dan mungkin dia fokus mengemudikan mobilnya. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
"Ustadznya ganteng lho yang mau ngisi" Ia membuka percakapan </div>
<div>
"Wha iya?" </div>
<div>
"Iya, beda sama ustadz yang lain. Ganteng, six-pack, Lc, keren deh hahah" </div>
<div>
"Oh hahahha, dasar" </div>
<div>
"Dan dia menikah muda. Anaknya sudah dua kalau tidak salah" </div>
<div>
Lagi-lagi ia secara tidak langsung menyinggung masalah usia dan pernikahan, dan aku berusaha mengalihkan.</div>
<div>
"Kalau kata temenku, mas-mas ganteng nan sholeh sudah habis sama mba-mba keren hehehhe"</div>
<div>
"Maksudnya?"</div>
<div>
"Jadi pernah ada di kampus ikhwan yang ganteng banget. Saking gantengnya setiap perempuan yang papasan sama dia, suka jadi baper hhahaha"</div>
<div>
"Oh ya, ko bisa?"</div>
<div>
"Karena selain ganteng dan agamanya bagus, dia juga aktivis kampus hahha"</div>
<div>
"Oohh pantesan"</div>
<div>
"Dan kita sebagai perempuan suka menebak-nebak seperti apa wanita yang kelak ia pilih. Pasti ia memilih sosok wanita yang sempurna, dan pastinya wanita tersebut cantik hahaha" Aku berusaha mencairkan suasana. Ku melihat ia mulai terkekeh ikut tertawa.</div>
<div>
"Terus dia menikah" lanjutku "Dan kita semua kaget atas perempuan yang dia pilih"</div>
<div>
"Lho ko bisa?"</div>
<div>
"Karena maaf, secara fisik wanita itu sangat tidak cantik. Wanita itu gendut, berkulit hitam, tidak suka dandan, ya pokoknya maaf jelek lah secara fisik"</div>
<div>
"Hemm, berarti dia menikah bukan karena fisik"</div>
<div>
"Iya, bukan karena fisik. Tapi dia keren sih. Dia sama-sama aktivis, dan ya dia juga mahasiswi berprestasi. Secara kualitas cocok lah"</div>
<div>
Benar saja, beberapa detik kemudian kita terdiam. Berusaha merangkai kata yang pas untuk melanjutkan obrolan ini.</div>
<div>
"Karena ternyata cantik saja tidak cukup" lanjutnya dengan nada yang sangat lirih. Aku benar-benar dibuat terdiam kali itu. Ada nada kecewa yang sangat mendalam yang aku dengar dengan ucapannya.</div>
<div>
"Kadang, astagfirullah suka berpikir kalau ada orang yang menikah terus merasa bahwa sebenarnya yang lebih pantas menikah itu kita, bukan dia. Astagfirullah, harusnya nggak boleh gitu ya?"</div>
<div>
"Hehehe iya" Aku bahkan tertawapun sangat canggung ketika berada dalam situasi itu.</div>
<div>
"Ya tapi bagaimana, orang udah jodohnya hahaha" ia tertawa kecil dan aku mencoba untuk ikut tertawa juga.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kami terdiam, lagi-lagi terdiam. Lalulintas Kota Bandung sangat lenggang sore ini, namun tidak selenggang perbincangan kami di dalam mobil ini.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
"Aku sebenarnya bingung" ia lagi-lagi membuka percakapan</div>
<div>
"Bingung kenapa?" tanyaku</div>
<div>
"Kita kan tidak boleh menyesali apa yang sudah terjadi. Usiaku terus bertambah dan aku perempuan. Kamu tau kan, perempuan ketika sudah menikah fokusnya ke keluarganya masing-masing terutama anak. Ya, aku bersyukur punya kakak-kakak perempuan yang baik-baik tapi aku harus mengalah karena aku juga mengerti mereka semua sudah berkeluarga, tinggal aku yang belum" ia menghentikan perkataannya mengambil waktu jeda untuk meneruskan kalimatnya.</div>
<div>
"Aku tidak menyalahkan mereka, sama sekali tidak. Karena aku faham, setelah menikah seorang perempuan sudah lepas dari keluarganya. Aku faham itu, terutama ketika mamah dan papap sakit"</div>
<div>
Lagi-lagi terdiam untuk mengambil jeda</div>
<div>
"Karena hanya aku yang belum menikah, aku merawat mereka, namun tidak terasa usiaku terus bertambah hingga keduanya meninggal dan kini aku merasa sendiri"</div>
<div>
Hening dan suasana semakin canggung, tetapi ia tetap meneruskan ceritanya</div>
<div>
"Dulu sempat ada yang mengajak menikah, tapi aku bilang aku mau fokus S2 dan mau menikah setelah S2 ku selesai. Karena aku beasiswa, aku dibiayai kampus untuk S2 karena aku dosen, aku tidak mungkin menolak kesempatan ini dan dia memutuskan untuk menikahi wanita lain, ya kini dia sudah punya anak. Laki-laki itu enak, mereka tinggal memilih. Kita sebagai perempuan hanya menunggu untuk dipilih"</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Mobil memasuki gerbang utama TSB</div>
<div>
<br /></div>
<div>
"Hingga akhirnya ada lagi yang mengajak aku menikah. Aku dikenalkan teman, tapi aku menolaknya"</div>
<div>
"Lho kenapa ditolak?"</div>
<div>
"Karena aku disuruh jadi istri keduanya. Ya aku tolaklah. Meski temanku menyayangkan keputusanku ini, katanya dia dokter yang sukses. Ya meski dia dokter, aku nggak mau lah kalau jadi istri kedua"</div>
<div>
Aku terdiam dan mengiyakan, karena akupun pernah berada diposisi yang sama dilamar untuk menjadi istri kedua. Sampai sekarang aku tidak habis berpikir mengapa lelaki setega itu, maksudku istrinya cantik, memiliki anak-anak yang lucu, keluarga yang lengkap, lantas mengapa menginginkan wanita lain untuk dijadikan istri kedua, istri kedua yang notabenenya perempuan itu masih muda dan tentu saja belum menikah. Bahkan orang sekelas Rasul pun sangat setia kepada ibunda Khadizah dan menikah lagi dan lagi ketika beliau wafat, bahkan ia menikahi janda-janda tua setelahnya kecuali Aisyah (setauku). Itu pun menikahi Aisyah karena kecerdasannya dan tentu saja dalam rangka dakwah, sementara ini? Menikah dengan seorang gadis yang usianya jauh lebih muda, lantas apa yang dicari?<br />
<br />
Perbincangan terhenti. Mobil mengarah ke tempat parkir. Ketika turun dari mobil dan menuju masjid, kami berpapasan dengan beberapa mata lelaki yang menatap takjub ke arahnya. Ya tentu saja, kecantikan yang ia punya tanpa cela. Bahkan aku pun yang seorang perempuan, benar-benar takjub akan kecantikannya.<br />
<br />
Memasuki masjid ia segera mengambil air wudhu, sementara aku menunggunya di depan penitipan barang. Setelah itu, kami beranjak naik ke lantai 2 untuk bersiap melaksanakan sholat magrib. Selepas sholat magrib, ia mengeluarkan Al Qur'an berwarna hijau dari dalam tasnya. Ia membacanya dengan suara yang sangat merdu dan membuatku benar-benar menikmati bacaannya. Selesai tilawah ia mengeluarkan buku catatannya.<br />
<br />
"Ini lihat" ia menyodorkan buku catatannya ke arahku. Aku melihat buku catatannya yang ia tulis sangat rapih. Aku membaca sebuah rangkuman kajian dengan tema "Cinta Ali dan Fatimah" lalu ia tersenyum ke arahku.<br />
"Sebelumnya kajiannya temanya tentang ini" Lagi-lagi ia tersenyum dengan senyuman manisnya. Namun perbincangan terhenti karena kajian akan segera dimulai.<br />
<br />
Selama kajian</div>
<div>
<br />
Sesekali aku memperhatikannya. Sesekali ia tersenyum namun sesekali juga ia terlihat memikirkan suatu hal, dan entah apa yang ia pikirkan. Entah mengapa waktu tiba-tiba seakan diputar ulang kembali. Aku yang masih SD dan dia yang hampir menyelesaikan kuliah S1nya. Pembicaraan kami hanya seputar permainan boneka atau ice cream coklat kesukaannya. Rasanya waktu berlalu begitu sangat cepat. Usiaku 27 dan dia 37, pun kami berada diposisi yang sama-sama belum menikah.<br />
<br />
Aku menghentikan lamunanku. Kajian dijeda untuk sholat isya. Lalu setelah sholat isya, kita sepakat untuk menuju ke lantai 1 masjid tujuannya agar lebih lenggang dengan udara yang tidak sepanas di lantai 2.<br />
<br />
Jam menunjukan hampir pukul 9 malam, waktunya sesi tanya jawab. Namun kamu mengajakku bergegas pulang takut terlalu malam. Aku menyetujuinya dan segera bergegas meninggalkan masjid. Tiba-tiba aku teringat seorang teman yang darinya aku mengetahui info kajian ini. Seorang teman yang ku ceritakan diawal cerita. Seorang peneliti yang berusia 34 tahun dan ya mungkin saja dia cocok dengan sepupu ku ini tetapi lagi-lagi aku tiba-tiba terngiang-ngiang "Memang dia mau sama aku, aku kan lebih tua" ah tapi siapa tau ketika di masjid ini kita bertemu dan akan kuperkenalkan dia dengan sepupuku, dan setiap langkah yang ku buat aku selalu berharap kita bertiga bertemu.<br />
<br />
Sepanjang jalan menuju parkiran, selalu saja kudapati pandangan lelaki yang seakan tidak memalingkan pandangannya darinya. Bahkan ketika kami memutuskan makan di suatu tempat makan fast food, lelaki yang duduk di meja sebelah menatap tajam ke arah sepupuku pun ketika kami selesai makan dan menuju mobil, ada saja lelaki yang menatap tajam ke arahnya. Awalnya aku risih, namun setelah beberapa hari jalan dengannya aku pun mulai terbiasa dengan situasi ini.<br />
<br />
Di dalam mobil ketika perjalanan pulang kami lebih banyak terdiam. Sesekali aku membuka HP dan mengecek account instagram. Sebuah story dari lelaki berusia 34 tahun itu mengejutkanku, ternyata dia hadir di kajian yang tadi lalu aku bergumam dalam hati "Seandainya kalian bertemu, maka akan dengan sangat senang hati aku memperkenalkan kalian berdua. Kalian cocok, kalian orang baik, kalian sepadan. Semoga" lirihku dalam diam. Namun lagi-lagi terngiang "Memang dia mau sama aku? Aku kan lebih tua. Lelaki itu maunya sama yang lebih muda" Kalimat penegasan yang keluar dari mulutmu dan entah mengapa terjebak didalam kepalaku malam itu.<br />
<br />
Tiba-tiba teringat sekitar dua hari yang lalu ketika kita ngobrol bersama dengan dua keponakan kita yang masih SD.<br />
<br />
"Jangan lupa nitip do'a ya" katamu kepada Lili yang lusa akan berangkat umroh<br />
"Do'a?" Lili nampak bingung dan kamu hanya mengangguk<br />
"Aaahhh aku tau. Do'a minta jodoh kan hahaha" Lili tertawa dan kita semua tertawa, tak terkecuali kamu dengan tatapan kosongmu ke arah langit-langit seperti mengharapkan sesuatu.<br />
<br />
Jodoh dan usia<br />
Memang misteri<br />
Memang tidak tau kapan Allah akan memberikan jawabannya<br />
Namun yakinlah, bahwa wanita yang baik untuk lelaki yang baik<br />
Begitupun denganmu<br />
Aku sangat yakin, suatu saat Allah akan mempertemukan mu dengan jodoh terbaikmu<br />
Jodoh yang Allah pilihkan langsung untukmu<br />
Dan do'a terbaik selalu untukmu<br />
<br />
Aamiin<br />
<br />
<br /></div>
<div>
<br /></div>
Saniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9061417348565314057.post-71806145470334295952018-11-30T04:01:00.001+07:002018-11-30T04:04:52.128+07:00Hallo Sani, Be the New You! <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9OHf4PlRtW5zzSOs9Umy_XsGS5dix0ndKFV_2LvcXNIdlnbe0Ygj3oS233IIHiIlvoC7nh1-AZLlohDH4XY_FDiZkuvin4KLRVFoChd0gbIW2AIaSzpCbym7ICxc3MO3mvWwvsFQT4Dc/s1600/IMG_20181130_032904_791.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1184" data-original-width="720" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9OHf4PlRtW5zzSOs9Umy_XsGS5dix0ndKFV_2LvcXNIdlnbe0Ygj3oS233IIHiIlvoC7nh1-AZLlohDH4XY_FDiZkuvin4KLRVFoChd0gbIW2AIaSzpCbym7ICxc3MO3mvWwvsFQT4Dc/s320/IMG_20181130_032904_791.jpg" width="194" /></a></div>
<br />
Perjalanan menuju 27<br />
Memang tidak mudah<br />
Memang banyak tantangannya<br />
Memang lebih banyak menguras emosinya<br />
Memang jauh lebih banyak air mata yang tumpah<br />
Namun itulah kenyataannya<br />
<br />
27<br />
Terkadang bahkan sering kali merasa belum bisa jadi apa-apa<br />
Masih sering bingung mau ngapain dan harus kaya gimana<br />
Masih ada ragu bahkan untuk sekedar memutuskan ini atau itu<br />
<br />
27<br />
Ujian untuk menuju 27 tidak lah mudah hingga semuanya berubah<br />
Ujian teman, pekerjaan, keluarga, bahkan impian<br />
Semuanya seakan tereliminasi satu per satu<br />
Namun tetap harus bersyukur, karena ternyata yang terbaik memang tidak akan pernah pergi untuk meninggalkan<br />
Ya, kesemuanya menjadi jelas siapa yang selama ini hanya menaruh kepura-puraan<br />
<br />
27<br />
Tentunnya harus menjadi pribadi yang tidak akan pernah puas untuk memperbaiki diri<br />
Berjalan terus meski begitu banyak ketidak pastian<br />
Mengubur semua luka dan berusaha untuk tidak pernah membuat luka kepada orang-orang yang ada<br />
Bahkan ada kalanya menutup mata dan telinga serta fokus pada apa yang benar-benar diinginkan oleh jiwa<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
<i>Hallo Sani</i></div>
<div style="text-align: center;">
<i>Tetaplah bersyukur </i></div>
<div style="text-align: center;">
<i>Tetaplah tersenyum</i></div>
<div style="text-align: center;">
<i>Tetaplah kuat</i></div>
<div style="text-align: center;">
<i>Tetaplah yakin </i></div>
<div style="text-align: center;">
<i>Tetaplah menyenangkan</i></div>
<div style="text-align: center;">
<i>Tetaplah gigih</i></div>
<div style="text-align: center;">
<i>Dan tentu saja</i></div>
<div style="text-align: center;">
<i>Tetaplah berjuang</i></div>
<div style="text-align: center;">
<i>Karena ini bukanlah akhir</i></div>
<div style="text-align: center;">
<i>Justru semuanya seakan dimulai kembali meski harus dari titik minus</i></div>
<div style="text-align: center;">
<i>Tidak ada kata terlambat Sani</i></div>
<div style="text-align: center;">
<i>Abaikan semua hal yang membuatmu terpuruk, karena kamu tidak tercipta untuk meratapi nasibmu yang seakan terlihat buruk</i></div>
<div style="text-align: center;">
<i>Percaya dan yakinlah, semua hal baik akan datang jika kamu terus berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik</i></div>
<div style="text-align: center;">
<i><br /></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i>Selamat 27 Sani</i></div>
<div style="text-align: center;">
<i>Dari jiwa yang tidak akan pernah meninggalkan mu</i></div>
<div style="text-align: center;">
<i><br /></i></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-size: xx-small;"></span></div>
<a name='more'></a><span style="font-size: xx-small;">Masjid DT, 30 November 2018</span>Saniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9061417348565314057.post-43381130603656747802018-09-24T21:00:00.000+07:002018-09-25T07:16:00.643+07:00Reuni<div class="verse" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border: 0px; box-sizing: border-box; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<i><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif; font-size: x-small;">And I never thought I'd feel this way<br style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border: 0px; box-sizing: border-box; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;" />And as far as I'm concerned<br style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border: 0px; box-sizing: border-box; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;" />I'm glad I got the chance to say<br style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border: 0px; box-sizing: border-box; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;" />That I do believe, I love you</span></i></div>
<div class="verse" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border: 0px; box-sizing: border-box; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<i><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif; font-size: x-small;">And if I should ever go away<br style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border: 0px; box-sizing: border-box; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;" />Well, then close your eyes and try<br style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border: 0px; box-sizing: border-box; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;" />To feel the way we do today<br style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border: 0px; box-sizing: border-box; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;" />And then if you can remember</span></i></div>
<div class="verse" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border: 0px; box-sizing: border-box; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<i><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif; font-size: x-small;">Keep smiling, keep shining<br style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border: 0px; box-sizing: border-box; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;" />Knowing you can always count on me, for sure<br style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border: 0px; box-sizing: border-box; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;" />That's what friends are for<br style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border: 0px; box-sizing: border-box; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;" />For good times and bad times<br style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border: 0px; box-sizing: border-box; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;" />I'll be on your side forever more<br style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border: 0px; box-sizing: border-box; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;" />That's what friends are for</span></i></div>
<div class="verse" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border: 0px; box-sizing: border-box; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<i><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif; font-size: x-small;"><br /></span></i></div>
<div class="verse" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border: 0px; box-sizing: border-box; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<i><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif; font-size: x-small;">Well, you came in loving me<br style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border: 0px; box-sizing: border-box; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;" />And now there's so much more I see<br style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border: 0px; box-sizing: border-box; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;" />And so by the way<br style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border: 0px; box-sizing: border-box; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;" />I thank you</span></i></div>
<div class="verse" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border: 0px; box-sizing: border-box; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<i><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif; font-size: x-small;"><br /></span></i></div>
<span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border: 0px; box-sizing: border-box; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;"><i><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif; font-size: x-small;"> <a href="http://www.metrolyrics.com/thats-what-friends-are-for-lyrics-dionne-warwick.html#ixzz5NTQ8wFlV" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; border: 0px; box-sizing: border-box; color: #003399; cursor: pointer; margin: 0px; outline: 0px; padding: 0px; text-decoration-line: none; vertical-align: baseline;">Dionne Warwick - That's What Friends Are</a></span></i></span><br />
<br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b>re·u·ni</b> /réuni/ n pertemuan kembali (bekas teman sekolah, kawan seperjuangan, dan sebagainya) setelah berpisah cukup lama</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">-KBBI-</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span><span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Sekitar bulan Agustus lalu saya menyengajakan untuk silaturahmi dengan teman-teman lama sewaktu SMA. Tiba-tiba terpikirkan ketemuan karena teman saya Arin sedang liburan dan kembali ke Cina bulan September. Oleh karena itu tiba-tiba kepikiran untuk bertemu bertiga meski hanya sebentar. Sebenarnya kita berempat, hanya saja kini Elis sudah menetap di Bekasi dan jarang pulang ke Tasik jadinya kita hanya bisa berkumpul bertiga saja. </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Selain karena kangen bertemu teman lama, namun ada hal lain yang selalu saya rindukan yaitu belajar dari pengalaman hidup teman-teman yang pastinya berbeda-beda. Pengalaman yang tentu saja memberikan banyak sekali pelajaran yang bisa diambil hikmahnya dan tentu saja Maha Besar Allah yang menciptakan episode berbeda-beda untuk setiap manusia. </span><br />
<br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b>Arin</b></span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Dimulai ketika bertemu neng Sit dan Arin. Arin yang memang satu kampus dengan saya namun berbeda jurusan, pun saya pernah satu Kosan dengan Arin. Bagaimana perjuangan akademik yang tentu saja tidak mudah. Dimulai ketika kuliah S1, berbagai lamaran pekerjaan yang berujung pada penolakan yang pada akhirnya ia memutuskan menjadi admin di suatu sekolah di Tasik, hingga apply beasiswa ke manapun di luar negeri. </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">"Kerjaan aku tuh ya San, tiap hari selalu liat situs-situs penyedia beasiswa. Kalau ada jurusan yang cocok dan persyaratannya terpenuhi aku pasti apply. Nggak peduli itu di negara mana, dan ya selalu gagal hahaha" Cerita Arin disertai tawanya yang lepas</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">"Tapi kan akhirnya dapet Rin?" Tanyaku </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">"Iya San dapet. Pokoknya jangan pernah nyerah buat apply hahha. Aku tuh udah lupa berapa banyak negara yang aku apply, pokoknya dapet yang di Cina ini setelah aku gagal ke Polandia. Nah pas Polandia diumumkan dan ternyata gagal, langsung tuh nyari lagi dan ada beasiswa full ke China. Awalnya sempet mikir juga, masa iya di Cina kan berarti harus belajar Bahasa Mandarin ah tapi kan kelasnya international pasti belajarnya pake Bahasa Inggris jadi daftar aja hahaha. Eh taunya pas ke sana dosennya keukeuh ngajar pake Bahasa Cina, jadi selama kuliah sulit ngikutin untungnya ada buku jadi aku belajarnya dari buku aja bukan dari omongan dosen haha"</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">"Tapi sekarang udah bisa Bahasa cina kan?" Tanya neng Sit</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">"Ya dikit sih, soalnya kita juga selama satu tahun ada pemantapan Bahasa China. Jadi China juga punya semacem toefl, kemarin sebelum balik ujian terakhir toefl entah deh nilainya kaya gimana" </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Selain masalah bahasa dan perkuliahan, Arin cerita banyak bagaimana kita harus benar-benar bisa beradaptasi dengan orang-orang yang berasal dari berbagai dunia. Setiap dunia yang tentu saja masyarakatnya memiliki karakter berbeda-beda. Selain masalah karakter, tentu saja bagaimana kebiasaan mereka dalam bergaul antar lawan jenis. </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">"Untungnya aku sekamar sama orang Russia yang sangat super alim juga pengertian. Dia itu menghargai banget karena aku Islam, jadi di kulkas dia nggak pernah isi sama daging babi dan alkohol. Pokoknya di kulkas isinya ya kalau daging ya sapi atau ayam. Alhamdulillah, saking alim dia juga nggak ngeroko dan nggak suka clubbing. Bagus sih, jadinya nggak suka bawa cowo ke kamar. Alim banget lah dia, kalau weekend aja kita demennya diem aja di kamar hahaha, mager sih lebih tepatnya"</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Terus bercerita lah Arin bagaimana perjuangan teman-teman Indonesia lainnya dalam beradaptasi yang tentu saja tidak mudah. Ada yang satu kamar dengan orang yang suka clubbing dan berujung dengan membawa lelaki ke dalam kamar, sampai pernah terkunci di luar karena pas pulang kamarnya di kunci dimana didalam kamar temannya sedang membawa laki-laki jadi dia harus nunggu sampe shubuh sampai lelaki itu pulang. Ada juga orang dari suatu negara yang meski mandinya rajin tapi tetep aja bau badan. Hingga yang paling bikin saya terharu Arin bilang </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">"Kita harus bersyukur karena kita Islam. Islam itu mengatur segala hal bahkan dari hal-hal yang terkecil. Kerasa banget pas di sana. Aku ngeliat banyak orang-orang yang tanpa aturan agama berlaku seenaknya bahkan nggak tau malu. Seperti adab bersuci dan menutup aurat. Paling nggak suka kalau musim panas, nggak suka banget lah ngeliatnya. Pantes juga kita disuruh belajar hingga ke negeri China, karena berbagai hal bisa dipelajari di China mulai dari yang sangat baik sampai yang sangat buruk"</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b>Neng Sit</b></span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Lain Arin tentu lain cerita dengan neng Sit. </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">"Hidup aku tuh nggak rame. Lurus-lurus aja. Lulus SMA kuliah di UPI PGSD Tasik, habis lulus langsung kerja jadi guru SD dan nggak pernah pindah-pindah sampai sekarang. Jadi ya hidup aku gitu-gitu aja" </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Namun Neng Sit sudah menikah semantara Arin dan saya belum. Oleh karena itu Neng Sit lebih banyak bercerita tentang pernikahan dan bagaimana perjuangannya untuk memperoleh keturunan. </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">"Kalian belum menikah karena faktor lingkungan juga kayaknya" Kata Neng Sit</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Saya dan Arin bertatapan, iya juga sih diantara teman-teman dekat kita pas kuliah memang belum pada nikah.</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">"Hemmh, mungkin juga sih neng tapi itu bukan karena kita belum mau menikah tapi ya belum ketemu aja sama jodohnya hahha" Jawab saya dan disambut dengan gelak tawa Arin sambil menganggukan kepala pertanda setuju. </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">"Tapi ya emang sih nikah itu jangan terburu-buru. Alasan nikah itu harus karena ibadah bukan karena alasan lainnya misalnya alasan usia atau orangtua. Menikah itu harus beneran siap dari diri kitanya" Jelas neng Sit dan kita cuman diem nggak tau musti nanggepin apa. </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">"Setelah menikah sebagai perempuan hidup kita berasa lebih berarti, karena hal sekecil apapun yang kita lakukan ke suami bakalan jadi ibadah. Pantes aja kalau menikah itu disebut sebagai menggenapi separuh agama, meski begitu tantangannya emang berat tapi harus dijalanin dengan ikhlas. Pokoknya kalau udah jenuh inget lagi ke tujuan awal kalau nikah itu ibadah, nah kalau udah inget yang kita lakuin ini ibadah jalaninnya jadi nggak berat. Apalagi kalau udah punya anak, lebih berartinya jadi double karena ada amanah besar untuk kita didik. Perempuan itu kalau udah punya anak bakalan mencurahkan semuanya ke anak. Temen-temen ku juga pas udah punya anak pada resign, katanya balik kerja lagi kalau anaknya udah mulai gede aja alias bisa ditinggal. Masa iya kita mau ngelewatin masa-masa emas tumbuh kembang anak kita?"</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Mendengar penjelasan neng Sit membuat kami terdiam cukup lama. Terutama saya, saya jadi mikir juga apakah saya sudah sesiap itu untuk menikah? Meski kalau bicara umur emang udah lebih dari cukup buat menikah. Namun sepertinya Allah lebih memahami saya daripada diri saya sendiri. Allah tau, saya belum sesiap itu untuk menikah. </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><b>Dan Saya</b></span><br />
Masya Allah, tahun 2018 ini Allah begitu baik kepada saya. Allah banyak memberikan saya pelajaran yang sedikitpun tidak pernah terpikirkan akan mengalami semua hal ini. Mendengar cerita Arin dan Neng Sit membuat saya berpikir banyak hal, berpikir bahwa Allah menciptakan episode berbeda dan tentu saja dalam setiap episode selalu ada tantangannya tersendiri. Masing-masing kita Allah uji berdasarkan kemampuannya. Allah tidak pernah sekali pun dzalim kepada makhlukNya, dan tentu saja Allah Maha Mengetahui apa saja hal-hal baik untuk makhlukNya.<br />
<br />
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ ۖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ۚ أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ<br />
<br />
<i>Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma’aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.”</i><br />
(Al Baqarah ayat 286)<br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Kesulitan dan kepahitan itu pasti ada, namun percaya dan yakinlah didalam setiap kesulitan selalu ada kemudahan, bahkan Allah mengulanginya hingga dua kali </span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<br />
<div style="text-align: center;">
فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا</div>
<div style="text-align: center;">
<i>Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan</i>, (Al-Insyirah 94:5)</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا</span></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><i>Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. </i>(Al-Insyirah 94:6)</span></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">Namun selalu ingatlah bahwa setiap kepahitan dalam hidup itu semua datang karena diundang oleh dosa-dosa kita, maka bertaubatlah. Perbaiki diri dan selalu lakukan yang terbaik.</span><br />
<br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ (87) فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ (88)</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;">“<i>Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau. Maha suci Engkau, sesungguhnya aku adalah Termasuk orang-orang yang zalim.” Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.”</i> (QS. Al Anbiya’: 87-88)</span><br />
<span style="font-family: "arial" , "helvetica" , sans-serif;"><br /></span>
Selalu ada hikmah yang didapat dalam setiap episode kehidupan. Mungkin pada awalnya kita merasa aneh mengapa hidup yang kita jalankan sangat jauh dari apa yang kita perkirakan. Namun setelah dijalankan dan dengan waktu yang terus berjalan maka kita akan terkejut dengan kejutan-kejutan yang telah Allah persiapkan. Ketika menjalani hidup pilihannya hanya dua, dijalankan dengan rencana dan melakukan hal-hal baik atau dibiarkan mengalir begitu saja. Namun hidup akan terus saja berjalan entah itu dengan rencana atau tanpa rencana. Maka kita pun dari awal akan memahami kehidupan mana yang akan berakhir dengan baik.<br />
<br />
<i>Demi masa sesungguhnya manusia kerugian</i><br />
<i>Melainkan yang beriman dan beramal sholeh</i><br />
<i>Demi masa sesungguhnya manusia kerugian</i><br />
<i>Melainkan nasehat kepada kebenaran dan kesabaran</i><br />
<i>Gunakan kesempatan yang masih diberi moga kita takkan menyesal</i><br />
<i>Masa usia kita jangan disiakan kerna ia takkan kembali</i><br />
<i>Ingat lima perkara sebelum lima perkara</i><br />
<i>Sihat sebelum sakit</i><br />
<i>Muda sebelum tua</i><br />
<i>Kaya sebelum miskin</i><br />
<i>Lapang sebelum sempit</i><br />
<i>Hidup sebelum mati</i><br />
<i>-</i>Raihan<i>-</i><br />
<i><br /></i>
Maka hadapi, hayati, dan nikmati semua episode yang telah Allah berikan. Lakukan yang terbaik dan selalu niatkan ibadah dalam setiap aktifitas yang kita lakukan. Karena kita tidak akan mengetahui pada episode ke berapa hidup kita akan berakhir.<br />
<br />
<div style="text-align: right;">
<span style="font-size: xx-small;">Bandung-Tasik, 24 September 2018</span></div>
Saniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9061417348565314057.post-12168775482997252762018-09-03T12:10:00.001+07:002018-09-07T23:02:55.812+07:00Kenapa Belum Menikah? Judulnya mirip banget sama salah satu mini series di Youtube. Nonton ini gegara disaranin temen katanya bagus, terus ya udah nonton aja dan emang beneran seru. Pokoknya ditonton banget lah dari episode 1 sampe yang terakhir. Well, intinya menceritakan kisah orang-orang yang belum nikah. Seru sih, karena tiap episodenya ceritanya beda-beda Ya setiap orang kan ceritanya juga beda ya 🤣. Dan ini lah versi cerita saya wkwkw.<br />
<br />
Kenapa Belum Menikah?<br />
<br />
Kalau ditanya diusia saya yang beberapa bulan lagi 27 jawabannya karena Allah belum mempertemukan saya dengan jodoh yang tepat buat saya hehehe. Selain itu kenapa Allah belum mengizinkan saya menikah ya tiada bukan dan tiada lain karena diri ini masih banyak banget minusnya, ya banyak dan sangat banyak terutama masalah agama dan hati yang kotor. Hati yang ketika jatuh cinta bukan semakin banyak inget Allah tapi malah inget ciptaannya. Akhirnya hatinya nggak bersih, pun mata dan pikiran jadi nggak terjaga. Padahal memandang suatu hal yang belum halal bisa jadi bikin nambah penyakit ke hati dan pastinya mikirin Allahnya jadi yang kesekian 😭, ya Rabb astagfirullah maafkan hambamu ini yang sering khilaf.<br />
<br />
Ketika orang-orang bikin target nikah diusia berapa, sekarang saya justru sama sekali nggak mau pasang target nikah diusia berapa. Karena pernah ngerasain bikin target nikah kapan daaannn sangat berhasil gagal dengan sangat sempurna serta meninggalkan linangan air mata hahhaa. Jadi waktu kuliah temen-temen sekelas pada bikin list kapan target nikah bahkan sampai tanggal berapa dia bakalan nikah, dan qodarullah ada temen saya yang passss banget sama target yang direncanakan. Nah berhubung ada yg berhasil, jadi saya bismillah aja bikin. Kalau dulu bikinnya hanya usia aja, tapi sekarang saya bikin sama tanggal persisnya kapan, pun tentu saja setelah saya mempertimbangkan satu dan lain hal.<br />
<br />
Bikin target sekitar tahun 2014. Secara tahun ini kita lagi pada skripsian dan lagi geltol-getolnya bikin rencana hidup ke depan mau kaya gimana. Termasuk salah satunya bikin rencana mau nikah kapan hehhee. Nah akhirnya saya memikirkan tanggal cantik dan tentu saja sambil buka kalender HP, tanggal mana yang kira-kira tepat buat dijadiin tanggal nikah hehhe.<br />
<br />
Akhirnya saya kepikiran satu tanggal yang sangat cantik, dan ternyata itu adalah tanggal bersejarah juga buat Indonesia hahaha. Yups saya tahun 2014 merencanakan menikah tanggal 18 Agustus 2018 hahha, dan pas liat kalender paaasss banget hari Sabtu. Terus tanggal 17 nya kan libur dan itu hari Jum'at, jadi cocok lah long weekend wkwkkw. Akhirnya bismillah, saya bikin tuh reminder di HP kalau saya tanggal segitu bakalan nikah. Daannn ya pemirsa, ternyata memang tanggal segitu tidak terjadi pernikahan seperti yang saya rencanakan 4 tahun lalu. Kenapa? Berikut ceritanya.<br />
<br />
Jadi emang pas kepikiran nikah tanggal segitu, emang sama sekali belum kepikiran bakalan nikah sama siapa. Secara ya saya kan kaga pacaran juga dan emang nggak mau pacaran, jadi ya nggak mungkin nanyain kepastian kapan mau nikah ke calon hahha. Tapi yang saya pikirkan, Allah itu selalu punya rencana jadi ya selama 4 tahun pasti aja ada cerita-cerita seru yang Allah kasih, dan ya ternyata memang benar adanya. Begitu banyak cerita terjadi selama 4 tahun ini. Cerita yang pada akhirnya mengantarkan pada satu titik dimana seharusnya fokus itu terus memperbaiki diri dan mendekat ke Allah. Karena Allah itu yang punya jodoh, jadi ya deketin Allahnya bukan deketin manusianya.<br />
<br />
Berbagai cerita terjadi. Dimulai ketika tahun 2015 Allah mempertemukan dengan seseorang yang entah kenapa bikin saya baper sebaper-bapernya dan tentu aja bikin yakin kalau orang buat tanggal 18 Agustus 2018 adalah dia, meski memang kenyataannya enggak karena dia malah memilih temen deket saya wkwkw. Tapi hikmahnya, setelah saya kenal dia saya jadi lebih mau buat belajar Islam lagi. Jadi lebih mau dateng ke kajian-kajian, utamanya waktu itu saya kerja di Bandung dan Bandung kajian anak mudanya banyaakkk banget jadinya saya suka bikin list mana aja yang mau saya datengin hehhe. Selain itu, mencoba memperbanyak ilmu dengan dengerin ceramah di Youtube terutama kalau isi kajiannya tentang pernikahan hahaha. Apa ya, di mata saya dia terlalu sholeh dan saya ngerasa saya belum sholehah jadi ya memperbaiki biar Allah nilai saya pantes buat dia (mungkin niat awal saya salah 😭), dan ya ternyata saya emang nggak pantes buat dia. Ya udah mau gimana lagi, toh ini Allah yang mau kan masa kita nggak suka sama ketentuan Allah? Walau memang sangat perih tapi ya diambil hikmahnya aja. Dengan skenario ini secara nggak langsung Allah nuntun saya buat lebih getol belajar agama dan tentu saja memperbaiki diri.<br />
<br />
Setelah cerita itu kandas, temen-temen saya berusaha mencarikan. Entah itu temen deket, temen sekelas pas kuliah, kakak tingkat, ibu-ibu yang kenal pas pengajian, hingga temen di kelas parenting. Hasilnya? Dari yang nggak ada kabar sama sekali, ternyata yang mau dikenalin udah punya calon, sampe yang ketika nama saya disebut (pernah juga tukeran CV sekali hahha) dua atau tiga hari kemudian berakhir dengan jawaban "Maaf nggak lanjut" 🤣. Ya Rabb, sebegitu tidak pantas kah diri ini untuk menikah? Tapi ya kita kan nggak boleh berputus asa. Apa lagi masalah jodoh yang udah jelas-jelas Allah janjikan. Jadi sekarang perbaiki diri terus biar Allah yang menilai, nanti juga kalau Allah nilai udah saatnya, PASTI Allah kasih jalan. Jadi selama Allah belum kasih, berarti emang belum pantes dan tentu saja belum waktunya.<br />
<br />
Oh iya, saya punya cerita yang super menginspirasi saya. Jadi saya punya kakak tingkat yang cantik banget dan tentu saja shalehah banget di mata saya. Selain itu kakanya juga pinter, beliau selesai S2 di ITB juga cepet dan setelah lulus S2 punya karir bagus sebagai dosen. Selain itu punya bisnis baju Muslimah juga. Ah pokoknya kalau kriteria wanita dinikahi karena 4 hal, udah pasti teteh ini masuk semua kategori itu. Namun ternyata beliau tidak begitu mulus dan mudah dalam bertemu dengan jodohnya. Hingga akhirnya sekitar beberapa minggu yang lalu beliau menikah. Ya beliau menikah, terharu banget saya pas tau kabar itu. Apa lagi setelah tau cerita bertemu dengan jodohnya yang hanya sekitar 3.5 bulan saja dan mantap untuk langsung menikah. Ya Rabb rencanaMu memang selalu rencana yang terbaik. Oleh karena itu pas tau cerita ini, saya makin yakin kalau Allah itu selalu mempertemukan seseorang diwaktu yang sangat tepat.<br />
<br />
Saya dinasehatin sama temen deket saya pas SMA dan tentu saja dia udah nikah. Saya dinasehatin kalau nikah itu harus beneran karena Allah dan tentu saja ibadah. Nggak boleh ada alesan lain selain itu, misal karena alesan usia apa lagi orangtua. Meski ya emang orangtua saya dalam hitungan bulan udah masuk usia 60 dan segera pensiun, dan tentu saja selalu nyindir kapan saya nikah. Ya itu sangatlah tidak tepat untuk dijadikan alasan agar ngotot segera menikah. Karena ya mau gimana, hilal jodohnya juga belum nampak keberadaannya hahahha.<br />
<br />
Jodoh itu ibarat kita mau beli sepatu. Kita meski demen sama modelnya, tapi kalau ukurannya nggak pas ya nggak mungkin juga kita beli. Kan kalau dipaksain beli nggak enak juga dipakenya. Pun ketika nomernya pas, belum tentu modelnya cocok. Nah namun tentu saja akan ada entah di toko sepatu yang mana ada model sepatu yang bukan hanya modelnya aja yang cocok namun ukurannya juga sangat nyaman di kaki (nah kalau jodoh sangat nyaman di hati 🤣).<br />
<br />
Dan ternyata 18 Agustus 2018 Allah menciptakan moment indah untuk hidup saya. Jadi ternyata episode saya tanggal segitu dirancang buat saya belajar lagi. Ya, saya ikutan pesantren tiap weekend di Bandung. Meski rada gila juga sih, karena tiap minggu musti bulak-balik Tasik-Bandung, tapi ya nggak apa-apa. Saya sih mikirnya sebelum usia 30, harus ada banyak hal yang saya lakukan. Terutama bagaimana diri ini untuk selalu menjadi pribadi yang terus tidak pernah puas untuk selalu memperbaiki diri. Meski ya tetep pesan sponsor sebelum saya berangkat bilang "Kali aja teteh dipertemukan jodohnya di sana" dan saya jawab "Teteh ke sana buat belajar bu, bukan cari jodoh. Lurusin niatnya bu" terus dibales gini "Ya siapa tau teh, nanti di sana dapet yang sholeh" hemmhh akhirnya saya cuman bisa mengaminkan.<br />
<br />
Karena kita nggak akan pernah tau kan diepisode mana kita akan bertemu dengan dia 😊<br />
<br />
<div style="text-align: right;">
<span style="font-size: xx-small;">Bandung-Tasik, 3 September 2018</span></div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-size: xx-small;">Perjalanan pulang di dalam bis</span><br />
<span style="font-size: xx-small;"><br /></span>
<br />
<div style="text-align: center;">
<span style="font-size: xx-small;"><br /></span></div>
<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-size: x-small;">Berulang kali dan terus terjadi</span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-size: x-small;">Penantian cinta tak kunjung tiba</span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-size: x-small;">Sampai kapan ku harus menanti</span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-size: x-small;">Tabir cintaMu tuhan bukalah</span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-size: x-small;">Ku sadar semua atas kehendakMu</span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-size: x-small;">Kau pilihkan yang terbaik untukku</span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-size: x-small;">Namun do'a ku tak kan terhenti</span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-size: x-small;">Munajad hamba sepenuh hati</span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-size: x-small;">Dan kujalani hidup walau perih di hati</span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-size: x-small;">Cukup kepadaMu tuhan kusandarkan diri</span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-size: x-small;">Sirnakan dahaga hatiku yang trus menanti</span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-size: x-small;">Beri petunjuk tabir cintaMu</span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-size: x-small;">Ku pasrah dan berdo'a atas semua takdirku</span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-size: x-small;">Kan kusibak rahasia tabir cinta dariMu</span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<i><span style="font-size: x-small;">Oh tuhan ku percaya penantian hatiku kan berakhir di batas waktu</span></i></div>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-size: x-small;">-Tabir Cinta Suby Ina-</span></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
</div>
Saniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9061417348565314057.post-48468853213060885842018-08-25T07:36:00.003+07:002018-08-25T07:36:45.791+07:00Rahasia Pertemuan Ketika kita lahir maka disanalah awal mula suatu pertemuan. Semua menatap bahagia dengan kedatangan kita, pun itulah pertama kalinya berbagai harapan tersemat pada diri kita. Harapan yang begitu banyak bahkan sangat banyak. Harapan-harapan yang terus ditanam dan tentu saja dido'akan. Sederhananya harapan itu merujuk pada satu kata, kebahagiaan.<br />
<br />
Setiap tahun pada suatu hari tertentu menandakan usia kita yang semakin bertambah, ya dan terus bertambah. Pertambahan yang tentu saja menghantarkan kita pada berbagai episode-episode berbeda yang berwarna. Tentu saja bertambahnya usia menuntut kita untuk terus menjadi pribadi yang lebih baik. Pribadi yang terus naik kelas dalam setiap pertambahan usianya. Namun adakalanya kenaikan kelas belum dipersiapkan sebagai mana mestinya.<br />
<br />
Tapi tunggu, bagaimana cara agar naik kelas? Bukankah ruangan kelas hanya ada di bangunan-bangunan sekolah?<br />
<br />
Jawabannya ada pada setiap pertemuan<br />
<br />
Ya pertemuan. Pertemuan yang sekalipun tidak pernah kita rencanakan. Bahkan dalam satu hari, tidak sedikitpun kita mengetahui akan secara persis bertemu dengan siapa dan di mana, ya tidak pernah walau mungkin saja pada hari itu kita telah membuat janji-janji namun tidaklah bisa dipungkiri tidak ada sedikitpun jaminan bahwa kita akan benar-benar sampai pada pertemuan tersebut. Karena sering kali kita luput bahwa pertemuan akan benar-benar terjadi hanya karena izinNya.<br />
<br />
Pertemuan yang terjadi benar-benar terjadi hanya karena izinNya. Dia menghendaki suatu pertemuan sebagai suatu ujian. Ujian yang menguji seberapa melekatkah diri kita kepada dzat lain selain dirinya?<br />
<br />
Dalam setiap pertemuan tentu akan banyak cerita. Cerita ketika kau bahagia, jatuh cinta, sedih, bahkan berduka. Semua episode yang tentu saja membuat kita teraduk dan tentu saja benar-benar terlarut di dalamnya. Hingga mungkin akan ada episode dimana sama sekali tidak mengharapkan adanya suatu pertemuan, namun tentu saja hal ini konyol adanya. Karena walau bagaimanapun bahkan ketika kita meninggal, tentu akan ada orang-orang yang menemui kita bahkan hanya untuk mengembalikan kita ke bumi. Ya, pertemuan tidak akan pernah terelakan.<br />
<br />
Maka hanya ada tiga cara untuk menyelesaikan setiap pertemuan yaitu hadapi, hayati, dan nikmati. Tidak ada cara lain selain ketiga hal tersebut, ah ya dan tentu saja bertawakal atas semua hal yang terjadi. Karena sejatinya kebaikan dan keburukan merupakan undangan yang kita ciptakan, dan tentu saja Dia izinkan. Oleh karena itu, ketika mata mulai terbangun dari tidur berarti akan ada episode-episode yang harus siap kita hadapi, hayati, dan nikmati. Episode yang sejatinya merupakan ujian. Oleh karena itu agar kita lulus dari ujian-ujian episode tersebut, kita harus melakukan hal-hal benar agar ujian itu selesai dengan baik bahkan sangat baik. Karena sejatinya gagalnya suatu ujian bukan karena soalnya yang salah namun karena kita menjawab dengan jawaban yang salah.<br />
<br />
Maka selalu berbuat yang baik hingga yang terbaik untuk mengisi semua episode-episode kehidupan kita. Karena hanya episode kehidupanlah yang sama sekali tidak kita tahu akan habis pada durasi keberapa. Dengan melakukan hal-hal baik, semoga kita tidak lagi salah dalam mengisi jawaban pada episode-episode ujian yang datang. Dan semoga dengan benarnya jawaban yang kita berikan mengantarkan kita bukan hanya kepada kebahagiaan di dunia, namun juga kebahagiaan kekal di akhirat.<br />
<br />
Semoga<br />
Ya..<br />
Semoga<br />
<br />
<div style="text-align: right;">
<br /></div>
<div style="text-align: right;">
<span style="font-size: xx-small;">Kereta Tasik-Bandung, 25 Agustus2018</span></div>
<div style="text-align: right;">
<br /></div>
<br />
<br />
<br />
<br />Saniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9061417348565314057.post-50239630250421759222018-07-18T00:30:00.000+07:002018-07-18T00:30:37.602+07:00KasurDulu aku tidak pernah menyadari apa enaknya berlama-lama di atasnya. Adik ku satu-satunya bisa betah berjam-jam menghabiskan waktu di atasnya hanya untuk satu aktivitas, tidur. Dulu aku berpikir menghabiskan waktu yang lama hanya untuk aktivitas satu ini sangatlah melelahkan dan tentu saja sangat membosankan, namun sekarang aku mulai menemukan hal menyenangkan ketika berada di atasnya.<div>
<br /></div>
<div>
Benda persegi panjang yang berada di kamar ibu memang bukan yang paling empuk di kelasnya, namun rasanya sudah lebih dari satu dekade benda itu merupakan benda yang paling nyaman di rumah. Meski hanya terbuat dari busa, tapi entah kekuatan magis seperti apa yang menyihirku untuk benar-benar menyukainya. Menyukainya untuk melepas semua kenyataan yang ada walau hanya sesaat. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Entah sejak kapan persisnya rasa nyaman ini ada. Ketika mulai berbaring dan memejamkan mata, maka petualangan baru pun dimulai. Aku bisa pergi ke tempat-tempat yang dulu pernah punya cerita atau bahkan tempat yang sama sekali belum pernah aku kunjungi. Aku bisa merasakan tawa bahkan haru yang bercampur menjadi satu. Bertemu teman lama atau bahkan orang-orang yang tidak pernah ku kenal, namun kita sama-sama berpetualang di sana. Alur yang berjalan sangat lambat, walau pada kenyataannya sangat singkat apabila di dunia nyata. Aku menyukainya, ya sangat menyukainya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Ketika berpetualang di sana rasanya seperti tidak ada kesedihan sama sekali. Menjadi diri sendiri dan melakukan berbagai hal seru dengan cerita yang tidak pernah ku duga. Jauh dari orang-orang yang bersikap manis walau entah di belakang kita melakukan hal yang benar-benar menyakitkan. Jauh dari orang yang selalu membual dan membicarakan kejelekan orang. Jauh dari orang-orang egois yang hanya mementingkan kebahagiaannya sendiri tanpa sedikitpun khawatir akan perasaan temannya yang benar-benar tersakiti, ya ternyata memaafkan dan menjadi seseorang yang mukhlas itu sulit pada kenyataannya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Entahlah, kini aku benar-benar menikmati semuanya. Meski ibu selalu ngomel kalau jam tidurku jadi banyak, tapi aku hanya bisa diam mendengarkan omelannya. Aku pikir selama tugas rumah sudah ku selesaikan dengan baik, maka tidak ada salahnya. Toh aku tidak tidur selama-lamanya bukan?</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kata temanku yang seorang psikolog, orang yang terlalu banyak tidur katanya jiwanya sedang tidak sehat. Hhmm.. Kalau ingat pernyataan itu maka aku langsung bertanya pada diriku, apakah benar kondisi jiwaku sedang tidak sehat? Ah tapi peduli apa, yang penting aku tidak melukai hati satu manusia pun dengan aktivitas yang aku perbuat. Karena walau bagaimana pun khalayak selalu berkomentar A-Z tanpa pernah tau apa yang sesungguhnya terjadi bukan?</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Entahlah, aku pun tidak pernah menyangka akan sampai pada titik ini. Titik dimana aku lebih menyukai mimpi-mimpiku dibandingkan dengan hari-hari yang ku jalani dengan sangat membosankan, ya sangat membosankan. Ditambah lagi kalau teringat orang-orang yang selalu bersikap "so" manis padahal, hhmm entahlah semakin malas aku mengatakannya. Dan ya kini semuanya terjadi diusiaku yang sudah tidak bisa dibilang remaja ini. Masa dimana aku tidak kemana-mana. Masa dimana aku hanya berbicara dengan kedua orangtua ku saja (itu pun kalau mereka tidak sedang sibuk dengan pekerjaannya). Masa di mana tidak seorang teman pun bisa ku ajak bicara dengan sangat panjang dan lebar, karena dunia ku telah benar-benar berbeda dengannya. Rasanya dunia menjadi sangat sepi, dan terasa ramai jika aku menyalakan televisi atau YouTube. Bahkan sengaja aku berpuasa dari media sosial, karena aku merasa menjadi sangat kecil dan semakin merasa bukan siapa-siapa dan sangatlah tidak berguna keberadaannya.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Adakalanya aku sangat merindukan masa-masa kuliah dulu. Bertemu teman-teman dan berbagi banyak sekali cerita ini itu, ah tapi rasanya kalau aku tau akan berakhir seperti apa mungkin aku akan sangat super selektif memilih siapa saja yang pantas aku Pilih menjadi temanku, meski jumlahnya akan sangat sedikit bahkan bisa dihitung oleh jari sebelah tangan tapi itu tidak mengapa yang penting tidak jahat bukan?</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Namun adakalanya aku sangat malu dengan diriku yang dulu. Bermulut kejam yang seringkali menyakitkan, egois, keras kepala, pelit, cerewet, dll. Kalau waktu bisa diputar kembali, mungkin aku akan memilih menjadi pribadi yang tidak menonjolkan diri, dan tentunya lebih banyak diam dibandingkan banyak berkomentar. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Entahlah, sampai kapan semua ini akan terjadi. Sejujurnya aku selalu sedih jika mengingat usia ku yang terus bertambah tapi aku tidak menjadi apa-apa. Bahkan apa pernah bilang, orang yang kerja di rumah saja sampai berhenti karena aku ada menggantikannya mengerjakan pekerjaan rumah, hmmm.. setidak bergunanyakah?</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Dan ya, meski aku sangat menyukai tidur tapi aku tidak menyukai malam karena justru sepanjang malam biasanya aku terjaga dan sangat sulit untuk tidur, namun justru ketika orang berangkat bekerja maka aku memulai jam tidurku dan tentu saja petualangan yang sangat menyenangkan. Ini bahkan terjadi sudah lebih dari 1 bulan. Meski aku tau, ini sangat tidak baik untuk kesehatan. Namun sampai detik ini aku belum menemukan obat agar jam tidurku kembali normal seperti orang-orang pada umumnya. Ah semoga meski begini semuanya tetap berjalan dengan baik.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Sejujurnya aku tidak tau sampai kapan ini akan berakhir. Aku selalu takut ketika mengetahui kenyataan bahwa hari terus berganti sementara aku tidak berganti sama sekali. </div>
<div>
<br /></div>
<div>
Ah sudahlah </div>
<div>
Rasanya ceracauku semakin tidak jelas saja</div>
<div>
Mengakui ini semua memanglah menyakitkan, tapi walau bagaimana pun aku tetap harus menghadapinya bukan?</div>
<div>
Meski entah berakhir sampai kapan, tapi aku menyadari bahwa skenario ini adalah skenario yang sudah sangat apik diatur olehNya. </div>
Saniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9061417348565314057.post-14957049271690001882018-05-14T07:16:00.001+07:002018-05-14T07:19:07.578+07:00Teman (2)Sedikitpun kita tidak pernah merencakan akan bertemu dengan siapa dan akan berteman dengan siapa. Kalian bertemu, menjadi akrab dari hari ke hari. Berbagi cerita yang ternyata menyentuh hal-hal pribadi. Kalian bisa saling mempercayai, namun ada juga yang sebaliknya. Kamu sangat mempercayainya namun tidak dengannya.<br />
<br />
Kepercayaanmu terus tumbuh, namun tidak dengannya. Apakah ini salah? Tentu saja tidak, karena ini pilihan sikapnya.<br />
<br />
Hari demi hari, hingga tahun demi tahun berganti. Kamu semakin nyaman berbagi hal sekecil apapun dengannya, namun ternyata tidak dengan dirinya. Entah bagaimana alasannya, dia masih enggan untuk berbagi hal-hal kecil denganmu. Apakah ini salah? Tentu tidak, karena ini pilihannya.<br />
<br />
Hingga akhirnya kamu berpikir, apakah ini yang dinamakan dengan teman? Apakah ini hubungan yang adil, ketika kamu benar-benar mempercayainya sementara dia tidak benar-benar mempercayaimu? Tentu tidak, karena ini pilihannya.<br />
<br />
Tahun berganti, ada begitu banyak episode silih berganti. Begitupun episode kamu dengannya. Hingga sampailah pada suatu titik sadar, bahwa kamu menyadari bahwa kamu bukanlah siapa-siapa untuknya. Kamu bukanlah teman baik baginya, sebagaimana apa yang selalu kamu pikirkan tentangnya. Apakah ini salah? Tentu tidak, karena ini pilihan sikapnya.<br />
<br />
Hingga<br />
Kamu pun perlahan mulai menyadari akan arti hadirmu bagi dirinya. Kenyataan pahit bahwa kamu bukanlah siapa-siapa. Kamu bukan orang yang ia percaya untuk berbagi kisahnya, tidak seperti kamu menganggapnya selama ini. Kamu bukanlah siapa-siapa baginya. Sama sekali bukan. Kamu hanya teman "biasa" baginya.<br />
<br />
Itulah teman, yang kehadirannya merupakan ujian. Ketika tahun semakin berganti. Ketika episode silih berganti, maka dengan sendirinya kamu akan menilai mana yang benar-benar teman terbaikmu. Mana yang selalu ada meski episodemu silih berganti. Mana teman yang hanya mendekatimu ketika kamu senang, pun yang akan meninggalkanmu ketika kamu terpuruk atau bahkan lebih kejam ketika ia turut serta berperan menciptakan episode terburuk untuk hidupmu.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
"Apabila kalian memiliki teman yang membantumu dalam ketaatan, maka genggam erat tangannya. Karena mendapatkan seorang sahabat itu sulit sedangkan berpisah darinya itu mudah" </div>
<div style="text-align: center;">
- Imam Syafi'i-</div>
<br />
<br />Saniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9061417348565314057.post-66125713860835563252018-03-30T21:01:00.000+07:002018-06-25T10:32:38.536+07:00Lelaki dan Keluarga Besarnya Ada hal berbeda ketika kita menikah. Tentu saja, hal ini terjadi karena aku perempuan dan kamu laki-laki. Ketika kita menikah nanti, maka setelah ijab terucap, maka aku sepenuhnya ada dibawah ridhamu bukan lagi dibawah ridha kedua orangtuaku.<br />
<br />
Aku mencintaimu lelakiku, sangat bahkan sangat mencintaimu. Pada awalnya ketika ijab terucap, maka baktiku hanya kepada mu. Ini terjadi begitu cepat, aku kini benar-benar terlepas dari kedua orangtuaku. Aku berada dibawah kuasamu. Namun, hal ini jelas berbeda denganmu.<br />
<br />
Baktimu tetap pada kedua orangtuamu pun kau masih memiliki tanggung jawab terhadap saudara perempuan mu. Ini mungkin akan terasa sulit pada awalnya. Apa lagi ketika bisikan jahat itu muncul, kecemburuanku akan kasih dan perhatianmu yang begitu besar pada keluargamu.<br />
<br />
Namun bagaimana mungkin aku harus cemburu, sementara Allah yang telah mengatur semua ketentuan ini. Mengapa harus merasa tidak adil? Bukankah alasanku mencintaimu hanya karena Allah, maka suka tidak suka aku harus menerimanya. Maka sudah menjadi kewajiban, aku pun bukan hanya patuh akan ketentuan ini namun aku pun harus memiliki cinta yang besar kepada keluargamu.<br />
<br />
Tetaplah seperti ini lelakiku. Tetaplah kau berbakti sepenuh hati kepada keluargamu. Maafkan aku yang sering kali mencemburui cintamu. Maafkan dan ingatkanlah. Karena walau bagaimana pun, aku dan kamu bersatu untuk bersama-sama meraih surgaNya.<br />
<br />
Nb : ini terinspirasi dari cerita sebuah keluarga yang saya kenal. Keluarga dengan istri yang selalu mencemburui keluarga suaminya.Saniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9061417348565314057.post-12787735827048792652018-03-21T12:12:00.001+07:002018-03-21T12:12:43.150+07:00Dear NakDear nak...<br />
<br />
Sungguh aku ingin menyapamu. Menantikan saat dimana pada akhirnya nanti Allah mengizinkan kita untuk bertemu. Saat dimana aku bisa menatap kedua bola mata mu. Saat di mana aku bisa memegang kedua tangan mungilmu. Saat dimana aku memeluk tubuhmu dan menciumi wangi rambutmu yang khas.<br />
<br />
Dear nak<br />
Ada banyak hal yang ingin aku ceritakan kepada mu. Ada begitu banyak episode yang ingin aku lewati berdua denganmu. Saat kau pertama kali memanggilku "bu" dan saat kau menangis karena rindu.<br />
<br />
Dear nak<br />
Ketika kau lahir ke dunia ini, mungkin dunia tidak senyaman seperti ketika kau berada di dalam perut ibu. Untuk pertama kali kau akan merasakan kedinginan bahkan mungkin kepanasan. Bahkan untuk meminum susu saja kau harus menangis untuk memanggil ibu. Tapi tenang nak, aku akan berusaha untuk selalu berada di dekatmu.<br />
<br />
Dear nak<br />
Ada begitu banyak hal yang akan kau lalui ketika kau terlahir di dunia ini. Satu hal yang pasti nak, ketika aku menyayangimu dan membersamaimu aku akan mengenalkanmu pada satu kata, "proses". Karena ketika aku menyayangimu bukan berarti aku tidak membiarkanmu untuk merasakan "sakit", sakit itu bahkan perlu nak, agar kau menghargai setiap proses kehidupan yang akan kau jalani.<br />
<br />
Dear nak<br />
Mungkin pada awalnya kau seperti tidak menerima, karena aku tidak mengajarkanmu untuk bermanja-manja padaku. Mungkin kau marah bahkan menganggapku ibu yang kejam, karena aku memberlakukan aturan dalam berbagai hal. Tidak apa-apa nak, aku mengerti apa yang kau pikirkan. Karena dulu ibu pun begitu, ibu menganggap nenek jahat kepada ibu. Namun setelah itu ibu justru sangat bersyukur, karena itu merupakan bentuk kasih sayang yang sangat besar. Kasih sayang yang menyelamatkan bukan mencelakakan. Oleh karena itu, aku pun ingin kau mengalami proses ini.<br />
<br />
Dear nak<br />
Ibu ingin mengenalkanmu pada pemilik skenario ini<br />
Ibu ingin mengajarkanmu bagaimana mencintaiNya<br />
Kau akan mengenalNya dari semua apa yang ia cipta, termasuk episode pertemuan kita<br />
Kau akan mencintainya, melalui sholat, mengaji, dan berdo'a<br />
Hingga kau mampu mensyukuri semua karuniaNya<br />
<br />
Dear nak<br />
Ibu sangat merindukanmu<br />
Merindukan waktu dimana kita bertemu<br />
Meski itu entah kapan, tapi ibu selalu berdo'a kepadaNya agar ibu diberi kesempatan itu<br />
Kesempatan yang membawamu kepada ibu<br />
<br />Saniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9061417348565314057.post-240047261054295842018-03-04T16:22:00.002+07:002018-03-04T16:22:48.235+07:00MenepiAda hal-hal yang menarik bahkan menyeret kita untuk menepi. Berhenti sejenak dari hiruk pikuknya rutinitas. Mengisolir diri dari berbagai hal yang menyesakan pikiran. Begitu banyak hal terjadi pun disertai orang yang datang silih berganti. Kegembiraan, cinta kasih, penerimaan, kasih sayang, duka, lara, kesedihan, kekecewaan, tangis, luka, amarah, keegoisan yang kesemuanya datang silih berganti.<br />
<br />
Ada setumpuk harapan kebahagiaan yang justru melahirkan kekecewaan. Begitupun ada derita yang sebenarnya mengantarkan kepada kebahagiaan. Kesemuanya datang untuk mengajarkan berbagai hal. Hal-hal yang mengajarkanmu agar tidak melekat ketika berada dalam suatu kondisi. Bahwa kesemuanya alam ajarkan agar kamu waspada.<br />
<br />
Alam memberimu kesempatan berbahagia agar kamu mensyukuri rasa yang bukan derita, namun ketika derita itu tiba alam menginginkan pemurnian jiwamu. Jiwa yang selalu hanya berharap dan yakin kepadaNya, bukan kepada makhlukNya.<br />
<br />
Ada begitu banyak rangkaian peristiwa yang tidak kau fahami dari sudut pandangmu di dunia ini. Kamu melihat kesemuanya dengan mata kasatmu dan mata akalmu. Kamu lupa menggunakan mata batinmu untuk memaknai apa yang terjadi. Hingga, kekecewaan itu hadir. Kecewa hadir karena pada kenyataannya kesemuanya tidak berjalan sesuai dengan sudut pandangmu. Maka jika hal itu terjadi, alam sedang menegurmu. Alam sedang bekerja untuk membukakan mata batinmu, ya mata hatimu.<br />
<br />
Berhentilah sejenak. Pikirkan kembali semua rangkaian episode hingga mengantarkanmu pada titik ini. Titik dimana semesta menginginkan semua hal ini hanya terjadi padamu, ya hanya kepadamu. Karena setiap manusia memiliki kisahnya masing-masing secara unik dan tentu saja berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.<br />
<br />
Berhentilah sejenak. Mulai lah memberikan makna pada semua rangkaian episode yang terjadi. Bukankah setiap episode mengajarkan rasa yang berbeda. Rasa yang bukan hanya duka namun tentu saja ada suka. Fokus, tenang, dan mulailah mengatur semua rencana, meski kamu lelah karena kamu harus memulainya dari awal lagi, namun berbahagialah karena meski kamu memulainya dari awal pribadimu kini telah menjadi pribadi yang baru yang jauh lebih matang. Tersenyum, jernihkan pikiran, fokus, semangat, dan optimis lah karena bukankah pelangi hadir hanya jika hujan telah reda? Maka begitu pula dengan yang terjadi dengan hidupmu kelak. Hati dan ragamu bisa saja sakit, namun jangan sampai kesakitan itu menghancurkan semua mimpi-mimpi indahmu. Serta satu hal yang pasti, rencana itu penting namun tawakal JAUH lebih penting. Percayalah, semua hasil yang kamu dapat merupakan hasil akhir terbaik yang telah alam rancang untuk kebaikan hidupmu kini hingga nanti.<br />
<br />
<span style="background-color: white; color: #666666; font-family: "Trebuchet MS", Trebuchet, Verdana, sans-serif, sans-serif-light, sans-serif; font-size: 15.8px;">Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya."</span><br style="background-color: white; border: 0px none rgb(102, 102, 102); color: #666666; font-family: "Trebuchet MS", Trebuchet, Verdana, sans-serif, sans-serif-light, sans-serif; font-size: 15.8px;" /><b style="background-color: white; border: 0px none rgb(102, 102, 102); color: #666666; font-family: "Trebuchet MS", Trebuchet, Verdana, sans-serif, sans-serif-light, sans-serif; font-size: 15.8px;">(Ali Imran (3): 159).</b><br />
<br />
<br />
<br />Saniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9061417348565314057.post-2666802988549486622018-02-06T13:33:00.000+07:002018-02-06T13:33:45.300+07:00Haruskah Ku Percaya, Lagi? Ini masih tentangmu, orang yang aku percaya<br />
Kamu berbicara kepadaku<br />
Meminta maaf dengan caramu<br />
Katamu kamu menyesal, namun kamu tidak menyadari betul apa yang benar-benar kamu sesali<br />
<br />
Aku memberimu kesempatan<br />
Namun sepertinya percuma<br />
Karena kamu masih mengulang hal yang sama<br />
Cukup sudah, tidak usahlah kamu datang kepadaku dengan tersedu<br />
Cukup semua permintaan maafmu<br />
Cukup semua penyesalan yang sama sekali tidak terdengar penyesalan<br />
Cukup ya cukup<br />
Mari kita akhiri semua episode ini<br />
<br />
Suatu hari nanti, janganlah sekali-kali kau mencoba untuk mencariku<br />
Cukuplah kamu bertanya, apa yang telah kamu perbuat di belakangku<br />
Biarkan ku pergi dan meneruskan ceritaku tanpa kehadiranmu<br />
<br />
Cukuplah jangan meminta maaf lagi<br />
Cukuplah nanti lupakan aku dan jangan pernah mencariku, apa lagi mencariku atas nama kau sebagai temankuSaniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9061417348565314057.post-36009474478809111152018-01-25T14:16:00.000+07:002018-01-25T20:50:43.764+07:00Cerita, Kita, dan DukaAku hanya ingin menulis<br />
Tentang orang-orang yang ku percaya<br />
Tentang kepercayaan yang terus bertumbuh<br />
Tentang kebersamaan yang harus diakhiri<br />
Tentang akhir cerita yang tidak pernah ku duga<br />
Ini semua tentangmu<br />
Orang yang sangat aku percaya<br />
<br />
Aku menyukaimu<br />
Aku menyukai pertemanan kita<br />
Aku menyukai setiap waktu yang kita habiskan bersama<br />
Aku menyukai setiap caramu bercerita<br />
Aku menyukai ketika kau mendengarkanku dengan seksama<br />
Aku menyukai ketika kau menyemangatiku dengan kalimatmu yang sederhana<br />
Aku menyukai mu<br />
Menyukai semua tentangmu<br />
<br />
Namun<br />
<br />
Ternyata kau tidak menjaga perasaanku<br />
<br />
Kamu mengetahuinya<br />
Ya...<br />
Sangat mengetahuinya, bahkan dari awal cerita ini dimulai<br />
Kamu menyemangati ku<br />
Kamu mendukung ku<br />
Bahkan kamu memikirkan cara agar aku dan dia bisa bertemu<br />
Ya, dan aku senang dengan semua tanggapan sikapku dalam menjalankan episode cerita itu<br />
Hingga akhirnya kita semua berpisah, dipisahkan oleh jarak dan impian-impian kehidupan<br />
<br />
Kamu masih antusias mendengar semua cerita-cerita mimpiku<br />
Mimpiku kalau suatu saat nanti bisa berwujud dengan dia<br />
Aku gembira, karena kamu nampak suka<br />
<br />
Waktu terus berjalan<br />
Ya...<br />
Terus berjalan<br />
<br />
Aku, kamu, dan dia tidaklah lagi bisa bersama<br />
<br />
Aku berusaha menjaga, hingga dia tau semua dan tentu saja kamu masih ada di sisi ku untuk menjadi teman terbaik ku<br />
<br />
Hari berganti<br />
Tahun berganti<br />
Hingga tibalah hari ini<br />
<br />
Aku tidak tau apa yang kamu pikirkan tentang dia<br />
Tapi mengapa musti dia, mengapa?<br />
Aku tidak habis pikir, apakah harus dia<br />
Apakah kamu lupa atau pura-pura lupa atas semua cerita<br />
Lantas kenapa? Kenapa tidak jujur saja dari awal agar cerita ini tidak berbunga<br />
Mengapa harus diam dan mengiyakan<br />
Ah tapi itu tak mengapa, yang penting mengapa harus dia?<br />
<br />
Lantas kepada siapa? Kepada siapa aku harus percaya untuk bercerita pada manusia? Karena ternyata kamu sendiri yang mengakhiri semuanya dengan duka<br />
<br />
Aku tidak tau bagaimana rangkaian ceritamu dengan dia<br />
Ah sudahlah, toh memang harus berakhir seperti ini<br />
Seperti yang kamu mau<br />
<br />
Kamu tau, bahkan sangat tau<br />
Kini aku lelah menghadapi semua<br />
Apa lagi jika dihadapkan dengan sikapmu kepadaku yang harus berujung pilu<br />
<br />
Mungkin aku akan menghitung waktu<br />
Untuk pergi darimu<br />
Mempersiapkan waktu terbaik untuk benar-benar menghilang dari jangkauan mu<br />
<br />
Aku akan menghilang seperti yang pernah ku ceritakan kepadamu<br />
Jika aku menghilang nanti, tak usah lah kamu mencariku<br />
Hidup lah sesuai ceritamu<br />
Dan cukup lah aku hingga lembaran ini<br />
Lembaran terakhir aku bersamamu<br />
<br />
Terima kasih banyak untuk akhir cerita yang berakhir bara, luka, dan duka<br />
<br />
<br />
<br />Saniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9061417348565314057.post-75007514987982592332017-08-06T16:58:00.000+07:002023-11-28T10:02:54.397+07:00Aliran Rasa IIP Nama : Saniatu Aini<br />
Kelas : Matrikulasi IIP Bandung 2 Batch #4<br />
<br />
Finally, Alhamdulillah<br />
Sampai juga dipenghujung kelas matrikulasi. Well, ini adalah tugas terakhir sebelum kita dinyatakan lulus atau tidak. Jadi tugasnya kali ini lebih ke curhat mengenai perasaan selama di IIP.<br />
<br />
Jadi sejujurnya saya nggak tau IIP itu apaan. Cuman suatu sore Fatma ngebroadcast pengumuman IIP via WA, dan menyarankan biar ikut. Akhirnya setelah saya pikir-pikir ya lumayan juga buat nambah ilmu. Lagian ini bisa jadi ilmu baru dengan sudut pandang yang baru. Meski selama kuliah saya belajar juga ilmu keluarga, tapi kan tapi itu based on para ahli ya (teori) nah ini berdasarkan praktisi. Well, akhirnya dengan niat nambah ilmu saya gabung IIP.<br />
<br />
Awal gabung aga kaget sih. Soalnya hampir semua anggota isinya mamak-mamak, dan yang paling bikin baper banyak yang seumuran malahan jauh lebih muda tapi udah nikah dan punya anak (ehm). Ya udah lah ya, saya yakin ko tiap orang punya zona waktunya tersendiri. Jadi ya saya berpikir positif aja, bahwa Allah sayang sama saya. Jadi saya nggak diizinkan nikah sampe sekarang sebelum saya beneran mateng memersiapkan semuanya, utamanya ilmu untuk berkeluarga.<br />
<br />
Jujur, entah kenapa saya demen banget memelajari ilmu keluarga. Nggak ngerti deh, suka banget pokoknya. Makanya saking demennya saya belajar ilmu keluarga, saya demen banget ngikutin kegiatan semacem seminar atau apapun yang bahas-bahas keluarga. Hingga suka seneng aja kalau ditawarin jadi pembicara buat ngisi kegiatan yang bahas keluarga, meski ya ada aja pihak yang nggak percaya sama keilmuan yang saya miliki. Bukan karena ragu sama keilmuannya sih, tapi lebih ke status saya yang masih belum nikah-nikah sampe sekarang. Pernah disuatu seminar parenting mau ngundang saya jadi pembicara. Saya udah kirim CV yang intinya jelasin latar belakang saya. Awalnya semua oke, tapi H-7 panitianya batalin saya jadi pembicara, alasannya karena ternyata saya belum nikah. Alamak, kejam sekali. Saya cuman bilang ke panitianya (yang emang temen saya pas kuliah) kalau saya udah nikah, saya baru bisa jadi pembicara. Padahal ya padahal, kan pengalaman nggak musti ngalamin langsung kan?<br />
<br />
Oke, balik lagi ke IIP. Saya beneran disadarkan banget deh selama di IIP. Jadi selama matrikulasi ini kita itu lebih diingetin lagi apa dan siapa kita, serta apa maksud Allah memberikan kesempatan kita hidup di dunia ini. Peran seperti apa yang kita mau jalankan, agar kita bisa jadi pribadi yang bermanfaat untuk orang banyak.<br />
<br />
Nah, meski kita belajarnya nggak tatap muka alias online kita tetep intensif ko belajarnya. Soalnya tiap minggu ada PR yang dikasih nama NHW (Nice Home Work). Suka deh sama NHWnya. Tiap minggu temanya selalu tak terduga-duga. Mulai dari yang bikin baper (NHW#3 Surat Cinta Untuk Calon Imamku) sampe yang bikin mikir semikir-mikirnya. Seru sih, tiap minggu jadi bahan renungan. Renungan agar kita mengetahui siapa diri kita. Kan katanya semakin seorang hamba mengenal dirinya maka ia akan semakin mengenal Rabbnya.<br />
<br />
Nah sehabis NHW, kan suka ada diskusi. Jujur diskusi ini yang bikin saya baper parah bin bingung sejadi-jadinya. Soalnya kan ya, rata-rata yang dicurhatin masalah keluarganya. Suaminya lah anaknya lah, dll. Lha saya piye? Walhasil saya cuman jadi silent reader aja dan mulai berimajinasi "Oh nanti kalau udah nikah dan punya anak gitu kali ya".<br />
<br />
Tapi<br />
So far, saya suka banget sama IIP. Hamdalah banget bisa gabung di sini. Walau ya itu tadi, saya kalau di forum diskusi belum bisa aktif banget. Meski adakalanya kalau saya bisa komen, ya saya komen juga. Saya komen based on teori yang saya dapet pas kuliah. Tapi kan tapi, masalah keluarga kalau diomongin sama yang belum berkeluarga rasanya aga gimana gitu, nggak greget ya. Makanya pas saya nanggepin biasanya ya tanggepannya yang lain juga asa gimana gitu ya (secara saya belum pengalaman hahah).<br />
<br />
Baper lagi boleh ya heheh<br />
Saya tau tiap orang punya zona waktunya tersendiri, termasuk urusan menikah. Saya yakin Allah ciptakan manusia itu udah berpasang-pasangan, jadi buat apa saya khawatir? Saya tau dan yakin banget Allah lebih mengenal diri saya dibandingkan diri saya sendiri.<br />
<br />
Namun<br />
Ada yang bikin saya sedih sebenernya. Jadi waktu itu dalam suatu perbincangan, saya berbincang dengan seseorang yang baru saya kenal. Hingga saya cerita apa pekerjaan saya, minat saya, rencana saya, dll. Saya cerita itu karena dia nanya gitu, ya udah saya jawab aja. Jawaban yang intinya saya tertarik dibidang keluarga dan anak, hingga hal itu jadi passion saya dan track karir yang sedang saya jalankan. Hingga keluar lah pertanyaan yang bikin saya beneran lemes untuk melanjutkan diskusi. Pertanyaan yang nggak pernah kepikiran bakal diajukan pada saya "Harusnya kamu udah nikah". Sesak rasanya dengar itu, jujur saya bingung mau jawab apa. Akhirnya saya jawab "Di mata Allah, saya masih belum pantes" dan denger itu dia diam nggak lagi nanya-nanya kenapa saya belum nikah.<br />
<br />
<b>Penilaian manusia dan penilaian Allah</b><br />
<br />
Ya mungkin gara-gara saya passion banget buat belajar berbagai hal tentang keluarga. Ditambah lagi hal itu didukung dengan latar belakang saya yang kuliah di Ilmu Keluarga dan Konsumen. Orang-orang banyak berpikir bahwa saya sangat matang untuk menikah, lantas kenapa belum menikah? Sampai pernah ada seorang ibu yang saya kenal disuatu acara bilang "Kamu cantik lho. Masa belum nikah? Kamunya sih pemilih ya?" oh Allah, rasanya pengen nangis dibilang kaya gitu. Pengen bilang saya juga udah ikhtiar buat menikah. Bahkan ada temen saya yang berusaha menjodohkan saya dengan temannya, tapi ya kalau belum jodoh mau gimana? Pun karena saya memilih seseorang untuk menjadi imam saya, saya nggak boleh sembarangan milihnya. Beli cabe aja dipilih apa lagi calon suami kan?<br />
<br />
Hingga saya berkesimpulan bahwa memang di mata Allah saya belum layak buat mengemban amanah untuk menjadi seorang istri apa lagi seorang ibu. Sama sekali belum. Allah tau, hingga Allah masih memberi saya kesempatan untuk terus belajar lebih banyak lagi. Ya bismillah, ikhtiar menuntut ilmu ini merupakan ikhtiar yang saya lakukan untuk memantaskan diri di hadapanNya.<br />
<br />
Bismillah<br />
<br />
Hehehhe<br />
Maaf ya endingnya kebawa baper mulu. Ya gimana ya, memang kesannya juga aneh sih. Passion bidang keluarga tapi belum berkeluarga. Semacem passion dibidang foto tapi belum pernah ambil foto dan terus-terusan belajar teori fotografi. Lucu kan ya? Ya udah lah ya. Bagaimana pun ini akan berakhir, saya selalu yakin bahwa Allah selalu punya rencana terbaik untuk kehidupan saya.<br />
<br />
Bismillah<br />
Maju ke kelas IIP berikutnya :)<br />
<br />Saniatu Ainihttp://www.blogger.com/profile/00855793274336530392noreply@blogger.com0